Notification

×

Iklan

Iklan

Lembaga Adat Samosir Dikritik, Ini Penjelasan Kadis Kebudayaan Waston Simbolon

2 Nov 2021 | 09:25 WIB Last Updated 2021-11-02T03:35:32Z


SAMOSIR, 
GREENBERITA.com -
Pembentukan Lembaga Adat dan Budaya Kabupaten Samosir menuai Kritikan dari berbagai kalangan baik yang disampaikan melalui media sosial. Seperti diketahui, Pemerintah Kabupaten Samosir melalui Dinas Budpora disoal secara resmi melakukan fasilitasi pembentukan dan pelantikan serta pengukuhan Lembaga Adat dan Budaya Kabupaten Samosir pada Selasa, 19 Oktober 2021 di Hotel Tyesza, Kecamatan Simanindo, Sumatera Utara.
Pada pelantikan pengurus yang diketuai oleh Batahan Siringoringo tersebut, Bupati Samosir Vandiko Timotius Gultom minta Lembaga Adat dan Budaya yang terpilih untuk menjaga dan tetap menjadikan Samosir sebagai pusat peradaban Batak.
Menanggapi kritikan tersebut, Dinas Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Samosir menyampaikan apresiasi terhadap masyarakat yang memberikan masukan dan kritikan tersebut.
Hal itu disampaikan Kadis Budpora Kabupaten Samosir Waston Simbolon pada rilis yang diterima Greenberita pada Senin, 01 November 2021.
"Pertama-tama kami atas nama Pemerintah Kabupaten Samosir, mengucapkan terima kasih atas kritikan tokoh masyarakat dan segenap warga masyarakat atas dibentuknya Lembaga Adat dan Budaya Kabupaten Samosir," ujar Waston Simbolon.
Mantan Kepala Inspektorat Pemkab Samosir ini menilai kritikan ini wujud kepedulian kita dalam pemajuan kebudayaan di Kabupaten Samosir.
Dalam penjelasannya, terkait dasar hukum pembentukan Lembaga Adat dan Budaya Kabupaten Samosir, Waston Simbolon merujuk pada Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah menguraikan Tujuan Nasional Bangsa Indonesia, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Selanjutnya, dalam batang tubuh, khususnya dalam Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa “Negara Memajukan Kebudayaan Nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya”.
Waston Simbolon juga mengutip Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, yang dibunyikan/dituangkan dalam pasal-pasal sebagai berikut: Bab II, Pasal 17: Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan pencatatan dan pendokumentasian Objek Pemajuan Kebudayaan;
Pasal 22 ayat (1) Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah wajib melakukan pengamanan Objek Pemajuan Kebudayaan; Ayat (4)Pengamanan Objek Pemajuan Kebudayaan dilakukan dengan cara: Memutakhirkan data, mewariskan objek Pemajuan Kebudayaan kepada Generasi berikutnya, memperjuangkan Objek Pemajuan Kebudayaan sebagai warisan budaya dunia;
Pasal 24, ayat 1: Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah wajib melakukan pemeliharaan Objek Pemajuan Kebudayaan;
Pasal 26, ayat 1: Pemerintah Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah wajib melakukan Penyelamatan Objek Pemajuan Kebudayaan;
Pasal 28 ayat 1: Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah wajib melakukan publikasi terhadap informasi yang berkaitan dengan inventarisasi, pengamanan, pemeliharaan dan penyelamatan Objek Pemajuan Kebudayaan;
Pasal 29 ayat 1: Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah harus melakukan pengembangan Objek Pemajuan Kebudayaan;
Pasal 32 ayat 1: Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah atau setiap orang dapat melakukan pemanfaatan Objek Pemajuan Kebudayaan;
Pasal 39 ayat 1: Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah harus melakukan pembinaan Objek Pemajuan Kebudayaan.
Pasal 44 huruf g: Dalam Pemajuan Kebudayaan, Pemerintah Daerah sesuai dengan wilayah admninistratifnya bertugas menyediakan sumber pendanaan untuk Pemajuan Kebudayaan;
Dari segi pembiayaan, Pasal 46 menyebutkan dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 44, Pemerintah Daerah sesuai dengan wilayah administasinya, berwenang merumuskan dan menetapkan kebijakan Pemajuan Kebudayaan; Merencanakan, menyelenggarakan dan mengawasi Pemajuan Kebudayaan; Merumuskan dan menetapkan mekanisme pelibatan masyarakat dalam Pemajuan Kebudayaan, dan Merumuskan dan menetapkan mekanisme pendanaan dalam Pemajuan Kebudayaan. "Sehingga sebagai implementasi dan tindak lanjut dari Pasal 46 di atas, maka Pemerintah Kabupaten Samosir merumuskan dan menetapkan kebijakan Pemajuan Kebudayaan di Daerah yakni Peraturan Bupati Nomor 32 Tahun 2021 tentang Pembentukan Lembaga Adat dan Budaya di Kabupaten Samosir, yang juga merupakan turunan dari Perda Kabupaten Samosir Nomor 25 Tahun 2006 tentang Pemberdayaan dan Pelestarian serta Pengembangan Adat Istiadat, Kebiasaan-Kebiasaan Masyarakat dan Lembaga Adat," ujar Waston Simbolon.
Selanjutnya, mantan Kepala Inspektorat Kabupaten Samosir ini menyebutkan dalam Pasal 48 juga disebutkan Pendanaan Pemajuan Kebudayaan menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
"Pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN); Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah (APBD); Masyarakat dan/atau Sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan," ujar Waston Simbolon.
Dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 2017 pada BAB I, Ketentuan Umum, pada point 13 disebutkan Lembaga Kebudayaan adalah Organisasi yang bertujuan mengembangkan dan membina Kebudayaan;
Dan pada point 14 menyebutkan Pranata Kebudayaan adalah sistem yang menata terselenggaranya proses dan kegiatan kebudayaan secara resmi.
Masih dalam undang undang nomor 5/2017 pada Bab IV, pasal 19, ayat (1) menyatakan Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan pencatatan dan pendokumentasian Objek Pemajuan Kebudayaan; lalu ayat (3) Kewajiban melakukan pencatatan dan pendokumentasian oleh Pemerintah Daerah dilaksanakan oleh Gubernur dan/atau Bupati/walikota. Kemudian pada Bab VII, Pasal 84, ayat (1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah harus melakukan Pembinaan Pemajuan Kebudayaan; (3) pembinaan oleh Pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksakan oleh Gubernur dan Oleh Bupati/Walikota Pasal 85, Pembinaan dimaksud dalam pasal 84 dilakukan terhadap Sumber Daya Manusia Kebudayaan, Lembaga Kebudayaan, dan Pranata Kebudayaan yang telah diinventarisasi.
Sedangkan pada Pasal 86; ayat (1) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada pasal 85 dilakukan untuk meningkatkan jumlah dan mutu sumber daya kebudayaan, Lembaga Kebudayaan, dan Pranata Kebudayaan; ayat (2) Peningkatan mutu Sumber Daya Manusia Kebudayaan, Lembaga Kebudayaan, dan Pranata Kebudayaan dilakukan melalui peningkatan kapasitas tata kelola Lembaga Kebudayaan dan Pranata kebudayaan.
Lalu pada Pasal 89 disebutkan Peningkatan kapasitas tata kelola Lembaga Kebudayaan dan Pranata Kebudayaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 86 ayat (2 ) dilakukan dengan pendampingan terhadap Lembaga Kebudayaan dan/atau pengembagangan jejaring antar Lembaga Kebudayaan dan antar Pranata Kebudayaan.
Terkait kearifan lokal Samosir seperti Tradisi Lisan ada umpasa, tonggo-tonggo, huling-huling ansa, dideng-dideng, andung-andung, dan sebagainya), Manuskrip (Buku Laklak, Pustaha, Aksara Batak),
Terkait Adat istiadatnya ada Adat Perkawinan, Adat Kematian, Sistem Kekerabatan, Sistem Pembagian Warisan, Kedudukan istri menurut hukum adat batak, dan sebagainya.
Ada juga Ritus (mangase tao, manabur boni, mangallang babi ambat, horja bius, gondang naposo, dan sebagainya)
Pengetahuan Tradisional, contohnya dampol siburuk, parhalaan, manarong udan, sibaso, pemanfaatan tanaman herbal untuk pengobatan, dan sebagainya,
Teknologi Tradisional, contohnya Arsitektur rumah batak, tenun ulos, mengayam tikar, keranjang, pewarnaan alami ulos, pembuatan alat musik tradisional, memahat, dan sebagainya.
Bidang Seni, contohnya ada Opera Batak, martumba, gondang sabangunan, nyanyian rakyat, manortor, dan lainnya.
Permainan Rakyat, contohnya marsibahe, markatapel, marsukkil, marsitekka, marultop bambu, dsb)
Olahraga Tradisional, contohnya marjalengkat, mossak, marangkat tunjang, lomba solu bolon dan solu parsada-sadaan, dan lainnya.
"Berarti dengan diterbitkannya UU Nomor 5 Tahun 2017, maka Pemerintah Daerah berkewajiban memajukan kebudayaan daerahnya dengan menghidupkan dan menjaga ekosistem kebudayaan yang berkelanjutan (pasal 44, red), merumuskan dan menetapkan kebijakan mekanisme pelibatan masyarakat dalam pemajuan Kebudayaan (pasal 46, red) , yakni dengan menebitkan Peraturan Daerah Kab. Samosir Nomor 5 Tahun 2006 yang sudah terbit sebelum terbitnya Undang-undang tentang Pemajuan Kebudayaan) dan Peraturan Bupati Samosir Nomor 32 Tahun 2021 tentang Pembentukan dan Pemberdayaan Lembaga Adat dan Budaya di Kabupaten Samosir," terang Waston Simbolon.
Waston Simbolon menambahkan bahwa sesuai dengan uraian di atas, maka pembentukan Lembaga Adat dan Budaya di Kabupaten Samosir dapat dijelaskan bahwa Dasar utama dan yang paling penting dalam pembentukan Lembaga Adat dan Budaya di Kabupaten Samosir adalah Sebuah Pengakuan atas kearifan lokal yang telah berakar, dihidupi dan masih hidup sejak dulu sebelum merdeka hingga di era modernisasi dan digitalisasi.
Mantan Asisten Pemkab Samosir ini juga menjelaskan bahwa kedudukan bius di tengah masyarakat Samosir masih memiliki peran penting dalam mengatur tatanan adat istiadat, namun mulai luntur dalam Pemajuan Objek Kebudayaan (10 Objek Pemajuan Kebudayaan).
Dalam UU Nomor 6 Tahun 2014, pada Bab XII pasal 95 dan Permendagri Nomor 18 Tahun 2018 adalah tentang Pembentukan Lembaga Adat Desa, sedangkan Lembaga yang dibentuk saat ini adalah Lembaga Adat dan Budaya yang nantinya dapat mengakomodir Pemajuan Kebudayaan yaitu 10 Objek Pemajuan Kebudayaan di daerah sebagaimana diamanahkan UU Nomor 5 Tahun 2017.
"Bahwa wilayah geografi Bius di Samosir tidak selamanya sama dengan wilayah Pemerintahan Desa, hal ini mungkin disebabkan adanya pemekaran, penggabungan atau penghapusan desa secara pemerintahan, namun tidak secara otomatis merubah wilayah bius; karena dari dulu sampai sekarang wilayah bius masih ada, masih hidup, dan masih diakui, bahkan bistilah saparadaton masih dihidupi/diakui," terangnya lagi.
Menurut mantan Camat Simanindo ini, Bius adalah kearifan lokal dan merupakan kekayaan dan keunikan Suku Batak yang tinggal di Samosir sehingga tidak boleh dihilangkan dan sepantasnya terus dirawat, diestarikan dan di berdayakan bersama untuk memajukan Kebudayaan Daerah. (Gb-ferndt01)