Notification

×

Iklan

Iklan

Sepasang Petani Lansia Dipenjara Karena Bongkar Pagar di Lahan Sendiri

31 Okt 2019 | 21:54 WIB Last Updated 2019-11-10T13:33:36Z
image
PANGURURAN,GREENBERITA.com- Tragis sekali nasib sepasang suami istri ini, dimasa tuanya mereka berdua harus masuk jeruji penjara hanya karena membongkar pagar diatas tanah yang menurut mereka adalah tanah miliknya.

Parluhutan Nainggolan (67) dan istrinya Rolina Sirait (66) sepasang lansia hanya dapat terduduk lesu ketika ditemui media di sel Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Pangururan Samosir, Rabu (30/10/2019). Parluhutan Naingolan mengatakan dirinya telah ditahan di Lapas Pangururan tanpa pengadilan. 

"Terlepas siapa yang benar dan salah tidak pernah ada berjalan acara pengadilan, tapi kami bisa ditahan di sini," ujar Parluhutan ditemani istri tercintanya.

Awal muka penahanan mereka kata Parluhutan adanya surat penahanan oleh Polsek Nainggolan, Samosir. Pada surat tersebut Rolina dan Parluhutan ditahan sejak 3 September dan dituding melakukan pidana pembakaran atau pengrusakan yang dilakukan secara bersama-sama yang terjadi pada Selasa 3 September 2019 di Sosor Pasir Desa Nainggolan. 

Setelah ditahan di Polsek Nainggolan dan di Mako Polres Samosir masing-masing satu minggu. Lalu kedua pasangan suami istri usia renta ini pun ditahan mulai 29 Oktober 2019 dan ditargetkan sampai 07 Desember 2019 nanti. 

Menurut Parluhutan, dia wajar membuka pagar di lahannya sendiri bersama istrinya. Karenanya merasa jengkel bila polisi menahan mereka tanpa tahu bagaimana historis lahan yang diduduki pagar itu oleh pihak Jusen Parhusip. 

"Kami kok dituduh merusak pagar di ladang kami sendiri dan ditahan dan terkesan ada keberpihakan," ujar Parluhutan Nainggolan.

Parluhutan menjelaskan secara singkat histroris lahan 1 hektar tersebut. Lahan itu menurutnya lahan adat mereka yang pernah digadaikan oleh orang tuanya dengan tukaran beras sebanyak 70 kaleng ke pihak tertentu.

Lalu, saudaranya Marsudin Parhusip menebus lahan itu ke pihak yang digadaikan. Namun, belakangan yang dianggapnya pihak lain yakni Jusen Parhusip justru memasangi pagar bambu di lahan itu, hingga ke lima kalinya. 

Parluhutan membuka lahan itu kembali tahun 2015 lalu dan kemudian mengelolanya. Tahun 2017 Jusen pun mulai memasangi pagar bambu. 

Pemasangan pagar yang dilakukan Jusen Parhusip dibuka oleh Parluhutan hingga keempat kalinya. Dan yang terakhir kelima kali, Parluhutan membakar pagar bambu yang dipasangi Junsen karena meyakini lahan itu hak miliknya. 

Parluhutan dan istrinya pun ditahan polisi dengan alasan melakukan tindakan pengrusakan. "Saya dan istri saya malah ditahan karena dituduh merusak pagar itu, padahal itu kan di lahan saya letaknya,"ujar Parluhutan. 

Atas penahan itu Parluhutan keberatan karena polisi dianggap tidak mengetahui historis lahan dimaksud. Apalagi tanah itu tidak ada dokumen tertulis antara Parluhutan dengan Jusen, lantaran lahan adat. 

"Janggal sekali rasanya ketika saya diperhadapkan dengan pihak Jusen sampai ditahan polisi. Dan anehnya belakangan pada September 2019 ini pihak kecamatan justru mengeluarkan surat Sertifikat Hak Milik (SHM) secara sepihak," tambah Parluhutan. 

Ketika dikonfirmasi media, Camat Nainggolan Barisan Manullang mengatakan untuk kepemilikan lahan tersebut tidak diketahuinya pasti karena tidak ada dokumen tertulis kedua belah pihak. Alasannya, lahan itu merupakan lahan ulayat adat kelompok marga Parhusip di sana.

"Kita enggak tahu karena gimana tanah warisan sama mereka, kalau kedua belah pihak mengklaim itu miliknya, ya mereka mengklaim masing masing,"ujar Camat.

Kata Manullang, sebagai camat dia mengaku telah pernah mepertemukan kedua belah pihak di Kantor Kecamatan. Terkait penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) diakuinya telah diterbitkan bersama kepala desa berdasarkan penandatanganan kedua belah pihak dan penetua-penetua Paehusip.

 "Karena sudah ada pengakuan mereka begitu, juga ada penetua-penetua di sana khususnya kedua belah pihak masing-masing mengklaim miliknya," tambahnya.

Manullang menyebut telah berupaya memediasi kedua belah pihak karena yang bersengketa merupakan pihak yang berkeluarga. Namun, upya yang dilakukan tidak membuahkan hasil dan justru berujung pada pidana yang menyebabkan Rolina dan Parluhutan ditahan.

 Lebih jauh, Sekdes Desa Sosor Pasir Nainggolan Nenty Napitu mengaku mengetahui konflik tersebut hingga penahanan Paeluhutan dan Rolina yang berdasarkan SHM. Disinggung soal penahanan keduanya akibat penerbitan SHM, Nenty enggan berkomentar dan tidak tahu menahu soal lahan meski SHM terbit setelah ada konflik.

"Kalau soal tanah saya tidak tahu,dan untuk beberapa hari ini bapak kepala desa sedang tidak ingin diganggu berhubung mau Pilkades," tutupnya.

Sejauh ini, Kapolsek Onan Runggu AKP Wilson Nainggolan belum bisa memberikan penjelasan terkait penahanan dan kasus tersebut.

(gb-pardo)