Menko Polhukam sekaligus bakal cawapres PDIP Mahfud MD menilai putusan MKMK yang mencopot Anwar Usman dari jabatan Ketua MK sudah tepat
GREENBERITA.com - Menko Polhukam sekaligus bakal cawapres PDIP Mahfud MD menilai putusan MKMK yang mencopot Anwar Usman dari jabatan Ketua MK sudah tepat, ketimbang mencopotnya dari hakim konstitusi sudah tepat.
Mahfud mengatakan jika Anwar dipecat justru akan berpotensi dibatalkan melalui mekanisme banding.
"Menurut saya itu justru putusan yang tepat, karena kalau misalnya Ketua MK yang sudah jelas-jelas melakukan pelanggaran berat itu dicopot dengan tidak hormat dari jabatan hakim, dia boleh mengusulkan pembentukan MKMK baru untuk banding. Itu berisiko, bisa dibatalkan keputusan MKMK itu," kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (8/11).
Mahfud menegaskan putusan MKMK terhadap Anwar telah tepat lantaran tak bisa diganggu gugat dan bersifat final sejak putusan diucapkan. Menurutnya, Anwar juga dijatuhkan sanksi tidak boleh mengadili perkara sengketa pemilu di MK.
"Tapi kalau dicopot dari jabatannya dan dilarang menyidangkan perkara hasil pemilu, wah itu sudah tepat, dia enggak bisa minta banding, sudah final mengikat dan berlaku sejak tadi malam," ujarnya.
Kendati demikian, Mahfud mengaku setuju secara akademis dengan dissenting opinion yang disampaikan anggota MKMK Bintan Saragih agar Anwar dipecat.
Namun ia merasa khawatir mekanisme banding yang lahir akibat putusan pemecatan tersebut akan melahirkan polemik baru.
"Secara akademis saya setuju dengan Pak Bintan Saragih, seharusnya copot aja wong sudah pelanggaran berat, tapi kalau dicopot benar dia bisa naik banding, bisa minta MKMK lain yg baru untuk menilai kembali," jelasnya.
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengaku kecewa atas putusan MKMK soal pelanggaran etik berat yang terbukti dilakukan eks Ketua MK Anwar Usman.
YLBHI menilai MKMK seharusnya menjatuhkan sanksi terhadap Anwar berupa Pemberhentian Dengan Tidak Hormat (PTDH) atau pemecatan.
"Kami kecewa terhadap putusan majelis MKMK karena putusan tersebut berkompromi dengan perbuatan tercela ketua hakim MK. MKMK semestinya memberikan putusan pemberhentian dengan tidak hormat," kata YLBHI dalam keterangannya, Rabu.
YLBHI menyampaikan penilaian tersebut merujuk pada Pasal 41 huruf c jo Pasal 47 PMK No.1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi. Dalam aturan tersebut, hakim konstitusi yang terbukti melanggar etik berat disanksi berupa pemecatan.
"Kami memandang bahwa Putusan MKMK ini gagal menjawab kebutuhan mendesak penyelamatan MK dari krisis kepercayaan publik," ujarnya.
(GB - RizalDM04)