Notification

×

Iklan

Iklan

Hari Tani 61, Petani: Segera Sahkan Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat Samosir

24 Sep 2021 | 19:31 WIB Last Updated 2021-09-24T12:31:49Z

Petani Melalui STKS Samosir Minta Pemkab Samosir Segera Sahkan Perda Masyarakat Adat, Jumat, (24/9/2021)

SAMOSIR, GREENBERITA.com || 
Petani Samosir Keluhkan Tingginya Biaya Pendidikan Masa Pandemi. Para petani Samosir yang bergabung dalam Serikat Tani Kabupaten Samosir (STKS) berkumpul dan berdiskusi merayakan Hari Tani ke-61 di Puro Coffe and Resto di Kompleks Kantor Praeses HKBP Distrik VII Samosir, Pangururan pada Jumat, 24 September 2021.


Lahirnya UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) yang berisikan prinsip-prinsip dasar bagi pemerintah dan rakyat untuk menjalankan reforma agraria. Kemudian berdasarkan Kepres No.169 Tahun 1963 ditetapkan bahwa 24 September sebagai Hari Tani Nasional.


Didampingi KSPPM, STKS mengundang para jurnalis untuk berdiskusi dan menyampaikan persoalan yang terjadi ditengah para petani Samosir saat ini.


Isu kelangkaan pupuk dan teknologi pertanian serta isu pendidikan dan bibit serta irigasi menjadi topik-topik diskusi yang disampaikan para petani yang hadir sebagai pembicara.


Dibidang pertanahan, Petani Samosir masih mengalami berbagai persoalan yang menyangkut kelanjutan hidupnya, di antaranya adalah persoalan hak atas tanah dan pemenuhan hak ekosob sipol para petani sebagai masyarakat adat.


Persoalan Hak atas tanah khususnya Komunitas Bius Sitolu Hae Horbo Sijambur masih dibatasi terbatasnya akses masyarakat untuk mengelola tanah adat nya yang di klaim oleh negara sebagai Kawasan Hutan Negara di bawah otoritas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).


"Pembatasan akses kepemilikan dan kelola di wilayah adat oleh negara membuat masyarakat adat di Samosir khususnya Bius Sitolu Hae Horbo Sijambur kerap dikriminalisasi oleh pihak berwajib seperti polisi kehutanan pada tahun 2020 yang lalu," ujar perwakilan Komunitas Golat Simbolon, Jonter Simbolon.


Sementara itu, organisasi non pemerintah pendamping Petani Samosir, KSPPM menyatakan upaya masyarakat adat mengelola lahan dan merawat hutan  melahirkan banyak tuduhan sebagai “perambah hutan” kepada masyarakat adat. 


"Terakhir tuduhan ini diberikan kepada Komunitas Golat Sitanggang pada 27 Agustus 2021 lalu," ujar Staf KSPPM Parapat, Angel Manihuruk.


Terkait upaya-upaya Penyelesaian konflik Agraria di Kabupaten Samosir yang menyangkut masyarakat adat perlu ditindaklanjuti dan dilakukan dengan serius dan segera.


"Salah satunya dengan segera mensahkan Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat di Kabupaten Samosir," ujar perwakilan Komunitas Golat Simbolon, Jonter Simbolon.


Didampingi KSPPM, STKS mengundang para jurnalis untuk berdiskusi dan menyampaikan persoalan yang terjadi ditengah para petani Samosir saat ini.


Para petani berharap Peringatan HTN ini membawa semangat perubahan nasib kaum tani dengan penyediaan tanah bagi petani. 


"Kami akan tetap bertekad untuk berjuang dan meningkatkan peran petani di semua bidang secara teroganisir dalam Serikat Tani Kabupaten Samosir (STKS), yang merupakan kelanjutan dari Organisasi Forum Petani Samosir Sekitarnya (Fortase) yang didirikan pada 18 April 2005 di tengah-tengah semangat perubahan yang bercita-cita untuk mewujudkan Petani Mandiri, Sejahtera dan Berdaulat," ujar Ketua STKS Samosir, Esbon Siringoringo.


"Kami juga berharap agar para petani yang menjadi profesi terbanyak yaitu sekitar 80 persen di Samosir mendapatkan perhatian dari pemerintah dalam peningkatan kesejahteraan kami,"' tambahnya.


Hadir dalam kegiatan tersebut Angel Manihuruk dari KSPPM, Zefri Siboro, Jonter Simbolon, Tiurina Simbolon, Kaslem Situmorang, Paler Sitanggang, Nurita Simbolon, Narisa Simanjuntak dari STKS dan Pdt Samuel Sihombing dari Puro Coffe and Resto.


(GB-ferndt01/rel)