Notification

×

Iklan

Iklan

Polres Simalungun Tetapkan Oknum Pejabat TPL Tersangka Penganiayaan Anak Petani Sihaporas

2 Jun 2020 | 09:13 WIB Last Updated 2020-06-02T02:13:55Z
Mario Ambarita (3 tahun), korban pemukulan, digendong ayahnya, saat berobat ke puskesmas terdekat.
SIMALUNGUN, GREENBERITA.com- Seorang oknum pejabat perusahaan pengolah kayu,  PT Toba Pulp Lestari (TPL) bernama Bahara Sibuea ditetapkan sebagai tersangka oleh Reskrim Polres Simalungun, setelah diduga sebagai pelaku penganiayaan terhadap seorang anak petani yang konon masih berusia 3 tahun.

Hal itu dibenarkan Kapolres Simalungun melalui Kasat Reskrim Polres Simalungun AKP Jericho ketika dikonfirmasi wartawan pada Senin, 1 Juni 2020 melalui telepon selulernya.

AKP Jericho membenarkan penetapan tersangka terhadap Pejabat PT TPL tersebut.

"Benar, saudara Bahara Sibuea telah kami tetapkan sebagai tersangka," kata AKP Jericho.

Penetapan tersangka dilakukan pada 4 Maret 2020 lalu. Sesuai surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan, kasus tersebut dilaporkan oleh Thompson Ambarita Warga Aek Natu Sihaporas Nagori Sihaporas Kacamata Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun. 

Thompson melapor pada 18 September 2019 tahun lalu ketika anaknya bernama Mario yang masih berusia 3 tahun itu ikut menjadi korban kekerasan pegawai PT Toba Pulp Lestari (TPL) di perladangan mereka hingga tak berdayabdi Buttu Pangaturan.

Menurut penetua Lamtoras, Judin Ambarita pada September 2019 lalu menceritakan kejadian bermula saat Lembaga Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras), semampu daya merebut kembali lahan mereka yang selama ini dirampas PT TPL.

Mereka mendatangi lokasi dan bercocok tanam jagung di areal yang baru panen kayu eukalyptus itu.

Melihat hal itu pihak Humas yakni Bahara Sibuea dan sekuriti perusahaan PT TPL mendatangi warga.

Kehadiran pihak PT TPL pada pukul 11.30 WIB dikomando Humas Sektor Aek Nauli, Bahara Sibuea. Tiba di lokasi, Bahara langsung melarang warga yang menanam jagung.

Bahara Sibuea kemudian bertindak kasar dengan merampas alat kerja berupa cangkul.

Setelah perampasan alat kerja, berlanjut juga melakukan pemukulan terhadap warga dan mengenai Mario Ambarita serta ayahnya Marudut Ambarita dan beberapa masyarakat adat Lamtoras Sihaporas.

Pada Pukul 11.34 WIB kondisi semakin memanas. Melihat Mario Ambarita yang masih usia tiga tahun terkulai lemas di pelukan bapaknya, kaum ibu masyarakat adat Lamtoras histeris.

Dalam suasana panik, masyarakat adat Lamtoras Sihaporas kemudian melakukan pembelaan diri dan perlawanan. Seluruh warga-masyarakat adat Lamtoras pun pulang untuk mengutamakan pertolongan pertama, membawa berobat anak Mario Ambarita dan beberapa masyarakat adat Lamtoras yang terluka.

Judin Ambarita, membeberkan histori lokasi itu. Tanah moyang mereka yang dicaplok penjajah Belanda pada tahun 1910-an. Setelah penjajah pulang ke negerinya, tanah tersebut diambil alih pemerintah Republik Indonesia yang merdeka tahun 1945, kemudian diusahai PT Toba Pulp Lestari (TPL).

Terpisah, Humas PT TPL, Norma Hutajulu ketika dikonfirmasi ketika itu tidak mengelak soal adanya bentrokan tersebut. Namun, Norma menuding warga yang melakukan tindakan penganiayan dan menyebabkan karuawn TPL terluka. Katanya, keadian ini bermula sekitar pukul 10.00 WIB.

Personel keamanan yang berjaga di Compt B 068 dan B. 081 melaporkan bahwa warga Sihaporas melakukan penanaman jagung di Compt B 553.

Menurutnya, Humas TPL melakukan mediasi dan menyampaikan kepada warga agar kegiatan penanaman jagung diberhentikan dahulu dan diadakan musyawarah dan dibicarakan secara baik-baik. Saat upaya dialog damai dilakukan Humas TPL untuk dapat duduk berbicara bersama di salah satu tepian lokasi, warga Sihaporas bersikeras melakukan penanaman di areal yang diperjuangkan leluhurnya itu dari penjajah.

Dijelaskannya, areal penanaman tersebut merupakan areal konsesi PT TPL yang telah memiliki izin dan telah memasuki rotasi tanam ekaliptus yang keempat. Kasus tersebut tak hanya berhenti pada penganiayaan Marito yang masih berusia tiga tahun itu. 

Dua pejuang Masyarakat Adat Lamtoras Thomson Ambarita (41) dan Jhonny Ambarita (44) selaku pengurus Lembaga Adat Sihaporas (Lamtoras) bahkan sempat dijadikan tersangka dan ditahan. Keduanya langsung ditahan dan dijemput dari Warung Makan pasca dimintai keterangan atas insiden yang terjadi. 

Keduanya ditahan sejak Selasa, 24 September 2019, pasca bentrok dengan petugas PT TPL guna mempertahankan tanah warisan nenek moyang mereka, yang telah dihuni secara turun-temurun selama 8-11 generasi, yakni sejak tahun 1800-an. Perjungan Lamtoras mempertahankan haknya mendapat dukungan ketika iti mendapatkan dukungan serta pendampingan dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Mahasiswa, Bakumsus serta berbagai elemen lainnya. 

Ada pun elemen yang turut unjuk rasa yakni AMAN Tano Batak beberapa waktu lalu, Lembaga Masyarakat Adat Sihaporas (Lamtoras), Masyarakat Adat Keturunan Ompu Umbak Siallagan Dolok Parmonangan, Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Katolik Indonesia (PMKRI Cabang Siantar), Gerakan Mahasiswa Katolik (GMKI) Cabang Siantar, Gerakan Mahasiswa Nasional (GMNI) Cabang Siantar, Saling (Sahabat Lingkungan), Perhimpunan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (Bakumsu), Satuan Siswa Pelajar dan Mahasiswa (SAPMA) Pemuda Pancasila Siantar, Gampar, dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumut.

Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Adat menyampaikan enam butir aspirasi. Pertama, mendesak Polres Simalungun untuk segera membebaskan dua pejuang masyarakat adat Sihaporas saudara Thomson Ambarita dan Jhony Ambarita. Kedua, meminta aparat hukum di Kabupaten Simalungun untuk menghentikan kriminalisasi terhadap masyararakat adat Dolok Parmonangan (Sorbatua Siallagan dan Sudung Siallagan) yang memperjuangakan hak dan kedaulatan atas tanah adatnya.

Ketiga, pemerintah Kabupaten Simalungun untuk segera menerbitkan Perda atau SK Bupati tentang pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakata adat serta wilayah adat di Simalungun. Keempat, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk Segera mencabut izin konsesi PT Toba Pulp Lestari dari wilayah adat Sihaporas dan Dolok Parmonangan.

Hingga pada akhirnya, Jonny Ambarita Thomson Ambarita dua pria pejuang masyarakat adat Sihaporas, bebas dari tahanan pada Sabtu, 4 April 2020 lalu. Pasca bebas, pengurus dan tetua Lembaga Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sipahoras (Lamtoras) menyambut keduanya dalam upacara adat upa-upa.

Keduanya bebas setelah menjalani masa tahanan dua pertiga dari sembilan bulan hukuman yang harus dijalani di Lapas Klas IIA Pematang Siantar, Kabupaten Simalungun.

Pasca bebasnya kedua Pejuang Masyarakat Adat Lamtoras tersebut, Polres Simalungun pun menetapkan Bahara Sibuea sebagai tersangka. Kasat Reskrim Polres Simalungun, AKP Jericho menyampaikan setelah dilakukan penyidikan ditemukan bukti yang cukup untuk menetapkan Bahara Sibuea sebagai tersangka dan pada Rabu 27 Mei 2020 telah dilakukan pemeriksaan terhadap tersangka Bahara. 

"Selanjutnya untuk pengiriman berkas perkara ke Kejaksaan Negeri Simalungun akan kami kirimkan lagi SP2HPnya," pungkas Kasat Reskrim Polres Simalungun ini.