Notification

×

Iklan

Iklan

Nafkah Anak Diduga Tak Dipenuhi, Muncul Kritik terhadap Oknum Anggota DPRD Samosir

6 Des 2025 | 18:28 WIB Last Updated 2025-12-06T11:37:13Z

Ruth Naibaho bersama beberapa tokoh Naibaho temui Kasat Reskrim menanyakan perkembangan Laporan Dugaan pidana penelantaran anak oleh Oknum Anggota DPRD Samosir (30/9- photo Greenberita)

GREENBERITA.com– Kontroversi publik di Samosir mencuat pasca putusan Pengadilan Negeri Balige dalam perkara perceraian nomor 114/Pdt.G/2024/PN.Blg, yang melibatkan seorang oknum anggota DPRD Samosir. Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap ini menjadi perbincangan luas karena menyangkut tanggung jawab nafkah anak yang dibebankan kepada pejabat publik tersebut.

Putusan perceraian antara PS dan Ruth Rinasari Naibaho mengatur tiga poin penting: perceraian dinyatakan sah, hak asuh tiga anak diberikan kepada ibu, dan ayah diwajibkan memberi nafkah Rp 10 juta per bulan. Angka ini ditetapkan sebagai bentuk tanggung jawab sesuai UU Perkawinan dan UU Perlindungan Anak, yang menegaskan bahwa kewajiban orang tua tetap berjalan meski terjadi perceraian.

Praktisi Hukum di Samosir, Boris Situmorang SH, membenarkan bahwa putusan ini menjadi topik hangat karena pihak yang diwajibkan memberi nafkah adalah seorang oknum anggota DPRD. 

"Dan menurut aturan perdata, jabatan publik tidak mengubah atau menghapus kewajiban nafkah karena itu adalah hak anak, apalagi telah diputuskan hakim, karena semua warga negara dianggap sama di hadapan hukum," tegasnya.

Boris menilai pelaksanaan putusan menjadi hal mendasar terutama ketika menyangkut masa depan anak. 

"Hal ini bukan untuk menilai pribadi siapa pun, tetapi sebagai refleksi warga yang peduli pada kepastian hukum dari sebuah putusan inkracht, ya itu artinya sudah final. Tidak peduli siapa pun orangnya, kewajiban orang tua tetap jalan. Yang paling penting itu anak,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa masyarakat umumnya memandang pejabat sebagai teladan dalam mematuhi aturan. 

“Sebagai warga biasa, saya berharap semua berjalan lancar. Bukan soal menyalahkan, hanya berharap kewajiban untuk anak tidak tertunda. Karena kebutuhan anak tidak bisa menunggu,” katanya.

Terkait kemungkinan tidak dipenuhinya kewajiban nafkah, Boris menjelaskan adanya konsekuensi hukum. 

"Secara perdata, Pengadilan akan memberikan teguran (aanmaning), dan bila kewajiban tetap belum dipenuhi, tersedia jalur eksekusi termasuk penyitaan harta sesuai aturan HIR dan PERMA No. 1 Tahun 2016, dan secara pidana dapat dikategorikan penelantaran anak," jelasnya. 

Ia menegaskan bahwa proses tersebut berlaku untuk seluruh warga negara. "Tidak ada perlakuan khusus, tidak ada kekebalan, dan tidak ada pemotongan gaji otomatis tanpa proses pengadilan," tambahnya.

Boris memahami mengapa kasus ini menjadi sorotan warga karena menyangkut hak anak dan melibatkan tokoh publik. 

"Apalagi selain sebagai seorang oknum anggota DPRD, pihak Laki-laki adalah seorang tokoh pemuda keagamaan di Samosir," katanya.

Ia kembali menegaskan bahwa perceraian diperbolehkan oleh hukum, namun tanggung jawab orang tua terhadap anak tetap melekat.

 “Saya percaya semua orang mau yang terbaik untuk anaknya. Hukum itu hanya mengingatkan supaya hak anak terjamin," pungkas Boris Situmorang.

Terpisah, pihak perempuan dalam putusan PN Balige, Ruth Naibaho, mengaku belum pernah menerima kewajiban nafkah sebagaimana diperintahkan hakim. 

"Sampai saat ini setelah putusan hakim, sudah 7 bulan belum pernah menerima sekalipun kewajiban sang Ayah untuk memberikan nafkah Rp 10 juta per bulan," tegasnya.**(Gb-Ferndt01)