Notification

×

Iklan

Iklan

Proses Infrastruktur Industri Untuk Produksi Aspal Pulau Buton Sulteng Dikebut

1 Feb 2021 | 21:42 WIB Last Updated 2021-02-02T11:51:26Z

 Ayodhia G.L. Kalake dan tim melakukan kunjungan kerja ke Pulau Buton
Buton, GREENBERITA.com - Menindaklanjuti rapat koordinasi yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan pada awal Januari 2021, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Ayodhia G.L. Kalake dan tim melakukan kunjungan kerja ke Pulau Buton, Sulawesi Tenggara pada Senin (01-02-2021).


Kunjungan tersebut bertujuan untuk meninjau kesiapan industri Aspal Buton (Asbuton) juga infrastruktur pendukung, seperti pembangunan akses dan pelabuhan, serta tata kelola izin usaha pertambangan (IUP). Beberapa titik yang dikunjungi, antara lain lokasi tambang PT Wijaya Karya Bitumen, Pelabuhan Nambo, Pabrik PT Kartika Prima Abadi, dan Pelabuhan Banabungi PT Wika Bitumen.


"Tujuan kami ke sini adalah untuk mendapatkan gambaran tentang potensi yang ada di wilayah Buton. Kami datang ke sini karena kami juga ingin memastikan tentang kesiapan fasilitas pendukung, baik infrastruktur maupun sarana prasarana agar nantinya distribusi Asbuton bisa berjalan dengan baik," ungkap Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Ayodhia G. L. Kalake. la juga berpesan untuk melihat kekayaan sumber daya alam ini sebagai sebuah kesempatan yang bisa dikembangkan oleh dalam negeri.


Asbuton merupakan jenis aspal alami yang secara spesifik terdapat di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Aspal ini hanya dapat ditemukan di dua wilayah di dunia, yakni di Indonesia dan di Trinidad, Amerika Selatan. Asbuton di Indonesia memiliki potensi sebesar 694 juta ton, tetapi perlu dilakukan validasi terhadap data cadangan terbukti dan cadangan tertambang oleh Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM).


Asbuton di Indonesia memiliki potensi yang besar. Sayangnya, saat ini pemenuhan kebutuhan aspal nasional masih didominasi oleh impor karena penggunaan Asbuton masih belum maksimal. Di Indonesia sendiri terdapat 16 perusahaan yang bergerak dalam industri Asbuton.


“Selain sebagai penghasil Asbuton untuk kebutuhan dalam negeri, Indonesia juga berpeluang untuk menjadi negara pengekspor Asbuton Murni yang setara dengan Aspal Minyak pada tahun 2024 dengan rencana pengembangan ekspansi pabrik full extraction,” beber Direktur Operasi PT Wijaya Karya (Wika) Bitumen Sri Mulyono.


Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Ali Mazi pun setuju dengan pendapat Direktur Utama Bitumen. "Ini bukti nyata kekayaan sumber daya alam di Buton. Aspal ini bisa digunakan untuk kepentingan bangsa dan negara, bahkan untuk kepentingan luar negeri." Ia menjelaskan bahwa Indonesia telah membangun jalan dengan Asbuton sejak tahun 1926, tetapi baru kali ini industri Asbuton dibangun menggunakan high technology. Ia pun berharap industri Asbuton ini dapat segera terealisasi karena sudah ada kebijakan pemerintah yang mengatur. 


Terdapat tujuh jenis Aspal Buton, yakni B 5/20 Buton Granular Asphalt (BGA), B 50/30 Lawele Granular Asphalt (LGA), pracampur performance grade (PG) 70, pracampur PG 76, pracampur, cold paving hot mix Asbuton (CPHMA), dan Asbuton Murni. Dengan kapasitas terpasang sebanyak 1,995,000 ton per tahun, target produksi di Indonesia pada tahun 2021 baru sepertiganya, yakni sebesar 705,300 ton per tahun.  Direktur Utama PT Kartika Prima Abadi Irwan Hermanto menyatakan, “Untuk pengolahan Asbuton ekstraksi tahap 1 di Buton, pabrik memiliki kapasitas terpasang sebanyak 100 ribu ton aspal ekstrak. Sedangkan di ekstraksi tahap 2 di tahun 2025, pabrik akan memiliki kapasitas terpasang sebanyak 500 ribu ton aspal ekstrak per tahun.”


Di tahun 2021 ini, diharapkan pemanfaatan Asbuton sebagai produk dalam negeri yang nilai tingkat komponen dalam negeri (TKDN)-nya 30-89 persen dapat meningkat. Untuk mewujudkannya, diperlukan usaha dari berbagai aspek. Dimulai dari sektor hulu atau industri pertambangan. Kemudian, sektor hilir atau industri pengolahan tambang. Terkait sektor industri, perlu diperhatikan kesiapan untuk mengolah Asbuton menjadi produk yang sesuai dengan permintaan konstruksi jalan sehingga Asbuton dapat mulai digunakan untuk jalan desa, kabupaten/kota, dan provinsi di Indonesia, tentunya untuk kebutuhan jangka panjang negara. Lalu, para pengguna, baik gubernur dan bupati setempat sebagai pengambil kebijakan maupun para pelaksana pembangunan Asbuton. Asbuton ini dapat digunakan untuk jalan desa, kabupaten/kota, provinsi, juga jalan nasional.


Selanjutnya, sektor penyaluran dan distribusi produk atau infrastruktur pelabuhan dan jalan di Buton. “Penyiapan infrastruktur pelabuhan dan jalan akses menjadi sangat penting untuk dapat mengirim produk Asbuton ke seluruh wilayah di Indonesia,” sebut Deputi Ayodhia.


Gubernur Sultra Ali menegaskan bahwa salah satu sarana prasarana yang perlu dibangun adalah jembatan di pelabuhan dan pelabuhan di Nambo menjadi prioritas utama. "Kita harus mendukung kepentingan infrastruktur, kebijakan, dan segala aspek yang terkait pelaksanaan ini," ungkapnya.


Apabila hingga tahun 2025 terjadi peningkatan kapasitas Asbuton sebesar 33 persen, maka Asbuton akan mampu memenuhi kebutuhan aspal nasional sebesar 49,36 persen. Sisanya, sebesar 37,08 persen kebutuhan aspal akan diisi oleh Aspal Minyak Pertamina dan 13,61 persen akan diisi oleh Aspal Minyak Impor.


“Guna mencapai target tersebut, penggunaan Asbuton perlu memperoleh dukungan untuk menjadi prioritas, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, agar dapat digunakan dalam pembangunan dan pemeliharaan jalan nasional, provinsi, kabupaten/kota, dan desa,” tegas Deputi Ayodhia.

(gb-rizal/rel)