Notification

×

Iklan

Iklan

Dugaan Penyelewengan Anggaran PLN Harus Diusut KPK, 'Tangkap Darmo dan Yusuf Didi!'

26 Sep 2025 | 21:18 WIB Last Updated 2025-09-26T16:43:03Z

 

Direktur LHC PLN Yusuf Didi Setiarto hadir saat acara launching Justicia Marathon 2025 gelaran Iluni FHUI yang disponsori PLN Mobile/foto: ist


GREENBERITA.com-Jakarta || Berbagai isu negatif khususnya mengenai dugaan korupsi dan penyelewengan anggaran secara masif terus menerpa PT PLN (Persero). Apalagi indikasi itu muncul di saat perusahaan BUMN itu tengah memikul beban hutang yang terus membengkak hingga mencapai ratusan triliun. 


Di balik itu semua, dua tokoh sentral di PLN yang paling disorot adalah Darmawan Prasodjo alias Darmo sang Direktur Utama dan tentu 'sohib' kentalnya Yusuf Didi Setiarto, yang duduk sebagai Direktur Legal & Human Capital.


Namun berbagai program besar yang mereka gaungkan untuk membesarkan PLN, nyatanya jauh dari fakta. Sebaliknya, dengan 'power' yang mereka miliki, kedua orang dekat mantan Presiden Jokowi yang sempat duduk sebagai Deputi 1 dan Deputi 2 KSP ini, justru terindikasi mengeruk keuangan PLN dengan berbagai modus.


"Keberhasilan apa yang sudah dibuat Darmo dan Yusuf Didi selama mereka memimpin PLN, coba jujur. Yang ada keuangan PLN terus defisit dan hutang PLN terus membengkak," kecam Koordinator Nasional Relawan Listrik Untuk Negeri (Kornas Re-LUN) Teuku Yudhistira ketika dikonfirmasi wartawan di Jakarta, Jumat (26/9/2025).


Kata Yudhis, sejak awal pihaknya terus menyoroti berbagai dugaan penyimpangan di PLN yang diprediksi membuat negara merugi hingga ratusan miliar. 


Ketua Umum Ikatan Wartawan Online (IWO) ini menyebutkan, penyimpangan itu diantaranya penghargaan berbayar, kontrak di divisi komunikasi yang dimonopoli perusahaan tertentu yang kini tengah ditangani penyidik Kortas Tipikor Mabes Polri, dugaan CSR yang tidak tepat sasaran serta menggilanya praktik nepotisme dengan mengatasnamakan profesional hire (prohire) karena yang direkrut rata-rata kerabatnya.


"Dari sekian kasus yang kami dorong ke ranah hukum yang paling mencolok adalah kasus sewa pembangkit dengan daya 3 Giga Watt (GW) senilai Rp50 triliun yang dilakukan PLN," tegasnya 


Untuk diketahui, proses sewa pembangkit yang sebelumnya tertutup rapat ini, mulai tersiar setelah proses sewa berlangsung selama 10 bulan. Kontrak atau sewa pembangkit itu dikabarkan berlangsung selama 5 tahun. 


Ironisnya lagi, berdasarkan informasi, di balik sewa pembangkit itu, diduga kuat ada aliran 'fee' dengan nilai 'jumbo' dengan angka mencapai triliunan rupiah yang mengalir ke oknum tertentu di perusahaan plat merah tersebut.


"Sangat gila jika ini fakta, dan aparat penegak hukum mulai dari KPK, Kejaksaan Agung hingga Kortas Tipikor Mabes Polri hanya diam," ujarnya. 


Yudhistira mengaku, untuk permasalahan tersebut juga, setelah mendapat informasi pihaknya langsung melakukan koordinasi dengan pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Danantara.


"Kami dari Re-LUN sudah menyampaikannya langsung kepada pihak KPK dan sudah berkomunikasi langsung dengan COO Danantara Pak Donny Oskaria. Keduanya merespons informasi itu dan segera menyelidikinya," ungkapnya.


Re-LUN sendiri, kata Yudhistira, dalam waktu dekat secara resmi akan melakukan laporan ke KPK agar kasus sewa pembangkit yang jelas-jelas pemborosan anggaran negara dan menyebarkan aroma korupsi ini bisa segera diusut tuntas.


"Hal-hal seperti ini tidak bisa dibiarkan, karena jelas telah mencium kerugian negara dalam jumlah besar. Jangan sampai PLN yang terus merugi tapi pejabatnya justru makin tajir. Praktik seperti ini harus segera dihentikan," tegasnya.


Kemudian, sambung Yudhis, lain Darmo, lain pula permainan Yusuf Didi Setiarto. Selain memiliki kemampuan untuk mengutak atik jabatan pegawai di PLN karena sesuai bidangnya, ia juga yang mengatur urusan jasa pendampingan hukum eksternal (Legal) yang dibutuhkan PLN.


Tak heran, sejak menjabat sebagai Ketua Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia (Iluni FHUI), untuk proyek jasa pendampingan yang nilainya mencapai miliaran rupiah itu, nyaris dimonopoli oleh pengacara alumni 'yellow jacket'.


Sejak pencalonannya sebagai ketua, lanjut Yudhis, Yusuf Didi sudah menggelontorkan anggaran jumbo. Tujuannya jelas, agar menarik dukungan dirinya agar dianggap totalitas dalam membesarkan ikatan alumni.


"Terbaru, Yusuf Didi terkesan sengaja menggunakan kewenangannya untuk mensponsori kegiatan Justicia Marathon yang akan berlangsung pada 5 Oktober 2025 mendatang. Tidak tanggung-tanggung, PLN menjadi sponsor utama dengan menggelontorkan anggaran mencapai miliaran rupiah. 


Mirisnya lagi, kegiatan tersebut akan berlangsung dikawasan Gedung DPR MPR yang notabene merupakan rumah rakyat dalam menyampaikan aspirasi, bukan tempat event hura-hura. 


"Padahal, dengan uang miliaran tersebut dapat digunakan untuk melistriki bagi masyarakat indonesia yang belum menikmati listrik. Hal ini jelas pastinya dapat memicu conflict of interest dan pertanyaannya, apa feedback yang diperoleh PLN dari kegiatan itu. Semestinya miliaran rupiah tersebut lebih untuk kebutuhan masyarakat luas," tandasnya.


"Untuk menghentikan kejahatan tersebut, KPK atau aparat penegak hukum lainnya harus segera turun tangan. Tangkap Darmawan Prasodjo dan Yusuf Didi Setiarto, jangan biarkan PLN hancur. Presiden Prabowo juga kami desak untuk segera mencopot keduanya dan direksi lain yang terindikasi menyelewengkan anggaran PLN secara nyata," pungkas Yudhis.


Sementara itu, Darmo dan Yusuf Didi Setiarto yang berulang kali dikonfirmasi melalui pesan singkat WhatsApp, justru melakukan gerakan bungkam. (Aamiin)