Notification

×

Iklan

Iklan

Penemuan Baru, "Jantung" Bumi Ternyata Lebih Lunak

20 Okt 2018 | 10:09 WIB Last Updated 2018-10-28T00:43:44Z
Ilustrasi Bumi | google
MELBOURNE, GREENBERITA.com - Seorang peneliti asal Australian National University (ANU), Hrvoje Tkalčić dan Thanh-Son Phạm menemukan sebuah metode baru yang memperlihatkan bahwa lapisan inti terdalam Bumi yakni "jantung" planet kita tak sepenuhnya seperti yang dipahami selama ini.

Menurut perhitungan mereka, lapisan terdalam Bumi kita ini lebih lunak dari yang diperkirakan sebelumnya.

Metode baru yang diterbitkan dalam Jurnal Science pada Jumat (19/10/2018) memicu pertanyaan: apa yang terjadi di lapisan Bumi tersebut?

"Kita selama ini berpikir inti tersebut berupa besi murni yang solid. Ternyata hal itu tak dapat dipastikan," terang Louis Moresi, seorang ahli geofisika dari University of Melbourne.

Temuan baru, kata Moresi yang tak terlibat dalam penelitian tersebut, membuat pemahaman ini jadi terbuka. Untuk memahami struktur yang ada di dalam perut Bumi, para seismolog menganalisis gelombang seismik akibat gempa bumi.

"Setelah gempa bumi besar, Bumi berosilasi, seperti lonceng," tambahnya.

Jaringan global dari instrumen yang disebut seismometer menangkap getaran yang bergerak mengelilingi dan melalui Bumi. Teknik ini sama sekali tidak baru; sebab seismometer telah dikenal sejak tahun 1880.

Hingga tahun 1930-an, para ilmuwan percaya bahwa perut Bumi menyimpan bebatuan cair di tengahnya, diselimuti mantel padat dan ditutup lapisan kerak.

Setelah gempa magnitudo 7,29 tahun 1929 di Selandia Baru, instrumen seismometer di Eropa mencatat gelombang yang tak mungkin terjadi jika inti Bumi itu cair.

Ahli seismologi Denmark Inge Lehmann menduga bahwa pasti ada komponen padat di suatu tempat dalam perut Bumi. Lalu, pada tahun 1936, Lehmann menerbitkan hasil penemuannya: Bumi memiliki inti terdalam.

Beberapa tahun kemudian, fisikawan AS Francis Birch menemukan teori bahwa inti terdalam Bumi ini terbuat dari besi padat.

Sampai kini orang menganggap bagian luar inti terdalam yang cair diatur dalam kolom yang berputar, menghasilkan medan magnet Bumi.

"Carian berputar ini menghantarkan listrik dan menghasilkan medan magnet. Semacam dinamo tersendiri seperti yang kita lihat pada Matahari dan Jupiter," kata Profesor Moresi.

"Jika ingin mempelajari inti terdalam, kita harus belajar bagian luarnya terlebih dahulu, sehingga memang lebih sulit," terangnya.

Gempa bumi memicu dua jenis gelombang seismik

Pertama, Gelombang P (primary waves) yaitu gelombang berputar dari kompresi yang bergerak melalui material, baik yang padat, cair, maupun gas.

Kedua, Gelombang S (secondary waves), yaitu gelombang yang mengguncang lapisan tanah secara vertikal atau horisontal, dan hanya bisa bergerak melalui material padat.

Untuk menyelidiki inti Bumi, para peneliti ini menganalisis bagaimana Gelombang S dan P memantul di sekitar, dan melalui, Bumi.

Selama beberapa dekade, para seismolog telah berusaha menemukan tanda-tanda Gelombang S di inti terdalam. Kecepatan gelombang ini dapat menginformasikan kekakuan suatu material.

Meski tak dapat bergerak melalui lapisan luar inti terdalam yang cair, Gelombang S mereka berada di inti terdalam yang padat.

Hal diketahui karena saat Gelombang P bergerak melalui lapisan luar menuju inti terdalam, sebagian energinya diubah menjadi Gelombang S.

Gelombang S itu merambat melalui inti terdalam sampai memukul lapisan luar yang cair, di mana gelombang ini diubah lagi menjadi Gelombang P.

Untuk memperoleh informasi tentang Gelombang S ini, Profesor Tkalčić dan mahasiswa PhD Thanh-Son Phạm, menganalisis kembali data gempa bumi berkekuatan 6,8 lebih yang terjadi antara 2010 dan 2016.

Mereka menganalisis kesamaan-kesamaan pada bentuk-bentuk gelombang.

Analisis mereka dirumuskan dalam konstruksi matematika yang disebut "global correlograms". Rumus itulah yang dipakai menghitung kecepatan Gelombang S melewati inti terdalam.

Ditemukan bahwa Gelombang S ternyata lebih lambat sekitar 2,5 persen dari perkiraan sebelumnya. Karena Gelombang S bergerak paling cepat melalui material yang kaku, maka diperkirakan inti terdalam lebih lembut juga.

Prof Tkalčić mengakui, perhitungan mereka tidak dapat memastikan hal itu. Mungkin sifat intrinsik dari besi pada kondisi panas dan tertekan di pusat Bumi.

Atau bisa juga kantong-kantong zat cair, diperkaya unsur-unsur lebih ringan, yang terperangkap di inti terdalam.

Peta isi perut Bumi

Menurut Prof Moresi, dengan mengetahui isi perut Bumi secara lebih baik, pakar geofisika kini bisa mempertajam model-model referensi mereka.

"Jika kita mengukur gelombang yang menembus atau memantul dari inti terdalam, kita dapat menggunakannya untuk pencitraan di tempat lain," jelasnya.

Memahami sifat-sifat inti terdalam juga membantu memastikan apakah dia berputar lebih cepat dibandingkan lapisan atasnya.

Mungkin kita akan mendapatkan gambaran lebih akurat dalam beberapa tahun mendatang.

Profesor Tkalčić dan timnya berencana membangun jaringan seismometer di Pulau Macquarie dan sekitarnya, antara Selandia Baru dan Antartika. Area ini mengalami banyak sekali gempa bumi.

Eksperimen bertahun-tahun itu tak hanya membantu kita memahami apa yang terjadi dalam lapisan tanah. Tapi itu juga akan menambah pengetahuan kita tentang inti terdalam atau "jantung" Bumi.

Prof Tkalčić menyebut eksperimen ini sebagai "teleskop besar yang mengarah ke pusat Bumi". (GB/oz)