Notification

×

Iklan

Iklan

Pandemi Covid-19 Merebak, Apakah Samosir Rawan Pangan?

5 Mei 2020 | 15:20 WIB Last Updated 2020-05-05T09:01:19Z

Oleh: Syamsudin Sidabutar


SAMOSIRGREEN.com- Dimasa pandemi Cobid-19 di Samosir, pertanyaan seperti di atas mulai ramai diperbincangkan di beberapa grup media sosial seperti media online, WA, Facebook dan lainnya.

Ucapan apakah rawan pangan di Samosir salah satunya baru-baru ini cukup menggelitik perhatian para perantau dari Bona Pasogit khususnya.

Mereka merasa terkejut dan tidak yakin ada rawan pangan di Samosir, meski sudah tiga bulan Covid 19 yang berasal dari Wuhan, Tiongkok merebak di Indonesia. 

Mengapa demikian?

Karena dalam beberapa tahun terakhir pembangunan proyek-proyek transportasi, pelabuhan, jalan dan pariwisata dengan biaya APBN yang didukung upaya pertanian di Samosir termasuk di akhir tahun 2019 masih menggeliat didaerah wisata dengan tagline "Samosir Kepingan Surga".

Cukup banyak turis lokal dan asing tercatat datang ke Samosir sebelum tahun 2020 karena akses transportasi darat dan udara semakin baik dan lancar ke Samosir, begitu pula jalan nasional keliling di pulau itu. 

Kekuatiran bermula dari updating informasi Bupati Rapidin Simbolon tentang rakyat calon penerima Bansos Tunai di Kabupaten Samosir. 

Pemda Samosir saat itu hendak penuhi permintaan data  rakyat Indonesia yang memerlukan Bansos di masa Covid 19  dari  Pemerintah Pusat. 

Kementerian Sosial, dalam hal ini memberikan jatah 18.018 KK untuk kuota bansos bagi rakyat Samosir yang mungkin bisa terdampak Covid 19.

Bupati tampaknya bermaksud untuk melkukan sosialisasi dengan transparan dalam penanganan dampak Covid terhadap ekonomi dan income masyarakat.

Reaksinya, banyak pihak mengapresiasi Bupati Samosir dan jajarannya termasuk dengan pihak-pihak terkait pemberi data rakyat yang susah seperti supir, tukang beca. pekerja bangunan dan pekerja PHK.

Tetapi tidak sedikit pula dari para perantau yang mengkritik sekitar 18 ribuan KK atau 54.000 an jiwa rakyat Samosir yang cukup rentan ekonomi atau pendapatannya akibat Covid 19 di Samosir.

Jika benar komentar ada 54 ribuan orang akan terpapar rawan pangan atau lebih sepertiga dari total 144.000 an jiwa penduduk (tahun 2017), alangkah menyedihkan Samosir kalau begitu, kata seorang perantau.

Ada pula bertanya,  apa benar rakyat Samosir sudah malas bertani sehingga sawah dan ladang jadinya tarulang (terlantar, red).

Lalu ditanya pula dimana peran Pemerintah Daerah selama ini ?

Pertanyaan ini memang perlu dijadikan motivasi oleh rakyat dan Pemkab yang mempunyai visi dan misi memajukan pariwisata dan pertanian di sana.

Komentar lain mengutip lirik lagu "Pulau Samosir" dari seniman Nahum Situmorang yang terkenal. "Gok disi  hassang nang eme nang bawang, rarak do pinahan didoloki", begitu liriknya.

Mestinya tak mungkin terjadi rawan pangan di Samosir, karena dulu pun selain padi juga banyak tanaman palawija dan ternak di sana.  

Hingga sekarang  hampir tidak pernah  "haleon (paceklik, red)" selain musim kemarau yang berdampak ke pertanian.

Pegiat sosial yang juga Ketua Bara JP, Roin Sialagan menyatakan semiskin-miskinnya orang di Samosir tidak ada yang tidak makan dan tidak ada pengemis.  "Orang Batak di Samosir masih tau rasa malu dan harga diri," imbuhnya.  

Untuk informasi yang kredibel tentang situasi pangan di Samosir, penulis pun mencari tau kepada Bupati Samosir. 

"Dana ini diperuntukkan untuk pengaman sosial, yang akan menerima tidak ada lagi penghasilan sehari-hari, sehingga mereka perlu dibantu untuk mengatasi rawan pangan", demikian ditegaskan Bupati Rapidin Simbolon.

Disebut pula, Income percapita masyarakat Samosir adalah Rp. 35.143.764- per tahun (data BPS Samosir 2019).

"Tentang Rawan Pangan adalah untuk berjaga-jaga, karena adanya bencana nasional non-alam Pandemi Covid 19, sehingga masyarakat diam dirumah dan tidak seproduktif saat keadaan normal", sambung Bupati Samosir.

Lanjut dijelaskannya, harus berjaga-jaga untuk pangan karena bisa menimbulkan rawan pangan dan kalau tidak diantisipasi bisa berakibat buruk terhadap keberlangsungan hidup masyarakat.

Pemerintah Pusat memang mempersiapkan jaring pengaman sosial secara nasional Rp.600.000- per kepala keluarga selama 3 bulan.

Kabupaten Samosir pun akan memperoleh Bansos Tunai selama 3 bulan sekitar Rp.32.400.000.000-, yang akan dibagikan kepada 18.018 KK yang berhak menerimannya untuk bulan April sampai Juni 2020.

Untuk itu, apresiasi layak disampaikan kepada Pemkab Samosir dalam penanganan Covid 19 yang sejauh ini hanya ada 5 orang ODP (Orang Dalam Pengawasan) yang juga sudah dinyatakan sembuh.

Perlu juga diapresiasi aksi-aksi sosial pencegahan Covid 19 ke di Samosir seperti  pembagian paket sembako, masker dan mengupayakan daftar rakyat penerima bansos termasuk dari Kementerian Sosial.

Dengan demikian rakyat, LSM, pers dan media serta partai-partai hanya penting untuk memastikan dan mengawasi  agar bansos baik dari Pusat maupun APBD dan Dana Desa yang digunakan untuk bansos dan penyediaan paket sembako,  benar-benar tepat sasaran ke rakyat yang terancam rawan pangan.

Jika ada penyalahgunaan atau tidak tepat sasaran bansos, dapat dilaporkan sebagaimana pernyataan Presiden Jokowi.

Jika mungkin, para perantau bisa ikut  memberikan bantuan sosial, paket sembako dan lainnya sebagai wujud peduli kepada keluarga dan rakyat Samosir, termasuk dalam mengawasi bansos kepada rakyat yang miskin dan hilang penghasilannya akibat Covid 19.

Saya berpendapat bahwa Samosir sebenarnya tidak rawan pangan karena penduduknya relatif kecil hanya sekitar 140 ribuan jiwa dan lahan pertaniannya pun cukup luas sekitar 70 ribu hektar sehingga akan sejahtera kalau pertanian dikelola dengan baik dan didukung income dari kemajuan pariwisata.

Untuk antisipasi ke depan, rasa khaeatir rawan pangan di Samosir perlu diatasi dengan mulai menggalakkan sektor perikanan, pertanian seperti padi, palawija, sayur mayur, buah-buahan dan tanaman keras lainnya serta beternak seperti sapi, kerbau, babi, kambing dan ayam.

Semoga Samosir semakin jaya di bidang pertanian dan pariwisata, yang suatu saat bisa dinikmati sebagai Kepingan Surga. 


(Penulis adalah seorang mantan Diplomat di Departemen Luar Negeri)