Notification

×

Iklan

Iklan

Refleksi Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei 1908

20 Mei 2019 | 20:30 WIB Last Updated 2019-11-10T13:59:00Z
Ario O.P. Pasaribu, S.Pd
Sejarah Lahirnya Hari Kebangkitan Nasional

GREENBERITA.com - Ir. Seokarno pernah berpesan “Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah atau populer dengan sebutan Jasmerah”.

Berdirinya Organisasi Budi Utomo sebagai organisasi pertama kali menggelorakan semangat nasionalisme di Indonesia tidak terlepas dari perkembangan pendidikan barat masa kolonial. Pelaksanaan program pendidikan masa kolonial merupakan bagian dari politik etis yang terangkum dalam program Trias Van Deventer.

Kaum liberal di Eropa membangun narasi-narasi demokrasi, kebebasan dan nilai-nilai kemanusiaan menjadi tanggung jawab moral bagi kesejahteraan bumiputera. Pemerintah kolonial Belanda melakukan program politik etis atau politik balas budi.

Kebijakan ini tidak serta merta memberikan pendidikan secara luas bagi bumiputera. Sesungguhnya ketika itu Belanda hanya membutuhkan tenaga kerja terdidik dan terlatih dengan upah yang murah.

 Adanya pendidikan bagi bangsa Indonesia yang walaupun sangat terbatas dan cenderung diskriminatif, namun mempunyai dampak yang luas dalam bentuk pemikiran, kesadaran, sifat dan arah perjuangan bangsa Indonesia yaitu bagaimana strategi yang lebih baik untuk mencapai kemerdekaan.

Adanya kerinduan dan kesadaran kolektif dari para mahasiswa sekolah kedokteran Stovia di Jakarta mendirikan organisasi Budi Utomo sebagai organisasi yang menjadi perintis pergerakan nasional di Indonesia.

Organisasi yang dirintis oleh Wahidin Sudirohusodo dan didirikan Sutomo, Sutaji, dan Gunawan Mangunkusumo ini pada awalnya, bersifat etnis kerena lebih menfokuskan perhatiannya pada kelompok etnis Jawa terutama dikalangan bangsawan. Oleh kerena itu, Budi Utomo dianggap sebagai pelopor etno-nasionalisme atau kebangsaan berdasarkan suku bangsa.

Akan tetapi dalam perkembangannya, Budi Utomo memperluas keanggotaannya pada semua suku bangsa. Budi Utomo berjuang dalam mengangkat martabat bangsa Indonesia dengan menggerakkan para pelajar dan mahasiswa.

Berdasarkan hasil keputusan kongres Budi Utomo berhasil merumuskan tujuan utamanya yaitu kemajuan yang selaras untuk negara dan bangsa. Hal itu dapat diwujudkan melalui pendidikan dan pengajaran. Selanjutnya, Budi Utomo memperluas pergerakannya dalam bidang politik, yaitu melalui volskraad atau Dewan Rakyat.

 Golongan terpelajar sebagai pelopor pergerakan nasional sadar akan penderitaan yang dialami masyarakat bumiputera akibat kebijakan kolonial. Hal ini berbeda dengan apa yang mereka pelajari tentang nilai-nilai Humanisme, Demokrasi, Sosialisme, dan Liberalisme.

Rasa senasib dan sepenanggungan serta kesadaran akan persatuan dan kesatuan secara nasional muncul dikalangan elite pelajar untuk melawan kaum kolonial. Mereka telah merefleksikan bagaimana hebatnya perjuangan yang terjadi di berbagai daerah, namun belum membuahkan hasil sesuai dengan harapan.

Sadar akan penerapan politik pecah belah atau dikenal dengan istilah Devide Et Impera merupakan senjata yang ampuh untuk melemahkan perjuangan bangsa Indonesia. Atas kesadaran tersebut maka golongan terpelajar mengelorakan semangat nasional untuk menyatukan seluruh elemen bangsa yang terbebas dari identitas etnik dan kedaerahan.

Maka dalam sejarah nasional Indonesia mencatat bahwa pergerakan nasional Indonesia dipelopori oleh organisasi Budi Utomo yang berdiri pada tanggal 20 Mei 1908 diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional.

Bagaimana Kondisi Kebangsaan kita Saat Ini ?

Mencermati kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara akhir-akhir ini, kita dihadapkan banyaknya gerakan yang dilakukan oleh kelompok tertentu yang saling menyudutkan, menyalahkan, menyerang dengan tindakan anarkisme, bahkan mengusik rasa nyaman dalam menjalankan kegiatan keagamaan, yang sesungguhnya dilindungi secara tegas dalam konstitusi kita.

Dampak kemajuan teknologi informasi dan komunikasi sesungguhnya untuk kesejahteraan kita bersama, namun akhir-akhir ini justru menjadi ancaman terhadap persatuan kita. Begitu suburnya berita bohong atau hoaks harus kita lawan dan menjadi musuh kita bersama.

“Jangan biarkan Indonesia hancur karena hoaks kata Prof. Dr. Mahfud MD dalam suatu kesempatan. Kondisi tersebut sangat nyata kita rasakan terutama dalam proses pelaksanaan pesta demokrasi yang baru kita lakukan. Betapa mudahnya perbedaan yang dimiliki bangsa ini dijadikan senjata untuk saling menjatuhkan hanya demi ambisi kekuasaan.

Kondisi tersebut tentu dapat meresahkan dan menjadi penghambat dalam pembangunan di negeri ini, bahkan ada yang mengasumsikan menjadi gejala potensi perpecahan. Kondisi ini dapat memunculkan suatu pertanyaan, masih adakah rasa atau jiwa nasionalisme kita sebagaimana telah digelorakan tokoh-tokoh pergerakan nasional kita?

Siapa yang harus bertanggung jawab akan kondisi ini? Menurut hemat penulis, semua pihak harus memiliki kontribusi sesuai dengan status dan peran masing-masing.
Membangun Kembali Semangat Kebangsaan

 Bila kita menoreh sejarah perjalan bangsa kita, mulai era kemerdekaan sampai saat ini (orde lama, orde baru dan reformasi) bangsa kita sering dihadapkan dengan berbagai permasalahan, ekonomi, keadilan sosial, politik dan pertahanan dan keamanan negara, baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri.

Dalam hitungan bulan setelah kemerdekaan 17 Agustus 1945, Sekutu telah datang untuk mempertahankan status quo. Perjuangan dalam mempertahankan kemerdekaan membuahkan hasil yang ditandai dengan peristiwa pengakuan kedaulatan.

Munculnya pergolakan dalam negeri yang ingin menggantikan idiologi Pancasila dan gerakan-gerakan separatisme di berbagai daerah menjadi permasalahan baru yang harus kita hadapi. Berkat semangat persatuan dan kesatuan seluruh komponen bangsa, cobaan tersebut dapat kita atasi. Maka cukup beralasan jika kita dapat membuat suatu kesimpulan bahwa sesungguhnya bangsa kita adalah bangsa yang kuat dan sudah teruji dalam menghadapi berbagai cobaan yang kita hadapi.

Melihat kenyataan ini, berbagai program dan usaha harus kita lakukan dalam merajut kembali kebersamaan kita sesama anak bangsa. Mengatasi persoalan yang begitu kompleks menjadi tanggung jawab kita bersama.

Marilah saling introspeksi, saling memberikan masukan yang sifatnya konstruktif dan saling mendukung dalam setiap kegiatan yang bertujuan untuk membangun masa depan bangsa. Keadilan sosial dan penegakan hukum menjadi sesuatu yang mutlak untuk dilaksanakan tanpa tebang pilih.

Sosialisasi dan pemantapan kembali idiologi kebangsaan merupakan hal yang sangat prinsip untuk ditegakkan.
Sebagai generasi penerus bangsa, kita harus optimis bahwa bangsa yang kita cintai ini akan maju dan mampu bersaing mensejajarkan diri dengan negara-negara maju. Salah satu hal yang paling mungkin kita lakukan saat ini adalah melalui program pendidikan, sebagaimana roh dari Budi Utomo itu sendiri.

Betapa urgensinya pendidikan sebagai juru kunci dalam menentukan masa depan bangsa Indonesia.

Baru-baru ini sangat viral di media sosial dan media cetak tentang kunjungan anak-anak TK Katolik Santo Bernardus ke TK Aisyah Bustanu Athfal. Sejumlah anak-anak TK yang didampingi guru-gurunya itu tertawa  melihat aksi pelukan anak-anak mereka. Tentu merupakan cara yang sangat baik sejak kecil megajarkan persahabatan, kerukunan dan rasa toleransi.

Banyak contoh sederhana yang dapat kita lakukan namun sangat bermakna dalam merajut kebesamaan. Untuk itu mari membangun narasi untuk menjaga pluralisme, persatuan dan kerukunan. Bangsa ini lahir dari rahim kemajemukan dan bukan milik satu golongan.

Bhinneka Tunggal Ika sudah ada jauh sebelum Indonesia merdeka yaitu sejak zaman Majapahit. Kalimat ini dipakai sebagai motto pemersatu Nusantara, yang diikrarkan oleh Patih Gajah Mada.

Dalam suatu kesempatan Dr. Kartini Sjahrir, antropolog Universitas Indonesia, mengatakan, "Mereka yang sibuk mencina-cinakan orang, membedakan pribumi dan non pribumi, sesungguhnya telah melakukan sebuah kebodohan yang mendasar. Mereka buta akan sejarah bangsa ini. Mereka lupa asal-usul mereka, layaknya kisah Malin Kundang yang durhaka kepada ibunya".

Prof. Dr. Mahfud MD saat jumpa pers pada dialog Kebangsaan di Universitas Islam Indonesia (UII) mengatakan, “Berdosa kita kalau kita abaikan negara ini, karena nanti anak cucu kita tidak akan menikmati kenyamanan seperti ini mana kala kita lalai sekarang ini menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia" tandasnya.

Maka sepatutnya kita menjadikan momen kebangkitan nasional ini untuk melakukan refleksi dan memaknai sejarah perjalanan bangsa Indonesia serta sama-sama untuk saling merangkul antara satu sama lain. Perbedaan itu ada agar kita dapat saling melengkapi dan saling memperkaya.

Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika, sebagai pilar kebangsaan Indonesia. Dulu, kini, dan selama-lamanya. Semoga!

Penulis adalah Tenaga Pendidik di SMP Negeri 1 Sianjur Mulamula, Kabupaten Samosir dan Sedang Menyelesaikan Pendidikan S-2 di Universitas Simalungun.

(Dalam Perspektif Sejarah)
Oleh Ario O.P. Pasaribu, S.Pd