Notification

×

Iklan

Iklan

Enam orang Petugas Kimia Farma Diganostik Ditangkap di Medan

30 Apr 2021 | 08:18 WIB Last Updated 2021-04-30T01:50:09Z

"Menggunakan alat bekas, maka tindakan tersebut dapat dikualifikasi sebagai dugaan telah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur Undang-Undang Kesehatan (UU Nomor 36 Tahun 2009)," kata Abdul Fickar , Kamis (29/4/2021).

GREENBERITA.com
Enam orang petugas Kimia Farma Diagnositik ditangkap Polda Sumatera Utara (Sumut) dalam penggerebekan terkait penggunaan alat rapid test antigen bekas di Bandara Internasional Kualanamu pada Selasa (27/4/2021). 


Penggerebekan bermula dari informasi masyarakat terkait dengan brush yang digunakan untuk rapid test antigen adalah alat bekas. Dari situ, penyidik melakukan penyelidikan hingga akhirnya dilakukan penindakan.


Rugikan Kimia Farma Direktur Utama PT Kimia Farma Diagnostika Adil Fadhilah Bulqini mengatakan, pihaknya melakukan investigasi bersama dengan aparat penegak hukum terkait penggunaan alat rapid test antigen bekas tersebut.


Kimia Farma, kata Adil, memberikan dukungan terhadap proses penyelidikan dan akan memberikan sanksi berat apabila petugas tersebut terbukti bersalah.


"Apabila terbukti bersalah, maka para oknum petugas layanan rapid test tersebut akan kami berikan tindakan tegas dan sanksi yang berat sesuai ketentuan yang berlaku," kata Adil dalam keterangan tertulis yang di rilis Kompas.com, Rabu (28/4/2021). 


Adil mengatakan, tindakan petugas tersebut telah merugikan perusahaan dan bertentangan dengan standard operating procedure (SOP) perusahaan. "Serta merupakan pelanggaran sangat berat atas tindakan dari oknum pertugas layanan rapid test tersebut," ujar dia.



Dapat tularkan virus Menurut Epidemiolog dari Universitas Indonesia Pandu Riono, penggunaan alat kesehatan bekas dalam pelayanan rapid test antigen sangat berbahaya karena dapat menularkan virus. 


"Menggunakan alat swab dipakai lagi walaupun katanya dicuci, itu bisa memindahkan virus. Bahaya sekali itu, jadi tidak boleh. Kalau nyuntik orang saja kita sekali pakai," kata Pandu saat dihubungi Kompas.com, Rabu.



Pandu mengatakan, tindakan petugas tersebut bisa dikenakan sanksi hukum apabila terbukti melanggar aturan perundang-undangan. Ia meminta pihak kepolisian menelusuri apakah tindakan petugas tersebut diketahui oleh atasannya atau tidak. 


 "Minimal bosnya yang ada di Kualanamu, mungkin direstui (karena) keuntungannya kan banyak tetapi membahayakan keselamatan publik," ucap dia.  Selain itu, Pandu mengatakan, masyarakat pada umumnya tidak dapat membedakan mana alat rapid test antigen baru dan mana yang bekas. Untuk itu, ia meminta semua petugas laboratorium mengampanyekan dan menjelaskan kepada masyarakat terkait pemakaian rapid test antigen. 


"Sekarang kita minta petugas laboratorium itu mendemokan 'Pak ini kita mau ambil sesuatu dari hidung bapak, ini masih dalam bungkusan ya asli, saya buka, nah begitu,' harus menujukkan itu, kalau sudah disembunyikan atau tidak seperti itu susah," kata Pandu.



Senada dengan Pandu, Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, tidak bisa menoleransi tindakan oknum petugas di Bandara Kualanamu tersebut. Wiku berharap, pihak kepolisian nantinya dapat menjelaskan secara detail kasus penggunaan alat bekas dalam pelayanan rapid test antigen tersebut.


 "Satgas tidak bisa mentolerir perbuatan oknum tersebut, saat ini oknum tersebut sedang diusut oleh pihak yang berwajib. Mohon menunggu rilis resminya," kata Wiku melalui pesan singkat, Rabu. Dapat dipidana Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, tindakan petugas layanan rapid test antigen tersebut dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana.



Menurut Fickar, penggunaan alat bekas untuk rapid test antigen dapat diduga telah melanggar UU Nomor 36 Tahun 2009. 


"Menggunakan alat bekas, maka tindakan tersebut dapat dikualifikasi sebagai dugaan telah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur Undang-Undang Kesehatan (UU Nomor 36 Tahun 2009)," kata Abdul Fickar saat dihubungi Kompas.com, Kamis (29/4/2021). 


"Apapun motifnya terutama jika terjadi karena motif ekonomi dapat dikualifisir sebagai tindak pidana," kata dia.  Fickar mengatakan, dalam kondisi pandemi Covid-19 ini mestinya petugas melaksanakan tugas sesuai kewajibannya.



Ia mengatakan, sanksi atas tindakan petugas Kimia Farma Diagnositik tersebut dapat menjadi alasan pemberat. "Karena dilakukan oleh petugas yang seharusnya melaksanakan kewajibannya, maka jika yang dilakukan bertentangan dengan kewajibannya itu akan menjadi alasan pemberat, pidananya ditambah sepertiga," ucap Fickar.
(GB-RIZAL/REL)