Gedung Mahkamah Konstitusi (MK)
JAKARTA,GREENBERITA.com-– Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) dinilai menjadi ancaman serius bagi kebebasan pers dan kerja-kerja jurnalistik di Indonesia. Kekhawatiran ini disampaikan langsung oleh Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Nany Afrida dalam pernyataannya di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (31/7/2025).
“Yang mengumpulkan data pribadi kadang jurnalis, yang mengolah data pribadi juga jurnalis. Tapi kami melakukannya bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan untuk masyarakat. Sayangnya, kerja jurnalistik tidak masuk dalam pengecualian,” ujar Nany seperti dikutip dari media tempo.
Ia menekankan bahwa tidak adanya pengecualian eksplisit bagi aktivitas jurnalistik dalam UU PDP dapat berujung pada kriminalisasi terhadap jurnalis yang sedang menjalankan tugas investigatif. Hal ini menjadi hambatan besar ketika jurnalis mengakses data untuk mengungkap kasus korupsi atau penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat publik.
“Kami ingin agar jurnalis bisa bekerja dengan lebih baik, terlindungi, dan diakui secara hukum. Saat ini, jurnalis justru rentan dikriminalisasi karena tidak ada pengecualian dalam UU ini,” tegasnya.
Tak hanya jurnalis, Nany juga mengingatkan bahwa akademisi dan pekerja seni turut terdampak oleh potensi kriminalisasi dari pasal-pasal UU PDP. “Semua pihak yang mengolah data untuk kepentingan publik kini berada dalam posisi yang rentan secara hukum,” katanya.
Senada dengan Nany, Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), Nenden Sekar Arum, menyatakan bahwa UU PDP mengandung ancaman pidana yang bisa menyasar siapa pun yang menggunakan data pribadi dalam karya investigatif atau seni.
“Kita tahu bagaimana pasal-pasal karet sebelumnya disalahgunakan. Karena itu, permohonan uji materi ini penting agar kerja-kerja yang menyentuh kepentingan publik tidak dipidana,” ujar Nenden dalam kesempatan yang sama.
Nenden berharap Mahkamah Konstitusi dapat mengevaluasi dan memberikan pengecualian hukum bagi aktivitas jurnalistik, seni, dan akademik yang terbukti dilakukan demi kepentingan publik.
Sebagai bentuk keberatan resmi, Tim Advokasi untuk Kebebasan Informasi dan Data Pribadi (SIKAP)—yang terdiri dari LBH Pers, ELSAM, AJI, SAFEnet, serta sejumlah akademisi dan pegiat seni—telah mengajukan permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi terhadap Pasal 65 ayat (2) juncto Pasal 67 ayat (2) UU PDP.
Tim SIKAP menilai kedua pasal tersebut bersifat multitafsir dan membuka ruang kriminalisasi terhadap pihak-pihak yang menjalankan fungsi kontrol sosial melalui pengungkapan data. Permohonan ini diajukan pada Kamis, 31 Juli 2025, bersamaan dengan pernyataan sikap dari berbagai elemen masyarakat sipil.***(Gb-reel)