Jumat (2/4/2021) semua Link tautan dan Internet di putus di Myanmar
GREENBERITA.com - Layanan internet nirkabel Myanmar diputus atas perintah militer Myanmar Akses internet itu diputus usai pengunjuk rasa terus menentang ancaman kekerasan mematikan untuk menentang pengambil alihan junta.
Seperti dilansir The Associated Press, Jumat (2/4/2021) diketahui arahan tersebut disampaikan Kementerian Transportasi dan Komunikasi pada hari Kamis (1/4). Menurut pernyataan yang diposting oleh penyedia internet lokal, Ooredo, Kementerian tersebut menginstruksikan bahwa 'semua layanan internet nikabel untuk sementara ditangguhkan hingga pemberitahuan lebih lanjut'.
Setelah berminggu-minggu pemutusan akses internet di waktu malam, pada Jumat (2/4) militer menutup semua tautan link selain yang menggunakan kabel serat optik, yang kecepatannya secara drastis lebih lambat. Akses ke jaringan seluler dan semua nirkabel - opsi yang lebih murah yang digunakan oleh kebanyakan orang di negara berkembang - diblokir,rilis detik.com
Perusahaan telekomunikasi Norwegia, Telenor, salah satu operator terbesar di Myanmar, mengonfirmasi tidak dapat lagi menawarkan layanan nirkabel.
Pemerintah telah menutup semua akses kecuali segelintir media yang dikendalikan sepenuhnya oleh militer. Beberapa dari mereka yang dilarang atau yang operasinya ditangguhkan terus mempublikasikan melalui media sosial atau metode apa pun yang dapat mereka temukan.
Facebook mengumumkan telah menyediakan fitur keamanan untuk memungkinkan pengguna di Myanmar meningkatkan pengaturan untuk mengunci profil mereka untuk mencegah akses dari yang bukan teman. Fitur itu termasuk mencegah non-teman memperbesar, berbagi atau mengunduh profil ukuran penuh dan foto sampul dan melihat pos apa pun di timeline seseorang.
Facebook dan platform media sosial utama lainnya telah melarang anggota militer Myanmar, yang juga dikenal sebagai Tatmadaw, dan memblokir iklan dari sebagian besar entitas komersial yang terkait dengan militer.
Di hari yang sama, sebuah bank Korea Selatan mengungkapkan akan menutup cabangnya di Yangon dan mempertimbangkan untuk membawa pulang karyawan asal Korea Selatan usai pasukan keamanan menembak mati salah satu karyawannya di Myanmar.
Noh Ji-young, juru bicara Bank Shinhan, mengatakan wanita itu ditembak di kepala saat dalam perjalanan pulang kerja dengan mobil perusahaan pada hari Rabu (31/3) dan dinyatakan meninggal pada hari Jumat (2/4).
Bank tersebut tidak mengungkapkan detail informasi lebih lanjut tentang karyawan itu. Kementerian Luar Negeri Korea Selatan tidak segera menanggapi permintaan komentar.
Human Rights Watch (HRW), yang berbasis di New York, mengeluarkan laporan pada hari Jumat yang mengatakan bahwa militer Myanmar secara paksa menghilangkan ratusan orang, termasuk politisi, pejabat pemilihan, jurnalis, aktivis dan pengunjuk rasa dan menolak untuk mengkonfirmasi lokasi mereka atau mengizinkan akses ke pengacara atau anggota keluarga yang melanggar hukum internasional.
"Penggunaan penangkapan sewenang-wenang dan penghilangan paksa oleh junta militer tampaknya dirancang untuk menimbulkan ketakutan di hati para pengunjuk rasa anti-kudeta," kata Direktur HRW Asia, Brad Adams.
"Pemerintah yang prihatin harus menuntut pembebasan semua orang yang hilang dan menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap para pemimpin junta agar bisa meminta pertanggungjawaban," lanjutnya.
(gb-rizal/rel)