GREENBERITA.com- Toba Caldera ditetapkan sebagai UNESCO Global Geopark sejak 10 Juli 2020 . Sebagai warisan geologi, budaya, dan hayati, ia menyimpan potensi besar untuk pengembangan pariwisata berbasis geosite, pendidikan, konservasi dan peningkatan ekonomi masyarakat lokal serta pembangunan berkelanjutan di kawasan Danau Toba.
Geosite adalah lokasi atau situs yang memiliki nilai geologis penting dan menjadi bagian dari suatu Geopark. Dalam konteks UNESCO Global Geopark (UGGp), geosite merupakan elemen utama yang merepresentasikan warisan geologi yang memiliki nilai ilmiah, pendidikan, dan estetika tinggi atau area dengan nilai warisan geologi dan budaya internasional, yang menampilkan batuan, bentang alam, dan cerita dari proses Bumi ribuan hingga jutaan tahun lalu, dan kawasan yang diakui UNESCO karena nilai geologinya, dengan perhatian pada pelestarian, edukasi, dan pemberdayaan lokal
Toba Caldera Unesco Global memiliki 16 Geosite tersebar di tujuh kabupaten, diwujudkan sebagai titik penting proses vulkanik, erosi, dan kehidupan geologis yang membentuk Danau Toba.
Tantangan Utama pada September 2023, UNESCO mengeluarkan “kartu kuning” karena adanya kekurangan signifikan dalam: Koordinasi pemangku kepentingan, Standarisasi interpretasi geosite dan fasilitas pendukung yang belum memadai, Minimnya riset dan edukasi publik, Keterlibatan antar-forum UNESCO Global Geopark yang rendah.
Revalidasi dijadwalkan pada 21-25 Juli 2025, namun pada Juni 2025 masih terdapat banyak geosite yang belum memiliki panel interpretasi, branding, maupun infrastruktur dasar lainnya.
Untuk itu tulisan ini dimaksudkan sebagai pendorong untuk memanfaatkan waktu yang sempit ini melengkapi secara cepat dan koloborasi semua pihak yang terkait sesuai komitmen Gubernur Sumatera Utara dan 7 Bupati sekawasan Danau Toba yang telah ditandatangani pada 30 Juni 2025 bulan yang lalu.
Dan pada tanggal 8 Juli 2025 pada pembukaan Seminar Internasional tentang Geoark di Hotel Khas Parapat Gubernur berterus terang mengakui baru 2 Bupati dari 7 Bupati yang sudah berbuat sedangkan 5 Bupati yang lain masih belum kelihatan berbuat sesuai dengan komitmen bersama.
Landasan Regulasi
Berdasarkan Pergub Sumut No. 5/2024 Pasal 20, pengelolaan geosite dilakukan melalui Kelompok Kerja yang berada di bawah Manager Divisi Pengelola Warisan Geologi, Keragaman Geologi, Biologi, dan Budaya.
Tujuannya adalah mendukung tugas teknis dan substansi manajerial geopark.
Mengapa Profesionalisme Diperlukan?
Profesionalisme dalam pengelolaan geosite sangat penting untuk: Menjamin kelestarian jangka panjang kawasan geologi, hayati, dan budaya, dan meningkatkan citra dan kualitas pengalaman wisata.
Menghasilkan manfaat ekonomi nyata bagi masyarakat lokal. Memenuhi standar UNESCO, menjaga status sebagai UGGp.
Peran Strategis Kelompok Kerja
Kelompok kerja bertugas melakukan:
Perencanaan strategis jangka pendek dan panjang.
Kolaborasi lintas sektor—pemerintah, akademisi, dunia usaha, dan masyarakat.
Peningkatan kapasitas SDM lokal lewat pelatihan dan study banding.
Monitoring & evaluasi berkala terhadap kualitas pengelolaan.
Standarisasi interpretasi dan branding geosite demi visibilitas.
Persyaratan Kesuksesan
Untuk mencapai pengelolaan berkelanjutan yang berhasil, dibutuhkan: Dukungan menyeluruh dari Tingkat desa, kecamatan, dan Kabupaten. Dan memiliki Masterplan yang legal dan terintegrasi ke RPJMD 7 Kabupaten dan Provinsi Sumatera Utara bahkan RPJM Tingkat Nasional (bukan sekadar retorika), kemudian partisipasi aktif masyarakat di seluruh tahap. Serta Implementasi model Pentahelix: lembaga pendidikan, R&D, investor, asosiasi pariwisata (HPI/ASITA/PHRI), dan media.
Perlu dukungan pembiayaan untuk Kelompok Kerja dalam pengelolaan Geosite yang be3rhasil dan berdaya guna, dengan mengacu pada Payung Hukum:Perpres RI No 9/2019 Pasal 23: pendanaan dapat berasal dari APBN, APBD, dan sumber sah lainnya. Dan diatur oleh Pergub Sumut 2024 Pasal 36: danau Toba UGGp didanai dari APBD dan sumber sah yang tidak mengikat.
Studi Banding diJeju Island, Korea Selatan
Jeju dikelola secara profesional oleh tim multidisiplin, mengintegrasikan:
Pelestarian lingkungan dan budaya Haenyeo, didukung infrastruktur interpretatif (trail, marker, information center), membangun Kemitraan kuat lintas sektor dan internasional. Model ini menghasilkan keseimbangan yang baik antara konservasi dan ekonomi lokal, serta menjadi contoh keberhasilan geopark global .
Rekomendasi Strategis adalah untuk meraih “green card” UNESCO, disarankan:
Bentuk Kelompok Kerja Profesional dengan kualifikasi jelas dan mekanisme rekrutmen transparan.
Susun Roadmap Pengelolaan Berkelanjutan mencakup konservasi, edukasi, dan ekonomi, serta evaluasi berkala.
Pemberdayaan Masyarakat melalui pelibatan langsung dalam interpretasi, guiding, dan pengelolaan.
Kembangkan Geowisata Berbasis Geosite: tur edukatif, pusat informasi, jalur interpretatif.
Kemitraan Internasional & Swasta: twin geopark, forum UNESCO/APGN, investor, lembaga R&D, dan media global.
Kesimpulan dan Harapan
Geosite Toba Caldera adalah aset strategis nasional dan global. Profesionalisme dalam pengelolaan—mulai dari struktur kelembagaan, dukungan pendanaan yang cukup, komunitas lokal yang aktif, hingga kolaborasi internasional—adalah kunci meraih kembali “green card” dan menjaga status geopark berkelas dunia. Momentum sekarang menentukan apakah Toba akan menjadi geopark lestari, mendunia, dan bermanfaat bagi masyarakat lokal. Saatnya bergerak bersama demi Toba yang berkelanjutan dan bermartabat.
Tulisan ini diharapkan memberikan kerangka kerja yang jelas dan inspiratif bagi pengelolaan Geosite Toba Caldera UGGp dan mampu berbuat dalam waktu yang tinggal hitungan hari.***
(Penulis adalah Ketua Pusat Studi Geopark Indonesia/Penggiat Lingkungan)