Notification

×

Iklan

Iklan

Sikap PGI tentang Tambang di Raja Ampat dan TPL: Berduka Saksikan Krisis Ekologis dan Ketidakadilan

11 Jun 2025 | 18:15 WIB Last Updated 2025-06-11T11:15:12Z

 

Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI)

GREENBERITA.com - Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) menyatakan keprihatinan mendalam atas semakin luasnya praktik industri ekstraktif di Indonesia. Termasuk yang terkini adalah eksploitasi tambang nikel di kawasan gugusan pulau-pulau Raja Ampat, Papua Barat Daya dan PT TPL di Danau Toba, Sumatera Utara.


Menurut PGI, praktik industri ekstraktif di Indonesia mengabaikan keberlanjutan ekologis, keadilan sosial, dan martabat kemanusiaan di mana hutan tropis dan pulau-pulau kecil dibuka untuk pertambangan. 


"Dengan berduka, kita menyaksikan krisis ekologis yang ditandai hilangnya keanekaragaman hayati, kerusakan ekosistem, perubahan iklim, dan ketidakadilan terhadap masyarakat lokal," bunyi seruan yang dibagikan Sekretaris Umum PGI, Darwin Darmawan, Selasa 10 Juni 2025.


Termasuk yang terjadi di Raja Ampat dinilai telah menunjukkan bagaimana keindahan alam yang selama ini menjadi tujuan wisata kelas dunia, situs warisan budaya adat, dan pusat keanekaragaman hayati global justru terancam oleh ekspansi industri pertambangan. Dunia, kata PGI, kini mencermati meningkatnya ancaman perusakan yang nyata terhadap kawasan konservasi laut dan budaya maritim di kawasan yang telah dikukuhkan UNESCO sebagai ‘Global Geopark pada 23 Mei 2023’ tersebut. 


"Apa yang terjadi akhir-akhir ini memperlihatkan praktik-praktik eksploitasi sumber daya atas nama hilirisasi, namun berlangsung secara destruktif, tanpa visi pemulihan, penciptaan keadilan, dan pertimbangan moral-spiritualitas ekologis," kata Darwin seperti dikutip dari Tempo.


Bukan hanya di Raja Ampat, praktik-praktik serupa juga diketahui PGI terjadi di Danau Toba, Sumatera Utara, yang telah menjadi bagian dari seruan Ephorus atau pimpinan tertinggi Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) sebelumnya. Seruan penutupan pabrik ditujukan kepada PT Toba Pulp Lestari yang dinilai telah memicu berbagai bentuk krisis sosial dan ekologis. 


"Praktik-praktik serupa juga kita ketahui terjadi di Teluk Weda, Halmahera (pertambangan nikel), di Pulau Kei Besar, Maluku Tenggara (pertambangan pasir dan batu); di Morowali, Sulawesi Tengah (pertambangan nikel); di Pulau Sangihe, Sulawesi Utara (pertambangan emas); di Kepulauan Bangka Belitung (pertambangan timah); di Pulau Buru, Maluku (pertambangan emas); dan di daerah-daerah lain di Tanah Air."


Darwin mengungkap kalau krisis ekologis telah menjadi sorotan Sidang Raya XVIII di Rantepao, Toraja, tahun lalu. Dasarnya, PGI mulai melihat terjadinya polikrisis termasuk ekologis – yang menuntut komitmen kuat untuk meresponsnya. Pesan Sidang Raya saat itu adalah mendesak PGI, gereja-gereja, dan mitra-mitranya untuk merawat bumi sebagai rumah bersama dalam spirit keugaharian.


"Pesan tersebut mengajak kita melawan keserakahan oligarki yang melakukan eksploitasi alam secara berlebihan, serta menolak praktik-praktik destruktif terhadap ciptaan," kata Darwin.


PGI mengapresiasi pemerintah yang telah mencabut IUP empat perusahan di wilayah Raja Ampat. Sekalipun demikian, PGI mendesak pemerintah, dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), untuk mengaudit dan meninjau ulang laporan hasil analisa mengenai dampak lingkungan (AMDAL) dan juga laporan analisis mengenai dampak sosial (AMDAS) penambangan nikel secara menyeluruh.


Ditekankannya, wilayah Kepulauan Raja Ampat sebagai gugusan pulau-pulau kecil yang menjadi wilayah tempat berkembangnya berbagai biota laut yang hidup secara simbiosis mutualisme. 


"Jika satu tercemari sendimentasi limbah beracun dari penambangan nikel maka tidak hanya biota laut di gugusan pulau-pulau kecil tersebut tapi juga manusia yang hidup di atasnya akan terkena dampak serius secara kesehatan."


Menurut PGI, pencemaran sungai Jikwa di Tembagapura sampai Timika bahkan sampai di muara menuju laut Arafura bisa menjadi pelajaran. 


"Jadi bukan sekedar asumsi 'aman' karena berjarak 30-40 kilometer dari wilayah konservasi pulau pulau Raja Ampat," kata Darwin merujuk kepada pernyataan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia.***(Gb-real)