Notification

×

Iklan

Iklan

Kebijakan Ekonomi Presiden Amerika Donald Trump Guncang Ekonomi Dunia, Efeknya ke Indonesia?

30 Apr 2025 | 09:16 WIB Last Updated 2025-04-30T02:20:49Z

 

Oleh Dr Benny Pasaribu

GREENBERITA.comPresiden Amerika Serikat, Donal Trump tampaknya ingin memenuhi janji kampanyenya ketika pemilihan presiden lalu yaitu: "America great again." 


Dan salah satu yang menghentak dunia adalah kebijakan Tarif yg dikenakan atas ekspor profuk dari puluhan negara ke AS. Bagi AS sendiri, pengenaan tarif melanggar aturan WTO dan mengundang kritik tajam dari para ekonom terkenal di AS. 


Kebijakan ini akan merugikan rakyat AS karena akan menaikkan harga barang dan akhirnya inflasi. Daya beli warganya akan menurun signifikan. Bahkan dapat mempercepat krisis ekonomi AS. 


Bagi negara pengekspor seperti Infonesia, implikasinya akan menurunkan ekspor ke AS dan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Banyak industri yang terdampak akan sulit menjual produknya, bahkan bisa tutup. 


Akibatnya pengangguran akan meningkat. Pada jangka menengah, industri terkait juga akan kena dampaknya. Demikian juga daya beli masyarakat yg akan semakin rendah.

Banyak negara merespon dengan mendatangi AS utk melakukan negosiasi. Indonesia juga melakukan hal yg sama agar tarif 32% diturunkan. 


Sementara Turki hanya  dikenakan 10% sehingga tidak ambil pusing untuk bernegosiasi. 


China justru melawan dan akan membalasnya dengan menaikkan tarif atas produk ekspor AS ke China. Perang tarif tak terhindarkan. Situasi perang tarif ini akan merubah tatanan perdagangan dunia yang semakin protektif. 


Kebjakan tarif Trump sesungguhnya mengandung banyak pertanyaan. Banyak orang curiga atas motif Trump, diantaranya apakah kebijakan ini ditujukan untuk memperkaya pribadi dan kelompoknya (bukan untuk great America)? 


Atau apa motivasi utama Trump? 

Hal pasti, Amerika masih negara adidaya di bidang ekonomi, teknologi, pertahanan, dan sebagainya.


Pendapatan per kapitanya juga termasuk paling tinggi di dunia. Sistem globalisasi, liberalisme, dan demokrasi telah berjalan mulus dan membawa banyak keunggulan AS dibanding negara lain di dunia. Lalu kenapa Trump ingin merubah sistem perdagangan menjadi lbh protektif? 


Apakah benar industri manufaktur akan kembali ke AS yang akhirnya diharpakan dapat menurunkan angka pengangguran yang terus membengkak?


Sesungguhnya buat para negosiator Indonesia, kunci suksesnya adalah, harus mampu terlebih dahulu memahami jawaban atas pertanyaan² di atas dan tentu memahami kekuatan kita. Dalam negosiasi, kita harus tau reservation price, insentif dan daya tekan yang kita miliki. 


Jika semua komponen tadi telah dipersiapkan maka kalaupun negosiasi ini gagal, maka pemerintah tidak perlu malu. Barangkali semua negara yang melakukan langkah yang sama juga menerima nasib yang sama, yaitu gagal. 


Memang Trump benar² mau melakukannya dan tidak akan mundur setapakpun.


Pemerintah perlu antisipasi hubungan dagang kita dengan China. Ekspor terbesar kita memang ke China sehingga harus dijaga dengan baik. Carilah pasar ekspor yang baru misalnya ke negara² Afrika, Timur tengah, dan sebagainya.


Perkuat struktur industri kita berbasis hilirisasi di sektor Agro, maritim, pariwisata dan ekonomi kreatif. Efisiensi dan produktivitas di semua sektor dan kehidupan bernegara dan berbangsa harus ditingkatkan secara signifikan. 


Terakhir, penambahan utang dgn pinjaman dan penerbitan obligasi hrs dikaji ulang agar pertumbuhan utang bisa dikendalikan sesuai dgn kemampuan bayar fiskal Indonesia.

Kita semua berharap hal yg lbh baik akan datang. Semoga berhasil!


(Penulis saat ini aktif sebagai pengamat ekonomi dan kebijakan publik di Jakarta)