Deputi IV KSP, Juri Ardiantoro |
Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan Juri Ardiantoro mengatakan, politik identitas yang dimaksud Presiden Jokowi adalah, identitas yang disalahgunakan dan dipakai sebagai instrumen politik kebencian yang bisa memunculkan potensi polarisasi di masyarakat.
Bahkan menurutnya, Presiden Joko Widodo dalam beberapa kesempatan mengingatkan bahayanya Politik Identitas bagi Indonesia, terutama menjelang kontestasi Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024.
“Kita perlu detailkan bahwa yang dimaksud adalah identitas yang merusak atau identitas yang dipakai untuk politik kebencian. Harusnya identitas untuk memperkuat persatuan, dan bukan untuk politik pecah belah,” tegas Juri, di gedung Bina Graha, Jakarta, Rabu (26/07/2023).
Juri mengakui, politik identitas masih menjadi isu strategis yang harus diwaspadai oleh seluruh pemangku kepentingan Pemilu. Terlebih di tengah pesatnya perkembangan teknologi informasi dan penggunaan media sosial.
Ia pun menyambut baik langkah Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) yang telah melakukan analisa terhadap isu-isu strategis yang dilansir dalam Indeks Kerawanan Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024. Di mana, salah satu isu strategis yang memiliki pengaruh kerawanan adalah potensi polarisasi masyarakat yang disebabkan oleh gerakan Politik Identitas.
“Memang sekarang yang perlu diwaspadai adalah keterbelahan masyarakat yang tajam akibat politik identitas, terutama saat ini perkembangan teknologi informasi dan penggunaan media sosial sangat pesat,” serunya.
(GB-RizalDM)