Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa |
"Selain itu, kita sedang memeriksa unsur pimpinan, karena mereka ini kan sersan dua ada empat orang dan prajurit 1 satu orang. Kita memeriksa juga yang lebih atasnya, prosedur apa yang mereka lakukan, apakah mereka sudah mengingatkan dan seterusnya, dengan tingkat komandan batalionnya yang juga ada di situ," kata Andika kepada wartawan di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu (5/10/2022).
Andika mengatakan tragedi Kanjuruhan menjadi momentum TNI untuk melakukan evaluasi. Dia menegaskan TNI tidak boleh bertindak di luar batas kewenangan dilangsir dari detikcom.
"Jadi kami terus, ini juga satu bentuk evaluasi karena nggak boleh terjadi. Berarti kan briefing penekanan tentang batas kewenangan TNI dalam bertindak walaupun kita BKO itu tidak berjalan," ujar Andika.
Andika mengatakan sejumlah oknum TNI yang menyerang warga di Kanjuruhan itu menyalahi aturan. Andika menegaskan perbuatan itu tak dibenarkan sama sekali.
"Ya lebih ke tadi, tindakan yang dilakukan ini, yang dilakukan prajurit ini kan sama sekali tidak apa ya, merespons terhadap masalah yang terjadi. Nah, kalau masalah yang terjadi ada orang yang jalan di depannya terus tahu tahu diberikan tindakan kekerasan seperti yang kita lihat di video, kan itu menyalahi sekali," ujar Andika.
Andika lantas menjelaskan prosedur keterlibatan TNI dalam penanganan massa. Menurut dia, TNI biasanya berada di lapisan terakhir.
"Protapnya kita sebagai lapisan ketiga, jadi polisi itu kan ada SOP, SOP bila terjadi misalnya emergency response awal itu siapa, apakah Sabhara. Yang seingat saya yang terakhir itu Brimob ketiga, nah kita itu keempat, biasanya begitu. Tapi itu yang menggerakkan adalah dari pimpinan dari Polri di situ yang menerima BKO," imbuh Andika.
Sebelumnya diberitakan, sebanyak 131 orang tewas dalam tragedi Kanjuruhan di Kota Malang, Jawa Timur. Tragedi Kanjuruhan pun menjadi salah satu tragedi paling mematikan dalam sejarah sepakbola.
Penambahan jumlah korban tewas dalam tragedi Kanjuruhan disampaikan Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo. Dedi mulanya mengatakan ada selisih data antara tim Humas Polri dan Dinkes Kesehatan.
Data Polri hanya mencatat korban yang dibawa ke rumah sakit. Setelah dilakukan pencocokan data, ternyata ada 12 korban yang meninggal bukan di fasilitas kesehatan.
"Nonfaskes penyebab selisihnya setelah semalam dilakukan pencocokan data bersama dinas kesehatan, tim DVI, dan direktur rumah sakit," kata Dedi.
Korban meninggal tersebar di tiga rumah sakit. Korban meninggal terdata sebanyak 44 orang di tiga rumah sakit pemerintah, yakni RSUD Kanjuruhan sebanyak 21 orang, RS Bhayangkara Hasta Brata Batu sebanyak dua orang, dan RSU dr Saiful Anwar Malang sebanyak 20 orang.
Lalu 75 korban meninggal dunia terdata di tujuh rumah sakit swasta, yakni RSUD Gondanglegi sebanyak empat orang, RS Wafa Husada sebanyak 53 orang, RS Teja Husada sebanyak 13 orang, RS Hasta Husada sebanyak tiga orang, RS Ben Mari sebanyak satu orang, RST Soepraoen sebanyak satu orang dan RS Salsabila sebanyak satu orang. Kemudian 12 korban meninggal dunia di luar fasilitas kesehatan.
(Gb-Alex01)