Gedung Lapas Pangururan (7/10- photo ist/gb)
GREENBERITA.com– Kematian seorang warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas III Pangururan, Kabupaten Samosir, bukan sekadar insiden tragis di balik jeruji besi. Peristiwa ini menyingkap masalah klasik lembaga pemasyarakatan di daerah: kelebihan kapasitas, keterbatasan fasilitas, dan lemahnya pengawasan.
Seorang warga binaan Lapas Kelas III Pangururan, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, tewas diduga akibat perkelahian sesama penghuni lapas pada Senin (6/10/2025).
Korban tewas atas nama Army Siregar (27), warga Desa Limokito, Kecamatan Bonjol, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat. Army tengah menjalani masa hukuman 2 tahun 6 bulan atas kasus pencurian di wilayah hukum Kabupaten Samosir.
Menilik sejarah singkatnya, Lapas Kelas III Pangururan merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Sumatera Utara. Lapas ini memiliki tugas dan fungsi pembinaan sebagai bagian dari sistem pemasyarakatan.
Lapas Pangururan berdiri sejak tahun 1945 dan terakhir direnovasi pada 1994. Berlokasi di Jalan Kejaksaan No. 18 Pangururan, lapas ini berdiri di atas lahan seluas 1.175 m² dengan bangunan 675 m².
Bangunan tersebut mencakup berbagai fasilitas, antara lain ruang P2U, ruang kepala lapas, ruang administrasi, dapur, aula, mushola, ruang kunjungan, serta blok tahanan pria (5 kamar) dan wanita (1 kamar). Namun, di balik fasilitas itu, masalah mendasar mencuat: kapasitas penghuni yang jauh melampaui batas normal.
Lapas ini kini menampung 110 warga binaan, padahal kapasitas idealnya hanya 50 orang. Dari jumlah tersebut, 16 orang merupakan tahanan dan 94 narapidana, dengan rincian kasus: 53 kasus narkotika, 1 kasus korupsi, dan 56 kasus pidana umum.
Pihak lapas sebenarnya telah berulang kali mengajukan permintaan lahan hibah kepada Pemerintah Kabupaten Samosir untuk relokasi. Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama DPRD Samosir pada Juli 2025, sempat disepakati pemberian lahan di daerah Tele, namun hingga kini belum dilakukan peninjauan lokasi oleh Pemkab Samosir.
Sementara itu, Kepala Lapas Kelas III Pangururan, Jeremia Sinuraya, membenarkan kejadian kematian warga binaan tersebut dan menjelaskan bahwa peristiwa berawal dari keributan di kamar 3 tempat korban berada.
“Ada perkelahian, ada yang luka menyebabkan meninggal dunia, diduga karena pemukulan dan bukan karena benda tajam, karena benda tajam tidak ada di dalam, tapi belum tau penyebab kematian karena korban langsung kita bawa ke RS Hadrianus Sinaga,” ujar Jeremia.
Jeremia menambahkan, pihaknya belum mengetahui apakah kejadian tersebut merupakan pengeroyokan atau perkelahian murni.
“Kejadian sudah ditangani Polres Samosir dan telah ditanggapi, kejadian tadi sekitar jam 9 pagi, korban bernama Amry, 27 tahun warga Padang, Sumbar,” jelasnya.
Pihaknya juga belum mengetahui siapa pelaku pemukulan karena rekaman CCTV tidak memperlihatkan jelas kejadian di dalam kamar warga binaan.
“Cctv-nya juga belum terekam siapa pelakunya sehingga dan terjadi didalam kamar penjara warga binaan, dugaan kami ini spontanitas,” ucap Kalapas Pangururan.
Sebelum meninggal, korban disebut sempat mengalami keluhan kesehatan.
“Sebelumnya korban sempat mengeluh sakit dan sering berkeringat di bagian kepala serta kaki. Tapi belum pernah kita bawa berobat atas keluhannya itu baik ke klinik atau RS Hadrianus Sinaga,” tutur Jeremia Sinuraya.
Ia menegaskan, pihaknya akan melakukan evaluasi internal dan meminta penambahan petugas guna memperkuat pengawasan di Lapas Pangururan.
Kepala Keamanan dan Ketertiban Lapas Pangururan, Mitra Tarigan, memaparkan kronologi kejadian yang bermula pada Minggu malam (5/10/2025) sekitar pukul 20.30 WIB.
“Minggu malam (5/10/25) sekitar pukul 20.30 Wib, korban sempat terlibat keributan di kamar 3 bersama penghuni lainnya,” sebut Mitra.
Untuk mencegah keributan lebih lanjut, korban kemudian dipindahkan ke kamar 2.
“Saat itu kondisinya masih sehat, pagi harinya, setelah apel dan kegiatan senam, korban kembali ke kamar 2 untuk mengambil pakaiannya,” imbuhnya.
Namun, saat keluar dari kamar tersebut, terjadi peristiwa pemukulan hingga korban tak sadarkan diri.
Korban sempat mendapat pertolongan pertama di klinik lapas, namun karena mengalami sesak napas dan kehilangan kesadaran, ia akhirnya dirujuk ke RSUD dr. Hadrianus Sinaga. Hingga kini, jenazah Army Siregar masih berada di rumah sakit tersebut untuk pemeriksaan medis lebih lanjut.
Kasus ini kini dalam penyelidikan Polres Samosir.
“Kita baru saja selesai melakukan olah TKP dan meminta keterangan saksi-saksi, itu dulu ya, kita masih hendak ke Rumah Sakit,” ujar Kasat Reskrim Polres Samosir, AKP Edward Sidauruk.
Kematian Army Siregar menjadi refleksi suram atas kondisi pemasyarakatan di daerah yang masih berjuang dengan keterbatasan sumber daya dan sarana. Ketika kapasitas lapas melebihi daya tampung, potensi konflik antarwarga binaan pun kian sulit dihindari.***(Gb-Ferndt01)