Notification

×

Iklan

Iklan

Antara Tunda Pemilu 2024 dan Presiden 3 Periode?

13 Mar 2022 | 15:12 WIB Last Updated 2022-03-14T07:07:54Z


SAMOSIR.GREENBERITA. com -
 Saat ini, pro kontra tentang wacana dari para politikus terkait polemik penundaan pemilu 2024 serta amandemen agar presiden dapat menjabat 3 periode semakin santer disampaikan di media massa baik online maupun cetak. 


Pada tulisan ini, saya mencoba membahas sedikit antara 2 wacana yang cukup banyak menyita perhatian banyak orang.


Untuk melegalisir agar presiden boleh menjabat 3 periode, maka jalan satu satunya adalah MPR melakukan Amandemen atas UUD 1945 yang sebelumnya juga telah di amandemen beberapa kali. 


Agar dapat mengubah masa jabatan presiden dapat menjabat selama 3 periode, walaupun memerlukan kehadiran minimal 1/3 dari seluruh Anggota MPR RI (Pasal 37 UUD'45), namun hal ini kemungkinan besar dapat dilakukan bila mengingat komposisi jumlah fraksi koalisi si DPR RI sembari melakukan lobby politik kepada Anggota DPD RI yang ada. 


Namun yang patut dicatat dari perubahan ini adalah bagaimana sifat dan etika seorang pemimpin bila terlalu lama berkuasa.?


Secara pribadi, saya masih percaya dengan sikap dan integritas dari Presiden Indonesia saat ini yaitu Presiden Joko Widodo. 


Saya percaya Joko Widodo adalah seorang yang rendah hati, low profil dan mempunyai integritas yang tinggi untuk mensejahterakan rakyat nya disamping karisma nya sehingga terus dipercaya dan dicintai rakyat nya. 


Namun bagaimana dengan pemimpin setelah presiden Jokowi dengan masa jabatan Presiden Indonesia disahkan menjadi 3 periode? 


Saya bukan pesimis, tapi hanya berusaha realistis dan belajar dari kenyataan bahwa kekuasaan yang lebih dari 10 tahun sering kali menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan serta sifat kelaliman dan ketamakan dengan mulai menggerogoti kepemimpinannya.


Indonesia punya pengalaman ketika Presiden Soeharto menjabat sebagai Presiden RI selama 32 tahun, selamat apa yang terjadi.? 


Dimasa 10 tahun kepemimpinan nya, pembangunan di Indonesia berjalan dengan baik, namun setelah nya kepentingan pribadi dan keluarga mulai menggerogoti sehingga terjadi KKN  disana sini dan harus berakhir dengan penggulingan kekuasaan oleh rakyat dan mahasiswa pada 1998 lalu. 


Pengalaman di negara lain pun juga dapat menjadi referensi bagi kita seperti Marcos di Samosir Filipina, Muhammad Kadafi di Libya dan lain nya. 


Bahkan Presiden dari negara yang sedang melakukan invasi ke Ukraina dengan senjata dan kekerasan yang menewaskan ratusan anak manusia, juga adalah seorang presiden yang dengan kekuasaan nya mengubah UUD negaranya melalui referendum sehingga dia bisa berkuasa dari 2000 sampai saat ini dan bahkan diperkirakan sampai 2036 nanti. 


Kezaliman dan penindasan serta kesewenangan diyakini akan menghinggapi penguasa atas dasar demokrasi bila berkuasa di atas kepala 10 tahun. 

Itulah sebabnya negara AS hanya memperbolehkan presiden menjabat 2 x 4 tahun saja dan Filipina hanya diperbolehkan 1 periode x 7 tahun saja. 


Kembali kepada wacana penundaan pemilu 2024 di Indonesia. Bila memang harus memilih, wacana ini jauh lebih baik untuk dilakukan dari pada mengubah UUD untuk menjadikan masa jabatan Presiden menjadi 3 periode. 


Penundaan Pemilu 2024 menjadi sesuatu hal yang patut dipertimbangkan untuk dilakukan dengan alasan adanya bencana nasional yaitu Pandemi Covid-19.


Ditengah banyaknya bisnis usaha yang gulung tikar atau minimal tidak bisa berkembang akibat pandemi dari 2019 lalu, patut disyukuri saat ini dunia usaha perlahan mulai kembali bangkit dengan mulai teratasinya pandemi dengan program masif vaksinasi Covid-19 yang dilakukan pemerintah. 


Namun, pelaksanaan pemilu 2024 ditengah mulai bangkitnya dunia usaha dikhawatirkan akan menjadi sentimen negatif dan ketidakstabilan  perbaikan perekonomian bangsa. 


Kekhawatiran atas sosok pemimpin baru nanti nya serta siapa partai politik penguasa kedepannya di tambah sisi keamanan selama masa pra tahapan, tahapan dan pasca pemilu nantinya juga dapat menjadi sentimen negatif atas dunia usaha bila tidak dapat dikelola sedemikian rupa. 


Penundaan Pemilu juga pernah terjadi 2 kali ditengah bangsa ini yaitu Pemilu yang harusnya dilakukan tahun 1955 menjadi 1971 serta Pemilu 1976 ditunda setahun menjadi 1977.


Pemilu di Indonesia juga pernah di percepat yaitu Pemilu yang harusnya dilakukan tahun ini 2002 dipercepat menjadi 1999 ketika reformasi dan runtuhnya Orde Baru. 


Semua penundaan dan percepatan Pemilu di Indonesia mempunyai alasannya masing-masing sehingga sepakat untuk dilakukan oleh wakil rakyat kita di MPR RI ketika itu. 


Semua pertimbangan dan wacana yang terlontar merupakan bagian dari hidup demokrasi berbangsa dan bernegara walaupun tetap yang menjadi aliran akhirnya ada ditangani rakyat melalui azas perwakilan di MPR RI. 



(Penulis adalah seorang jurnalis dan Ketua IWO Samosir)