Notification

×

Iklan

Iklan

Harga Beras Cetar Melayang, Apa Sebab?

29 Feb 2024 | 13:57 WIB Last Updated 2024-02-29T06:57:21Z
 
Benny Pasaribu 


GREENBERITA.com- Harga beras dan komoditas pangan lainnya terus dipersoalkan karena meningkat tanpa halangan. Kebijakan bagi-bagi Bansos dan operasi pasar belum efektif menurunkan harga.


Berbagai alasan terjadinya persoalan yang dilontarkan oleh aparat pemerintah, termasuk oleh Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), di antaranya sebagai akibat dari perubahan iklim, termasuk Elnino, krisis air dan suhu yang lebih panas. Bersamaan dengan itu terjadi masa panen mundur. Akibatnya stok beras di masyarakat terus menipis.  


Ditambahkan bahwa semua negara menghadapi persoalan yang sama.

Tulisan ini sebenarnya ingin mendapat keterangan lebih lanjut dari pihak pemilik otoritas. Jika semua negara menghadapi masalah Elnino atau perubahan iklim, mengapa masih banyak negara justru berhasil memproduksi beras hingga surplus seperti biasanya, termasuk Thailand dan Vietnam? Bahkan di berbagai negara tidak terjadi kenaikan harga beras setinggi di Indonesia. Jangan-jangan persoalan ini terjadi karena negara lain lebih mampu mengantisipasi akibat dari Elnino atau perubahan iklim. Hal ini perlu penjelasan lebih lanjut.


Saat ini masa panen sudah mulai di berbagai tempat. Jika data produksi bisa diprediksi lebih akurat maka dari sekarang sudah bisa diprediksi kenaikan permintaan untuk menghitung adanya surplus atau masih defisit. Bagaimmana kesiapan BULOG untuk membeli gabah/ beras dari petani? Konon ada informasi bahwa immpor sudah kadung masuk gudang Bulog. Apakah masih ada gudang yang bisa menampung surplus panen dari petani di daerah tertentu?


Pertanyaan ini sebagai diskursus untuk lebih memahami mengapa selama ini tingkat harga yang melayang tinggi tersebut tidak pernah bisa dinikmati oleh petani kita? Petani akhirnya cenderung mengalami double zeopardy – masa paceklik beli beras dengan harga tinggi dan masa panen harga melorot ke bawah. Apakah kaum milenial dan generasi Z akan tertarik jadi petani? Apakah memang hanya Impor sebagai solusi dari setiap perosoalan ini? Jangan-jangan bisa jadi alternatif solusinya, seperti memberikan tambahan insentif kepada petani dan mencari bibit dan pupuk yang cocok untuk lahan kering (luasnya masih puluhan juta hektar). Memang bangsa ini perlu kerja lebih keras dan smart. 


Penulis: Pegiat Pertanian dan aktivis HKTI.