Notification

×

Iklan

Iklan

Efektivitas Hujan Buatan di Danau Toba masih 50 Persen, Terkendala Kebakaran Hutan dan Lahan

29 Jul 2025 | 11:48 WIB Last Updated 2025-07-29T04:48:46Z

Rapat OMC di Bandara Silangit, Tapanuli Utara 

GREENBERITA.com- Meski sudah digencarkan sejak 26 Juli 2025, upaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Sumatera Utara melalui Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) belum menunjukkan hasil maksimal. Hingga hari keempat pelaksanaan, tingkat efektivitas operasi baru mencapai 50 persen. Kawasan Kaldera Toba, sebagai wilayah prioritas, masih dikepung titik api aktif dan kekeringan ekstrem.


“Secara meteorologis, wilayah Sumatera Utara memang sudah memasuki puncak musim kemarau. Potensi awan pembawa hujan sangat terbatas, sehingga efektivitas OMC hingga hari ini baru mencapai 50 persen,” ujar Direktur Tata Kelola Modifikasi Cuaca BMKG, Edison Kuniawan, saat ditemui di Bandara Silangit, Senin (28/7/2025).


Pernyataan Edison menegaskan tantangan besar yang dihadapi tim OMC di lapangan. Meski penyemaian awan dilakukan secara intensif, hasil hujan yang turun bersifat lokal dan belum mampu memadamkan seluruh titik api. 


Sebagian wilayah seperti Samosir Utara, Padang Lawas Utara, Kota Binjai, Tapanuli Utara, Toba, dan Sibolga memang sempat diguyur hujan, namun belum memberi dampak pemadaman yang signifikan.


“Di beberapa titik memang ada hujan, namun belum signifikan untuk sepenuhnya meredakan kebakaran hutan dan lahan,” ungkap Edison.


OMC difokuskan pada kawasan Kaldera Toba karena kawasan ini memiliki nilai ekologis dan ekonomis tinggi, serta merupakan pusat pariwisata dan budaya yang vital bagi Sumatera Utara. Sayangnya, kondisi atmosfer di wilayah tersebut tidak mendukung pembentukan awan secara optimal.


“Kondisi atmosfer di sekitar Danau Toba saat ini memang tidak ideal. Oleh karena itu, strategi penyemaian harus tepat sasaran agar terbentuk hujan di wilayah yang kritis,” ujar Edison lagi.


Geopark Kaldera Toba yang mencakup wilayah Toba, Samosir, Humbang Hasundutan, dan Tapanuli Utara sedang dilanda tekanan cuaca kering ekstrem. Upaya penyemaian awan dilakukan secara kolaboratif antara BMKG, TNI AU, dan BNPB, ditambah pengerahan pesawat water bombing untuk menjangkau area terjal yang tidak bisa diakses tim darat.


“Water bombing akan digunakan di area yang tidak memungkinkan untuk dijangkau oleh tim darat karena medan terjal dan minim akses,” jelas Edison.


Titik-titik api saat ini masih terpantau aktif, khususnya di Kecamatan Tampahan dan Balige (Kabupaten Toba) serta di kawasan Kaldera Sigapiton, Nassau, Parsoburan, hingga Borbor. Wilayah-wilayah ini tergolong strategis karena berdekatan dengan permukiman warga, dan sangat berisiko jika karhutla terus meluas.


“Medan yang berat dan jarak tempuh yang jauh menjadi kendala utama. Oleh karena itu, kita dorong penambahan sortie penerbangan OMC,” tambah Edison.


Dampak kekeringan tak hanya pada karhutla, tetapi juga mulai dirasakan di sektor pertanian warga akibat menurunnya ketersediaan air tanah. Atas kondisi ini, BMKG dan BNPB telah menyarankan perpanjangan masa operasi OMC hingga awal Agustus, sambil menunggu perubahan kondisi atmosfer.


“Kita tidak hanya mengandalkan OMC, tapi juga memperkuat koordinasi lintas instansi agar penanganan bencana ini bersifat terpadu dan cepat,” tegasnya.


Dalam situasi genting ini, pemerintah daerah diminta tanggap dan aktif melaporkan perkembangan titik api serta mengajukan permintaan hujan buatan tambahan bila diperlukan. Edison juga mengingatkan masyarakat agar tidak melakukan pembakaran lahan, termasuk dalam konteks pertanian tradisional.


“Sekecil apa pun api yang ditinggalkan bisa memicu kebakaran besar dalam kondisi cuaca seperti ini. Kami mohon kesadaran masyarakat,” katanya.


BMKG juga menyoroti potensi gangguan kabut asap terhadap aktivitas penerbangan dan kesehatan masyarakat, terutama di sekitar kawasan Danau Toba. Oleh karena itu, dukungan dari seluruh unsur, mulai dari BPBD, TNI, Polri, Manggala Agni, hingga komunitas lokal, menjadi sangat krusial.


Saat ini, posko pemantauan dan koordinasi telah didirikan di beberapa titik strategis, termasuk Bandara Silangit yang difungsikan sebagai pusat logistik dan data. Pemantauan satelit menunjukkan belasan hotspot masih aktif dengan intensitas sedang hingga tinggi

.

“Tim di lapangan terus bergerak. Kami juga sedang menunggu konsistensi pembentukan awan di wilayah barat dan utara Danau Toba sebagai target utama,” pungkas Edison.


Melihat eskalasi kondisi ini, langkah cepat dan terkoordinasi antara pemerintah pusat dan daerah menjadi kunci agar dampak karhutla tidak meluas. Selain pemadaman darurat, strategi jangka panjang juga dibutuhkan untuk merespons pola cuaca ekstrem yang makin tidak menentu akibat perubahan iklim global.***(Gb-Ferndt01)