Notification

×

Iklan

Iklan

Aniaya Remaja, Kader Satgas PDIP Tak Ditahan, LBH Medan: Mencederai Keadilan

27 Des 2021 | 19:57 WIB Last Updated 2021-12-27T12:57:47Z

Kader Satgas Cakra Buana PDIP berinisial HSM (tengah) dihadirkan Polisi saat paparan di Mapolrestabes Medan beberapa waktu lalu.

MEDAN, GREENBERITA-Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan angkat suara terkait sikap Polrestabes Medan, Sumatera Utara, yang tidak melakukan penahanan terhadap kader Satgas Cakra Buana PDIP berinisial HSM.


Diketahui, HSM telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penganiayaan terhadap remaja berinisial F di parkiran minimarket Medan Johor, namun, polisi tidak melakukan penahanan terhadapnya dan hanya dikenakan wajib lapor.


Kepala Divisi (Kadiv) Sipil Politik LBH Medan, Maswan Tambak SH mengatakan secara hukum penyidik diberi kewenangan untuk menahan sesuai pasal 20 Ayat (1) KUHAP, selanjutnya penahanan tersebut dilakukan terhadap perbuatan yang diancam dengan penjara 5 tahun atau lebih sebagaimana pada pasal 21 Ayat (4) huruf a.


"Namun, pada pasal 21 Ayat (4) huruf b mengklasifikasikan beberapa tindak pidana yang tetap dapat dilakukan penahanan sekalipun ancaman hukumannya tidak 5 tahun atau lebih. Salah satunya adalah pasal 351 ayat (1) KUHPidana yaitu tindak pidana penganiayaan," ujar Maswan dalam keterangan tertulisnya, Senin, 27 Desember 2021.


Oleh karena itu, kata Maswan, dengan tidak dilakukannya penahanan terhadap tersangka tentu mencederai rasa adil dari hukum itu sendiri dan masyarakat. 


"Seharusnya penyidik bisa menghubungkan pasal yang disangkakan tersebut dengan pasal 351 Ayat (1) KUHPidana untuk dapat menahan tersangka," sebut Maswan.


Dikatakan Maswan, tentang Pasal 351 ayat (1) KUHPidana itu diancam dengan penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan sedangkan pasal yang disangkakan terhadap tersangka ancaman hukumannya paling lama tiga tahun enam bulan. 


"Artinya, secara filosofis UU Nomor 35 tahun 2014 itu dibentuk untuk memberikan rasa adil dan perlindungan lebih kepada korban dan juga memberikan penghukuman yang lebih berat kepada pelaku. Artinya jika Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana saja dapat ditahan apalagi terhadap pasal 76 C Juncto Pasal 80 Ayat (1) UU  Nomor 35 Tahun 2014 Tentang penangguhan penahanan, penyidik juga punya kewenangan untuk menangguhkan," urainya.


Secara hukum, sambung Maswan, alasan menangguhkan itu memang diatur jelas. Tapi alasan itu sepenuhnya menjadi subjektifitas penyidik. "Oleh karenanya,sekalipun alasan itu menjadi subjektifitas penyidik yang seharusnya tidak boleh disalahgunakan," pungkasnya.


Sebelumnya, Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Hadi Wahyudi mengatakan penyidik sudah bekerja profesional dengan menerapkan Lex specialis derogat lex generali. 


"Penyidik bekerja atas dasar fakta hukum dan aturan hukum yang ada sehingga tidak menabrak undang-undang yang berlaku. Dalam kasus ini penyidik menggunakan UU Perlindungan Anak," katanya.


Hadi menjelaskan bahwa terhadap tersangka tidak dilakukan penahanan karena ancaman pidana penjara di bawah 5 tahun. "Tersangka wajib lapor seminggu 1 kali kepada penyidik. Tapi kasus ini tidak berhenti karena status tersangka tidak ditahan," ujar Hadi.


Diketahui sebelumnya, peristiwa itu berawal saat korban F  berbelanja ke minimarket di Jalan Pintu Air IV, Kelurahan Kwala Bekala, Kecamatan Medan Johor, Kota Medan. 


Kemudian tersangka HSM datang mengendarai Land Cruiser Prado. Saat itu mobil tersangka menyenggol bagian belakang motor korban yang telah terparkir di sana.


Selanjutnya, korban keluar dari minimarket dan meminta tersangka untuk meminggirkan mobilnya. Karena mobil tersangka menghalangi motor korban dan korban ingin keluar. 


Saat itulah tersangka langsung mendatangi korban dan menganiayanya. Tersangka menendang hingga memukuli kepala korban karena sakit hati dengan ucapan korban yang tidak sopan. Peristiwa itu pun terekam CCTV dan viral di media sosial. 


(Gb-arisnst)