![]() |
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo |
GREENBERITA.com- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah kabar adanya penangkapan kepala kepolisian resor (kapolres) dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar di Sumatera Utara pada 26 Juni 2025. Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menegaskan bahwa hanya tujuh orang yang ditangkap dalam operasi tersebut.
"Meluruskan informasi yang beredar di masyarakat," kata Budi dalam keterangan tertulis, Ahad, 6 Juli 2025. Pernyataan itu disampaikan menanggapi isu yang menyebut adanya kapolres yang turut ditangkap dalam OTT.
Dalam operasi tangkap tangan tersebut, KPK membawa tujuh orang ke Jakarta. OTT itu digelar sebagai bagian dari pengusutan dugaan korupsi pengadaan sejumlah proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara dan PJN Wilayah I Sumut.
Pada tahap pertama, KPK membawa enam orang ke Jakarta pada Jumat malam, 27 Juni 2025. Mereka adalah Heliyanto (HEL), PPK Satker PJN Wilayah I Sumut; Rasuli Efendi Siregar (RES), Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut merangkap PPK; M. Akhirun Efendi Siregar (KIR), Direktur Utama PT DNG; M. Rayhan Dulasmi Pilang (RAY), Direktur PT RN; RY, staf PNS di Dinas PUPR Provinsi Sumut; dan TAU, staf KIR (PT DNG).
Satu orang lainnya, Topan Obaja Putra Ginting (TOP), Kepala Dinas PUPR Sumut, dibawa ke Jakarta pada Sabtu pagi, 28 Juni 2025.
KPK telah menetapkan lima dari enam orang yang ditangkap sebagai tersangka. Dua di antaranya sebagai penyuap, yakni Direktur Utama PT DNG M. Akhirun Efendi Siregar dan Direktur PT RN M. Rayhan Dulasmi Pilang. Sementara tiga lainnya sebagai penerima suap, yaitu Kepala Dinas PUPR Sumut Topan Ginting, Kepala UPTD Gunung Tua Rasuli Efendi Siregar, serta Heliyanto dari Satker PJN Wilayah I Sumut.
“Sampai saat ini, KPK telah menangkap enam orang dan malam ini sedang dibawa ke Gedung Merah Putih KPK untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut,” kata Budi dalam keterangan tertulisnya pada Jumat, 27 Juni 2025, seperti dikutip dari Tempo.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan kasus ini bermula dari penarikan uang sebesar Rp2 miliar yang diduga berasal dari Akhirun dan Rayhan. Uang itu direncanakan untuk diberikan kepada sejumlah pejabat di Sumut, guna memenangkan perusahaan milik keduanya dalam proyek pembangunan jalan.
KPK kemudian menemukan adanya dua proyek pembangunan jalan di Sumut. Proyek pertama berada di bawah Dinas PUPR Sumut, yakni pembangunan Jalan Sipiongot–Batas Labusel senilai Rp96 miliar dan Jalan Hutaimbaru–Sipiongot senilai Rp61,8 miliar.
Proyek kedua berada di bawah Satker PJN Wilayah I Sumut, meliputi preservasi Jalan Simpang Kota Pinang–Gunung Tua–Simpang Pal XI dengan anggaran 2023 sebesar Rp56,5 miliar, proyek serupa untuk 2024 senilai Rp17,5 miliar, serta rehabilitasi dan penanganan longsoran di ruas jalan yang sama untuk 2025.
“Dengan adanya proyek jalan tersebut senilai Rp 231,8 miliar, maka kami memutuskan ini karena sudah ada pergerakan uang,” kata Asep saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK pada Sabtu, 28 Juni 2025.***(Gb-Ferndt01)