Notification

×

Iklan

Iklan

Seperti Lagu itu, "Katakanlah, Katakan Sejujurnya ..."

6 Jul 2020 | 13:06 WIB Last Updated 2020-07-07T02:36:19Z
Oleh Bachtiar Sitanggang

GREENBERITA.com- Mendengar lagu ciptaan Rinto Harahap ini, "Katakanlah, katakana sejujurnya ..." yang dilantunkan dengan suara melengking dan mendayu-dayu oleh Christine Panjaitan, tidak mengenal usia pasti tertarik untuk menikmatinya sampai selesai atau bahkan kalau perlu diulang. 

Selintas lagu itu hanya dikenang sebagai lagu percintaan semata, tetapi di baliknya ada suatu pesan yang mendalam bahwa kita sebagai umat ciptaaNya, harus berani mengatakan ya di atas ya dan tidak di atas tidak.

Apakah Rinto Harahap ketika mencipta lagu tersebut terfokus dalam kaitan cinta saja atau dia sekaligus “berkhotbah” sebagaimana yang tertulis dalam Injil Mateus 5:37 yang menyebutkan “ Jika ya, hendaklah kamu katakana: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakana: tidak. Apa yang lebih daripada itu berasal dari si jahat.” 

Mungkinkah secara tak sadar, juga demikian pers yang memberitakan bahwa, Kepala Kejaksaan Negeri Samosir Budi Herman SH MH mengatakan tentang penolakan instansi yang dipimpinnya  terhadap pendampingan hukum atas permohonan pendampingan hukum yang diajukan Pemerintah Kabupaten Samosir atas proses pengadaan bahan pangan (sembako,red) bantuan social langsung dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara serta distribusi sembako tersebut? (Green Berita.com Jumat 03 Juli 2020).

Pers yang memberitakan hal-hal seperti ini apalagi di era Orde Baru, bisa disebut sebagai mengadu domba pejabat (padugu-duguhon) dengan berbagai risiko baik bagi si wartawan pembuat berita termasuk perusahaan penerbit bisa urusannya panjang dan bahkan sampai penekanan pisik dan pisikis.

Di era reformasi ini sudah jarang  terjadi, yang jelas  pers di Samosir khususnya sudah berani berpihak kepada rakyat dengan mengatakan yang ya itu, ya.  Artinya tidak dibayang-bayangi ketakutan akan mendapat tekanan atau diboikot seperti tidak diundang ke acara resmi instansi yang bersangkutan. 

Di era reformasi ini juga masih ada sifat feodalisme bahwa pemimpin tidak boleh dikritik. Kita lihat apakah pers akan mendapat kritik atau klarifikasi tentang penolakan Kejari tersebut untuk pendampingan pengadaan sembako.

Tetapi tidak hanya pers yang mengikuti lirik lagu di atas, “Katakanlah, katakan sejujurnya….”, Kajari Samosir sendiri menyatakan apa adanya dan bukan ada apanya. Budi Herman menguraikan, penolakan pendampingan hukum itu.

Mungkin di masa lalu, keikut sertaan Kejaksaan  hanya di atas kertas “pelengkap” saja, sehingga terlupa waktu proses pengadaan barng seperti keterangan Kajari: “Mana ada anggota saya ke Medan cuman koordinasi sesudah pendistribusian, harusnya pendampingan hukum itu adalah ketika pengadaan, pembelian, pencarian barang dan penentuan harga”, tegas Budi Herman.

Berdasarkan keterangan di atas, bukan penolakan melainkan tidak diikutkan dari awal, setelah dikerjakan baru diajak kordinasi, apa yang dikordinasikan tokoh sudah didistribusikan.

Apakah ada kaitan dengan proses penyelidikan yang dilakukan Kejari Samosir terhadap penyalah gunaan dana tak terduga penanggulangan bencana non-alam untuk penanganan covid-19 pengadaan 6000 paket sembako dengan anggaran Rp. 410.000.000,- sehingga Kajari sebagai Wakil Ketua Gugus Tugas Covid-19 tidak diundang pada pendistribusian bantuan Percepatan Penanggulangan Covid-19 Provinsi Sumatera Utara di Pangururan Rabu, 1 Juli lalu, juga tidak jelas.

Bagaimana tanggapan pihak Pemkab Samosir apakah ada klarifikasi, sebab tidak mungkin Kajari mencabut keterangannya, atau para “petinggi” duduk bersama meluruskan pemberitaan, dan mudah-mudahan tidak ada yang menyalahkan pers apalagi menuduhnya “padugu-duguhon” pejabat.

Tentang adanya penyelidikan atas bantuan penanggulangan covid-19 oleh Kejaksaan seyogyanya dipercepat prosesnya, terbukti atau tidak, itu perlunya untuk kepastian hukum sekaligus menjaga kepercayaan masyarakat terhadap aparat pemerintah.

Masyarakat Samosir berbanggalah  memiliki penegak hukum yang arif bijaksana serta pers yang bebas dan bertanggungjawab, keduanya berprinsip” Katakanlah, katakana sejujurnya…”, DPRD sebagai pengawas pemerintah dan wakil rakyat serta partai politik sebagai penyalur aspirasi rakyat harus lebih mampu dan mau dari itu. Kita tunggu untuk “Samosir Maju”.***

(Penulis adalah wartawan senior dan advokat berdomisili di Jakarta)