DPP PPRPI dan Panitia Pesta Bolon Raja Pasaribu se-Indonesia melakukan audiensi kepada Sekda Provinsi Sumut (7/10- photo ferndt/gb)
GREENBERITA.com– Rencana besar masyarakat marga Pasaribu dari berbagai penjuru Nusantara untuk menggelar Pesta Bolon Mangalahat Horbo di Batu Hobon, Sianjurmula-mula, Samosir, semakin nyata. Setelah sebelumnya melalui proses adat Manggalang Raja dengan para Raja Bius, kini Panitia Pesta Bolon dan Pengurus Pusat Parsadaan Pomparan Raja Pasaribu dohot Boruna se-Indonesia (PPRPI) melakukan langkah penting dengan beraudiensi dengan Sekretaris Daerah (Sekda) Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.
Pertemuan berlangsung Selasa, 7 Oktober 2025, di Kantor Gubernur Sumatera Utara. Dalam audiensi itu, Sekretaris Panitia Pesta Bolon, Tumpak Pasaribu, yang juga Wasekjen PPRPI, menyampaikan langsung maksud kedatangan mereka kepada Sekretaris Daerah Provinsi Sumut, Dr. Togap Simangunsong.
“Bapak Sekda yang terhormat, kehadiran kami para pengurus pusat PPRPI yang juga Panitia Pesta Bolon hendak mengundang Bapak Sekda pada Acara Rakernas PPRPI tanggal 16 dan 17 Oktober yang dilanjutkan Pesta Bolon Pomparan Raja Pasaribu se-Indonesia pada 18 Oktober di Batu Hobon, Sianjurmula-mula,” ujar Tumpak Pasaribu didampingi para Natuatua Raja Pasaribu Kota Medan.
Selain mengundang Sekda, panitia juga menyampaikan harapan besar agar Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, dapat hadir langsung dalam perhelatan budaya tersebut. Harapan itu tampaknya bukan tanpa peluang.
“Kebetulan tanggal 17 sampai 18 Oktober, Bapak Gubernur melakukan kunjungan kerja ke Samosir dalam rangka pelepasan lomba lari King Trail. Saya akan menyampaikan kepada beliau dan semoga pak Gubernur dapat hadir pada Acara Pesta Bolon Raja Pasaribu pada 18 Oktober mendatang untuk memberikan sambutan,” ujar Togap Simangunsong.
Audiensi yang turut dihadiri pejabat protokoler Gubernur Sumut dan Dinas Pariwisata Provsu itu menjadi momentum penting, karena menegaskan dukungan pemerintah daerah terhadap acara budaya yang digadang sebagai salah satu peristiwa adat terbesar di tanah Batak tahun ini.
Sebelumnya, pada 4 Oktober 2025, panitia menggelar Manggalang Raja di Batu Hobon—sebuah ritual adat untuk meminta restu para Raja Bius: Bius Limbong Mulana, Bius Sagala Raja, dan Silauraja. Dalam suasana penuh penghormatan adat, seluruh pomparan Raja Pasaribu menyampaikan rencana besar itu kepada para “adeknya” dalam ikatan genealogis Batak.
“Kami dari perwakilan Limbong Mulana mendukung pelaksanaan Pesta Bolon Mangalahat Horbo Pasaribu se-Indonesia mendatang. Namanya anak Abang Limbong pesta bolon seluruh dunia datang ke Samosir, siapa yang nggak bangga datang ke Bona Pasogit, apalagi ke Batu Hobon, tempat dimana tempat Raja Pasaribu meninggalkan hartanya sebelum pergi merantau,” ujar Tokoh Masyarakat Kenegerian Limbong, Parlindungan Limbong.
Dukungan serupa datang dari Raja Bius Sagala Raja, Halomoan Sagala, yang menekankan nilai persaudaraan dan silaturahmi yang dihidupkan lewat pesta adat ini.
“Kami sangat senang dengan adanya pesta Abang kami, sebagai si adekan kami berharap setelah pesta ini adanya silaturahmi, apalagi dengan Manggalang Raja hari ini dapat menyatukan persepsi. Kami juga sangat haus dengan kehadiran dan kedatangan bapatua kami ini ke Batu Hobon, pesta ini sangat kami dukung untuk menyatukan kita semuanya,” ujarnya.
Bagi masyarakat adat Batak, dukungan Raja Bius bukan sekadar simbolis, melainkan bentuk pengesahan sosial dan spiritual terhadap setiap perhelatan adat besar. Maka ketika seluruh Bius di Kecamatan Sianjurmula-mula sepakat memberi restu, itu berarti jalan menuju Pesta Bolon telah benar-benar terbuka.
Sekretaris Umum Panitia, Tumpak Pasaribu, menyampaikan rasa syukur atas hasil Manggalang Raja tersebut.
“Puji Tuhan dari acara Manggalang Raja ini rencana Pasaribu se-Indonesia menggelar Pesta Bolon Mangalahat Horbo Pasaribu 18 Oktober ini mendapat dukungan dari 15 Raja Bius di kecamatan Sianjurmula ini,” pungkasnya.
Dengan dukungan adat, restu pemerintah, dan antusiasme marga Pasaribu se-Indonesia, Batu Hobon kini bersiap menjadi pusat perhatian dunia Batak. Di sinilah akar sejarah, budaya, dan spiritualitas Pasaribu akan berpadu dalam satu pesta akbar yang tak sekadar seremonial, melainkan simbol kebangkitan identitas kultural dari tanah leluhur.***(Gb-Ferndt01)