Notification

×

Iklan

Iklan

Mata Guru, Roha Sisean

31 Des 2019 | 12:06 WIB Last Updated 2019-12-31T05:06:47Z
Paripurna Pimpinan DPRD Samosir Yang Baru

Oleh Bachtiar Sitanggang

GREENBERITA.com- Bagi generasi muda dari suku Batak Toba, ungkapan Mata Guru Roha Sisean mungkin tidak asing, sebab sering orang tua batak selalu mengingatkan putra-puterinya untuk hati-hati bertindak dan mengambil keputusan dengan terlebih dahulu menggunakan suara hatinya atau mempertimbangkan sesuatu atas hati nurani. 

Mata guru roha sisean, arti harafiahnya adalah mata harus digunakan sebagai pengajar dan pedoman karena menyaksikan sesuatu, lalu kemudian apa yang dilihat dan disaksikan itu harus dipedomani serta dijadikan pertimbangan bagi murid karena sisean adalah murid atau siswa. 

Dalam bahasa Batak kata sisesan banyak di dalam Bibel, yaitu ke-12 sisean Tuhan Yesus, yaitu 12 murid Tuhan Yesus. 

Dalam buku Umpama Batak Dohot Lapatann A.N. Parda Sibarani menyebutkan “Mata guru, Roha sisean”, artinya: “Dapotan habisuhon do halak molo diparrohahon angka naniidana”. (Seseorang akan memperoleh ke-arif bijaksana-an kalau memperhatikan apa yang dilihatnya, red)

Apakah ada kaitan sebagai koreksi atas keadaan sebelumnya atau hanya sekedar basa-basi ucapan Ketua DPRD Kabupaten Samosir Saut Martua Tamba seperi yang diberitakan Tagar.id (3 Desember 2019) : Ketua DPRD Samosir Janji Tak Akan Mencuri dari APBD. Ketua DPRD Samosir terpilih, Saut Martua Tamba berjanji dalam kepemimpinannya tidak akan mencuri uang rakyat dari APBD Samosir.

Saut Martua Tamba mengatakan itu setelah ia terpilih dalam rapat paripurna anggota DPRD, 29 Nopember 2019. Menurut informasi, bahwa Saut Martua sudah yang ke-dua periode ini menjadi anggota DPRD Samosir dari PDI-P, periode lalu dia sebagai anggota, sekarang Ketua DPRD.

Dengan kata lain dengan penafsiran a contrario, Saut Martua tahu bahwa pada kepemimpinan lain dan atau periode lain ada pencurian uang rakyat hanya saja pada kepemimpinannya period eke depan tidak akan mencuri uang rakyat dari APBD.

Kembali ke perumpamaan di atas mata guru roha sisean tentu Saut Martua Tamba bukan asal bunyi (asbun) pasti karena ada pengamatan sehingga dia berupaya menghindari “perbuatan jahat” sehingga tidak akan mencuri uang rakyat dari APBD itu.

Pertanyaannya, berapa jumlah uang rakyat yang dicuri dari APBD, dan siapa-siapa saja yang mencuri uang rakyat dari APBD, dan bagaimana dirinya sendiri apakah tidak ikut mencuri pada periode lalu? 

Dan bagaimana pihak Kejaksaan Negeri dengan TP4D (Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintah dan Pembangunan Daerah)? Apakah juga ikut bermain seperti ditengarai sehingga harus dibubarkan pada periode Menkopolhukam Mahfud MD dan Jaksa Agung St Burhanuddin?

Memang kalau dibandingkan pembangunan di Samosir dengan daerah lain, sepertinya masih tambal sulan, artinya masih menari poco-poco, dan anggaran seing menutupi kebutuhan dan kebutuhan menelan anggaran, karena PAD yang minim mungkin saja APBD yang menutupi kebuthan rutin, sehingga terjadi “pemelokan” penggunaan anggaran. Apakah pembelokan anggaran sama juga dengan mencuri uang rakyat dari APBD?, Saut Martua Tamba pasti tahu.

Akan tetapi, kalau pembelokan penggunaan anggaran seperti itu terjadi bisa saja atas kebijakan Pemda dan DPRD atau diskreasi Bupati mungkin tidak cocok jadi mencuri uang rakyat dari APBD melainkan persekongkolan struktural/berjamaah.

Sebagai generasi milenial Saut Martua Tamba tergerak hatinya (mallobok taroktokna) menyaksikan pertumbuhan di Kabupaten Samosir sehingga spontan dan tulus dia mengungkapkan tidak akan mencuri uang rakyat dari APBD.

Bagaimana dengan yang lain? Sebab tidak bisa bertepuk sebelah tangan. Kalau Saut Martua Tamba sebagai Dewan, bagaimana dengan eksekutif? Kalau Saut sebagai Ketua bagaimana dengan anggota? 

Saut Martua dari PDI-P bagaimana dengan partai lain? Kalau Saut Martua anak muda yang masih fresh bekerja dan memikirkan masa depan bagaimana dengan orang-orang tua yang gila-gila kedudukan dan kehormatan?

Tidak ada niat untuk meemehkan prestasi dan kinerja berbagai pihak sesuai dengan tugas, fungsi dan tanggungjawabnya dan kita tidak menoleh ke belakang, tetapi kita ingin mengingatkan para pemangku kepentingan di Samosir untuk meningkatkan sinergi dan kinerja, tidak asal jalan auito pilot, tetapi membangkitkan semua potensi dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan, harkat dan martabat masyarakat Samosir terutama generasi muda.

Pemda Samosir boleh memperoleh segudang penghargaan, tapi bukan berarti bebas dari pencurian uang rakyat dari APBD artinya WTP (wajar tanpa pengecualian) hanya satu indikator, tetapi indikator lain adalah keterangan Ketua DPRD terpilih.

Ada baiknya, pimpinan Dewan dari kalangan milenial dibarengi eksekutif yang setara, sehingga memiliki rasa tangung jawab ke masa depan, tidak hanya lima tahun saja. Perlu menjadi perhatian ke depan, agar tidak seperti penati poco-poco.***

(Penulis adalah wartawan senior dan advokat berdomisili di Jakarta).