Notification

×

Iklan

Iklan

Incaran Ilegal Logging, KSG Minta Penegakan Hukum di Hutan Wisata Situmorang

26 Sep 2025 | 23:53 WIB Last Updated 2025-09-26T16:53:34Z

Kolase photo Kasat Reskrim Polres Samosir dan Cuplikan Drone Hutan Wisata Situmorang (26/9- photo ferndt/GB)

GREENBERITA.com- Usai melakukan penelusuran terkait laporan warga terhadap dugaan penebangan dan perambahan hutan secara ilegal di Hutan Wisata Situmorang di Tele, Kecamatan Harian pada Jumat (26/9/2025), Komunitas Samosir Green (KSG) langsung melakukan pertemuan dengan Polres Samosir. Pertemuan itu menjadi alarm baru bagi penyelamatan kawasan hutan yang kini kian rentan terhadap praktik ilegal logging.


Ketika dikonfirmasi greenberita (26/9), Kasat Reskrim Polres Samosir AKP Edward Sidauruk mengaku mengapresiasi kepedulian para pemerhati lingkungan terhadap Hutan Wisata Situmorang di Tele.


"Memang ada kegiatan itu sebelumnya, tapi kegiatan itu sudah lama atau peristiwa itu sudah ada beberapa bulan yang lalu," ujar AKP Edward Sidauruk.


Dirinya menjelaskan bahwa pihaknya telah menerima laporan masyarakat pada Mei 2025 terkait dugaan penebangan dan perambahan hutan wisata Situmorang.


"Memang kita telah menerima laporan tersebut pada Mei 2025 tapi masih dalam proses penyelidikan tapi pada saat turun anggota kesana, kegiatan tersebut sudah berhenti," jelas AKP Edward.


Namun, KSG tetap menegaskan harapannya agar penyelidikan tidak berhenti di situ. Komunitas tersebut mendesak agar Polres Samosir melakukan penangkapan terhadap pihak yang terlibat dalam perambahan hutan secara ilegal.


Menurut Koordinator KSG, Fernando Sitanggang, penebangan pohon di kawasan hutan lindung maupun hutan wisata bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi juga ancaman langsung terhadap keberlanjutan lingkungan hidup.


"Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Pasal 50 ayat (3) huruf e menyatakan bahwa setiap orang dilarang menebang pohon dalam kawasan hutan tanpa izin dari pejabat berwenang dan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juga mengatur bahwa setiap kegiatan yang berdampak terhadap lingkungan harus melalui proses izin dan pengawasan ketat," tegas Fernando Sitanggang.


Situasi kian memprihatinkan karena Hutan Wisata Situmorang disebut kini menjadi incaran para pelaku ilegal logging setelah kawasan hutan lain di Tele semakin habis ditebang.


"Setelah volume Hutan di kawasan Tele berkurang drastis akibat penebangan pihak yang tak bertanggungjawab dan diduga praktek ilegal logging, mata mereka sekarang tertuju kepada Hutan Wisata Situmorang yang masih punya tegakan pohon terbanyak di kawasan Tele, jadi wajar mata mereka mengincar hutan wisata ini, karenanya kami berharap Pemkab Samosir dan aparat hukum segera bertindak," harap Fernando.


Lebih jauh, Fernando menjelaskan bahwa penggundulan hutan di kawasan Tele maupun APL (Area Penggunaan Lain) telah menimbulkan dampak nyata berupa banjir bandang dan longsor. Musibah ini bahkan telah menelan korban jiwa dan menghancurkan lahan pertanian masyarakat di pinggiran Danau Toba.


"Banjir bandang terakhir ada di Desa Buttu Mauli – Kec. Sitio-tio, Desa Sarimarihit dan Desa Habeahan/ Naburahan – Kec. Sianjur Mula-mula. Apabila perambahan hutan alam dan alih fungsi lahan terjadi di wilayah Tele, maka dikhawatirkan akan dapat menghancurkan potensi pariwisata KDT dan kehidupan rakyat di KDT, khususnya di Kabupaten Samosir. Sehingga diperlukan gerakan bersama antara Pemerintah Pusat dan Daerah, antara Pemerintah, penegak hukum, dunia usaha, LSM, dan warga masyarakat lokal agar segera mengambil langkah konkrit untuk menyelamatkan lingkungan hutan Tele khususnya Hutan Wisata Situmorang," pungkas Fernando.


Ancaman kerusakan Hutan Wisata Situmorang kini bukan lagi sekadar isu lingkungan, melainkan juga menyangkut keselamatan masyarakat dan masa depan pariwisata Kawasan Danau Toba.***(Gb-Santri02)