Notification

×

Iklan

Iklan

Benny Tjokro Dituntut Hukuman Mati Terkait Kasus Asabri, Rugikan Negara Triliunan

16 Nov 2022 | 21:01 WIB Last Updated 2022-11-16T14:01:24Z



GREENBERITA.com-
 Komisaris PT Hanson International Tbk, Benny Tjokrosaputro (Bentjok) curhat ke Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta usai dituntut hukuman mati oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Agung (Kejagung). 


Kepada majelis hakim, Bentjok merasa menjadi korban tebang pilih penegakan hukum Kejagung.


"Saya melalui kesempatan ini menyampaikan uneg-uneg kepada yang mulia majelis hakim, bagaimana saya sudah dirugikan atas proses hukum yang tebang pilih yang dilakukan oleh penyidik Kejaksaan Agung Republik Indonesia," ungkap Bentjok saat membacakan nota pembelaan (pleidoi) di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (16/11/2022).


Bentjok mengklaim bahwa telah banyak memberikan keuntungan hingga triliunan rupiah kepada PT Asabri lewat kerja sama investasi. Tapi, kata Bentjok, jaksa penuntut umum jutsru menitikberatkan dirinya dengan kesalahan yang dilakukan oleh PT Asabri.


"Justru saya dituntut atas dosa-dosa yang dilakukan oleh internal PT Asabri, bahkan saya dituntut dengan pidana mati oleh jaksa penuntut umum," terangnya.


Menurut Bentjok, tuntutan hukuman mati yang dilayangkan jaksa penuntut umum tidak adil. Sebab, tuntutan tersebut tidak sebanding dengan terdakwa pejabat PT Asabri yang dianggap sebagai aktor utama korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi di PT Asabri.


"Tuntutan ini jauh lebih berat dari tuntutan yang disampaikan oleh jaksa penuntut umum dalam perkara mantan Direktur PT asabri yang jelas-jelas memiliki kekuasaan dan wewenang untuk menentukan suatu transaksi," beber Bentjok.


"Jaksa penuntut umum seolah-olah menutup mata atas keuntungan triliunan rupiah yang diterima oleh PT Asabri dari transaksi yang dilakukan dengan saya," imbuhnya.


Sebelumnya, Komisaris PT Hanson International Tbk, Benny Tjokrosaputro (Bentjok) dituntut hukuman mati karena diyakini terbukti melakukan korupsi terkait pengelolaan keuangan dan dana investasi di PT Asabri (Persero) tahun 2012-2019 yang merugikan keuangan negara hingga Rp22,7 triliun.


Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Agung (Kejagung) membeberkan pertimbangan yang memberatkan maupun meringankan saat melayangkan tuntutan pidana mati terhadap Benny Tjokro. Pertimbangan yang memberatkan yakni, terdakwa Bentjok dinilai tidak menunjukkan rasa bersalah atas perbuatannya.


Selain itu, jaksa juga menilai perbuatan Bentjok termasuk dalam kejahatan luar biasa atau extra ordinary crimes. Di mana, menurut jaksa, kejahatannya itu dibalut dengan modus bisnis investasi melalui bursa pasar modal.


Kemudian, sambung jaksa, perbuatan Bentjok juga mengakibatkan turunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kegiatan investasi di bidang asuransi dan pasar modal. Dan yang lebih parahnya, perbuatan Bentjok bersama terdakwa lainnya telah merugikan keuangan negara Rp22,7 triliun.


Jaksa juga menilai Benny Tjokro merupakan terpidana seumur hidup dalam perkara tindak pidana korupsi pengelolaan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya Persero. Di mana, kasus tersebut telah merugikan keuangan negara sebesar Rp16,87 triliun.


Sementara itu, menurut jaksa, meskipun di persidangan terungkap hal yang meringankan, namun tidak sebanding dengan kerugian negara yang disebabkan perbuatan Benny Tjokro. Oleh karenanya, jaksa mengesampingkan pertimbangan yang meringankan untuk Bentjok.


Selain pidana mati, Bentjok juga dituntut untuk membayar uang pengganti sebesar Rp5.733.250.247.731 (Rp5,7 triliun). Uang pengganti tersebut wajib dibayar paling lama satu bulan setelah putusan inkrah.


Jika Bentjok tidak dapat membayar uang pengganti dalam jangka waktu satu bulan, jaksa meminta agar harta bendanya disita dan dilelang untuk negara.


Dalam perkara ini, Bentjok bersama sejumlah terdakwa lainnya diyakini telah merugikan keuangan negara sebesar Rp22,7 triliun. Kerugian negara tersebut berkaitan dengan pengelolaan keuangan dan dana investasi di tubuh PT Asabri.


Jaksa menyebut Benny Tjokro terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP dan Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).


(Gb-Alex01)