Ria Gurning pemerhati sosial Sumatra Utara
GREENBERITA.com- Dalam keseharian dilingkungan kita, banyak peristiwa terjadi yang kadang diluar nalar manusia baik secara nyata ataupun setengah berkhayal.
Khayalan akan sesuatu hal terjadi pada diri itu lumrah dan sudah biasa. Karena keinginan hati agar semua bisa dilakukan untuk mendapatkan kenikmatan hidup.
Namun ketika itu tidak sesuai dengan hati nuraninya maka bisa saja ia akan sampai hati melukai hati sesamanya. Silahkan berkhayal dan itu sangat menggoda, waktu akan menguji apakah khayalan itu bisa menjadi kenyataan?
Melihat tingkah dan ucapan seseorang, kadang membuat banyak pihak geram bila itu dipertontonkan seakan kehebatan mu yang merasa serba tahu sampai semua isi perut dunia ini.
Buat apa kita hebat kalau diri kita tidak bisa menguasai lidah kita sehingga hanya membuat orang berkomentar sinis nyinyir yang kadang kurang memahami isi komentarnya.
Sungguh disayangkan bila kita tak menguasai panggung pertunjukan itu karena nantinya justru dapat membuly ke pribadi sendiri.
Inilah yang terjadi saat ini sama sekali tidak menghargai diri secara profesional. Berbicara lantang bukan menjadi solusi yang hebat dalam suatu ulasan tapi solusi atau jawaban yang terarah untuk setiap ulasan yang memberikan edukasi dan inspiratif bagi pembaca.
Media sosial menjadi ajang pertempuran yang mengarah ke radikal sempit. Kamu merasa santai dan tidak perduli dengan situasi dimana mereka masih saudara atau sahabat berseteru di dunia maya. Taktik dan cara tersebut telah mengubah mainset anak muda dilakukan secara terus - menerus.
Jangan mengarahkan dirimu biar disukai orang itu tidak mungkin terjadi, kecuali kamu telah melakukan pekerjaan yang sangat penting dalam kehidupan manusia sehari-hari.
Lihat dan pandang diri kita sendiri, mampukah melakukan hal mu tersebut?
Lakukan dan kerjakan apa yang bisa kamu lakukan dan jangan hanya jadi penonton yang senang berkoar tanpa tidak ada ujung solusi. Ada hal yang akan membuat hatimu berkata buat apa merantau kalau yang aku inginkan tidak tercapai.
Seiring berjalannya waktu dan hari berlalu membuat hatimu mengharapkan penantian yang tiada kunjung akan sebuah pengorbanan tersebut.
Hatimu membara teringat akan ucapan kepada seseorang yang membuat mulut dan hatinya terkunci tanpa kamu diam.
Seolah kitalah yang paling hebat, suci, dermawan tak berdosa, tulus dan sebagainya. Tapi tidak sadar diatas itu masih ada Tuhanmu yang lebih hebat dari segalanya. Itulah salah satu kesombongan kita yang berakar sampai lupa bagaimana lagi saat itu mengucapkannya karena dibarengi kebencian yang luar biasa.
Padahal hidupmu tidak diganggu dan dipermalukan tapi hati pikiran telah dirasuki oleh hawa nafsu dan kemunafikan yang adiktif.
Mungkinkah dengan jalan tersebut kamu bahagia dan puas yang sebenarnya kamu dan dia tidak tahu apa penyebabnya kamu membencinya atau tidak menyukainya.
Cubitanmu menjadi goresan tebal buat orang yang membaca dan mendengarnya. Ada karma dari setiap yang kita lakukan. Itu sudah lumrah terjadi hanya waktu dan tempatnya saja kita tidak tahu.
Mengapa sekarang kita termenung memikirkan hal yang tidak berkenan dihati orang. Mungkinkah ada penyesalan atau hanya isyarat untuk menutupi segalanya. Hanya kamu dan Tuhan yang tahu kalau kita sebagai penonton hanya menonton layaknya sinetron sampai selesai episode terakhir.
Sementara penonton menikmati sensasi dahsyat apabila rentetan cerita itu terkuak satu demi satu.
Jangan heran,bila polemik itu terjadi sampai “menggoreng” bahasa bagaimana anda dulu melakukan entah itu disadari atau tidak. Berlomba mencari jawaban yang mengarah pembenaran diri untuk dipertanggung jawabkan. Tentu ini akan terjadi dan sudah resiko bila rasa pamer dijual dengan rangkaian kata demi kata terbingkai membekas melukai dan menghancurkan hal yang baik.
Tertawa bahagia melihat mereka hatinya berkecamuk menahan amarah yang tidak bisa terlontar. Mengunci hati dengan diam merupakan sikap kita untuk melawan sikap arogan. Untuk apa kita sakit hati kalau cubitan itu terbawa sampai sekarang dan berubah menjadi bisul yang siap pecah. Bisul dinanti pecah membuat kita menjerit dan mulai berkicau kembali dengan suara pembenaran.
Apa gunanya kita memiliki teman banyak kalau bekas luka itu ada karena ucapan bibirmu. Buanglah kebencian dan amarah bila ingin kedamaian menyatu dengan hati kita.
Cubitanmu menjadi teguranmu.
Hebat bukan ketika kita memenangkan persaingan namun hebat adalah ketika kita bisa mengendalikan diri.
Jadikan hidupmu berharga Dimata orang lain.
Jadikan kecerdasanmu untuk menuai hal yang baik.
Berikan hatimu sebagai obat bagi yang terluka.
Jadikan mulutmu seperti alat pemeras anggur yang berguna.
Jadikan pikiranmu sejalan dengan perilakumu.
Jadikan ketulusanmu tanpa iming-iming
Jadikan cubitanmu menjadi ingatan untuk diri sendiri...
Semangat berkarya
Semangat berbagi
Semangat berjuang
Semangat melangkah untuk yang terbaik..
Ingat, jagai hati dan pikiran agar terhindar sebuah cubitan.
(Penulis adalah seorang pemerhati sosial Sumatera Utara)