Notification

×

Iklan

Iklan

Anak SD Terbelakang Mental Diperkosa Hingga Hamil, Mati Rasa kah Kita?

6 Apr 2023 | 19:01 WIB Last Updated 2023-04-06T12:01:06Z
Oleh Bachtiar Sitanggang

GREENBERITA.com- Siapapun menurut hemat saya, akan tertegun membaca headline Greenberita, 4 April 2023, dengan Judul “Kunjungi Anak Korban Pemerkosaan, Ria Gurning Minta Polres Samosir Tangkap Pelaku”. 


Berita tersebut menyangkut seorang anak gadis Kelas VI SD (usia 14 tahun) dengan kondisi keterbelakangan mental hamil 7 bulan korban perkosaan, tanpa perhatian dari siapapun selain pemerhati sosial budaya Ria Gurning.


Di era digital dan media sosial saat ini “jarum saja jatuh” kedengaran di mana-mana, kok ada anak di bawah umur diperkosa dan hamil 7 bulan tidak ada perhatian dari pihak-pihak yang bertanggungjawab apalagi penegak hukum? 


Pada hal sejak beberapa bulan lalu Bupati dan Wakil Bupati Samosir gencar melakukan “Bunga Desa” (Bupati Ngntor di Desa), apakah masalah-masalah menyangkut etika dan moral seperti pemerkosaan ini tidak masuk dalam program “Bunga Desa” itu? 


Apakah hanya menunjukkan “kebaikan” pemimpin dan “kesetiaan” warga menyambut dengan acara yang ‘gemerlap dalam ukuran desa” sebagai pencitraan?


Kita tahu begitu dekatnya Polri dengan masyarakat saat ini dengan Presisi-nya Kapolri sehingga tanggap dan peka terhadap persoalan di masyarakat.


Sebagaimana biasanya, menjelang atau di tahun politik seperti sekarang ini begitu dekatnya anggota DPRD dan partai politik ke masyarakat, dan itu juga pasti terjadi di Kabupaten Samosir, mengapa perhatian trhadap kasus ini terabaikan.


Mengapa kasus anak di bawah umur korban perkosaan yang terjadi di Kecamatan Sianjur Mula-mula baru terungkap setelah pemerhati sosial budaya mengunjungi korban Senin 3 April lalu?


Di mana media massa? Apakah cukup jadi  alat atau corong pejabat dan tokoh masyarakat, karena sibuknya abai dengan penderitaan dan penyakit masyarakat? 


Betapa sibuknya anggota DPRD sebagai penampung dan penyalur aspirasi rakyat, apakah tidak ikut apakah bersuara hanya kalau kepentingannya terusik seperti Penggelapan dana Samsat, apa tidak ikut di dalamnya membela hak-hak korban dari kejahatan?


Segudang pertanyaan itulah maka di awal tulisan ini saya mulai dengan "SIAPAPUN., akan tertegun membaca berita....” dengan judul “Mengurangi Mati Rasa”. 


Karena menurut hemat saya adalah amat sangat lambat apabila kasus anak perempuan kelas VI SD dengan keterbelakangan mental hamil 7 bulan, sudah melaporkannya ke Polres Samosir  Laporan Polisi LP/B-13/I/2023/SPKT/POLRES SAMOSIR/POLDA SUMUT pada tanggal 07 Januari 2023 yang lalu, terabaikan. 


Ada apa, apakah kita semua telah “mati rasa?” 


Memang tidak jelas, apakah Polres sudah memeriksa yang diduga pelaku atau belum, karena pihak keluarga hanya mengeluhkan bahwa yang diduga pelaku belum ditangkap. Karena bisa saja diperiksa tapi belum jadi tersangka (ditangkap).


Namun dari penjelasan Kapolres Samosir AKBP Yogie Hardiman, S.Ik, MH, "Mohon maklum dengan situasi saat ini, kita akan tindaklanjuti laporan tersebut usai kegiatan di Mapolda ya bang," dan keterangan Kasat Narkoba Polres Samosir AKP Natar Sibarani SH "Benar ada laporan tersebut, memang agak rumit terkait kasus itu, kita sudah koordinasi dengan jaksa dan meminta dilakukan tes DNA, karena belum tau pelaku nya dan kita masih mendalami siapa pelakunya."


Oleh karenanya, belum sudah ada atau belum penanganan pro yustisia, sesuai dengan keterangan AKP Natar Sibarani, apakah harus menunggu tes DNA baru disidik atau sudah disidik tetapi menunggu tes DNA? 


Lain lagi keterangan keluarga yang katanya harus menyediakan ahli bahasa, seperti keluhan Mamak Tua korban. Pertanyaan, apakah harus keluarga yang menyediakan keperluan penegakan hukum, biasanya adalah urusan negara.


Kita sadar betapa sulit dan beratnya kendala yang dihadapi aparat penegak hukum dalam menangani perkara, tetapi dengan kemampuan Polri saat ini yang sungguh prima, tidak ada alasan menyerah, seperti adagium “hendaklah keadilan ditegakkan walaupun langit runtuh”. 


Orang yang berkebutuhan khusus dan di bawah umur seharusnya dilindungi dan dikasihi ini malah diperkosa sampai hamil, tidak ada perhatian bahkan tindakan hukum, di manakah kemanusiaan kita?


Ke masa mendatang, Bupati dan jajarannya, aparat penegak hukum, DPRD dan termasuk tokoh masyarakat dan alim ulama hendaknya peka terhadap penyakit di masyarakat seperti perkosaan, apalagi gencarnya Pemerintah mempromosikan Samosir dan Danau Toba sebagai daeran tujuan wisata tantangan akan semakin berat dan keras.


Karena Pemerintah belum mempersiapkan masyarakatnya secara matang tentang sosial ekonomi bagaimana menghadapi globalisasi terutama wisatawan asing.


Maka menurut hemat kita semua pemangku kepentingan di Samosir perlu kita berupaya untuk meminimaliser efek negatif yang akan muncul, oleh karenanya Samosir tidak berada tetap di “Titik Nol” peradaban. 


Anak di bawah umur yang menyandang keterbelakangan mental hamil 7 bulan karena diperkosa,sudah 2 bulan dilaporkan ke aparat penegak hukum belum terproses, sungguh memprihatinkan.


Mudah-mudahan ada upaya untuk menegakkan etika dan moral di Samosir terutama dari para petingginya, tidak hanya “baik” di kala butuh, sebagai pemuka masyarakat yang baik seyogyanya tidak hanya berteriak di kala kepentingannya terusik. 


Mungkin bagi masyarakat juga sudah perlu melek dari tidurnya untuk melihat mana emas dan mana loyang untuk masa depan terutama menyikapi pemilihan umum tahun depan, dengan mendengar suara hati nurani sendiri bukan terpengaruh seruan lain. Semoga kita mampu mengurangi mati rasa.***


(PenulIs adalah seorang wartawan senior dan advokat berdomisili di Jakarta)