Notification

×

Iklan

Iklan

Korupsi Pengadaan Barang di Dinas Pendidikan Provsu, Imam Dituntut 8 Tahun Bui

2 Des 2021 | 18:46 WIB Last Updated 2021-12-02T11:46:42Z


MEDAN, GREENBERITA.com -
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Fauzan Irgi Hasibuan menuntut Direktur CV Mahesa Bahari, Imam Bahariyanto dengan pidana penjara selama 8 tahun dalam sidang yang digelar secara virtual di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan.


Selain pidana penjara, terdakwa Imam juga dibebankan membayar denda sebesar Rp350 juta degan ketentuan apabila tidak dibayar digantikan dengan pidana 6 bulan kurungan.


Imam yang sempat masuk ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dinilai terbukti melakukan korupsi pengadaan barang di Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Sumatera Utara (Provsu) Tahun Anggaran (TA) 2014 senilai Rp4,8 miliar.



“Meminta majelis hakim supaya menjatuhkan hukuman pidana terhadap terdakwa Imam Bahariyanto selama 8 tahun penjara dan denda Rp 350 juta subsider 6 bulan kurungan,” ujar JPU Fauzan Irgi Hasibuan di Ruang Cakra II Pengadilan Tipikor Medan, Rabu, 01 Desember 2021.



Selain itu, JPU dari Kejari Medan tersebut juga menuntut terdakwa untuk membayar Uang Pengganti (UP) sebesar Rp4.838.270.535 dan apabila tidak dibayar serta harta bendanya tidak mencukupi, maka diganti dengan pidana penjara selama 4 tahun.


“Perbuatan terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” pungkas Fauzan Irgi.


Usai mendengar tuntutan, Hakim Ketua, Saut Maruli Tua Pasaribu menunda sidang hingga pekan depan dengan agenda nota pledoi (pembelaan).


Dalam dakwaan JPU Nur Ainun Siregar, Disdik Provsu TA 2014 mendapatkan anggaran untuk kegiatan pelayanan administrasi SMK Negeri Binaan Provsu sebesar Rp43,6 miliar lebih. 


Sebesar Rp12 miliar diantaranya untuk anggaran belanja modal pengadaan revitalisasi peralatan praktik dan perlengkapan pendukung teknik permesinan.


Namun, pencairan yang telah dilaksanakan ke perusahaan tersebut, tidak sesuai dengan fakta sebenarnya sebagaimana disebutkan dalam kontrak. Sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp4,8 miliar. 


(Gb-arifnst)