Notification

×

Iklan

Iklan

Pandemi Covid-19 Rusak Struktural Perekonomian

7 Mei 2020 | 14:26 WIB Last Updated 2020-05-07T08:38:33Z
Oleh: Benny Pasaribu, PhD

GREENBERITA.com- Baru saja Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I 2020 hanya 2.97%. 

Berita ini sontak viral dan Menteri Keuangan Sri Mulyani diduga juga sangat terkejut mendengar laporan BPS tersebut. 

Hal ini dikarenakan perkiraan Menteri Keuangan pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal 1 2020 hanya 2.97% sebelumnya masih di atas 4.0-4.5%. Juga diluar dugaan karena penurunan ini tidak sepenuhnya akibat pandemi Covid 19. PSBB Covid 19 sendiri baru dimulai di penghujung kuartal I, seharusnya akan sangat terasa pada kuartal ke II.

Lantas bagaimana prospek ekonomi di kuartal II nanti, dimana PSBB makin meluas ke beberapa daerah. Wacana pelonggaran PSBB masih kontroversi. 

Pastinya pertumbuhan ekonomi kuartal II nanti akan menurun tajam. Saya sudah memperkirakan ini sebelumnya karena pada rilis opini saya sebelumnya di media cetak dan online, akan terjadi pertumbuhan ekonomi yang akan turun drastis. 

Saya mengatakan pada kuartal 1 bisa turun menjadi 3% dan Kuartal 2 menjadi negatif. Dan jika berlanjut PSBB setelah Agustus maka pertumbuhan ekonomi bisa berujung pada minus 3-4%.

Sebagaimana kita saksikan, awalnya bisnis UMKM kena imbas PSBB. Banyak usaha yang dipaksa tutup dan pergerakan manusia dibatasi. Tetapi pada kuartal 2 ini mulai kita lihat sejumlah usaha menengah dan besar (IMB) yg ditutup. 
Jika PSBB dilanjutkan, lantas dari mana sumber pertumbuhan ekonomi yang diharapkan? 

Apakah daya tahan ekonomi rakyat masih mampu menutupi kebutuhan hidupnya sehari-hari? PHK akan terus bertambah, jumlah orang miskin melonjak, dan UMKM makin teepuruk. Penyaluran dana Rp 405,1 triliun berupa dana tambahan untuk keperluan bansos dan insentif ternyata tidak mudah diimplementasikan segera. Biasalah, karena akurasi data masih persoalan yg tiada akhirnya, seolah-olah IoT (internet of things) belum maksimal digunakan.
Saya pelajari, menambah uang beredar dan insentif pajak tidak banyak menolong perekonomian saat ini. Apalagi dengan mencetak uang atau menambah utang. Realokasi anggaran dalam APBN dan APBD adalqh langkah positif karena banyak belanja yang tidak mendesak dan bahkan tidak relevan saat ini, seperti anggaran pengadaan alutsista, perjalanan dinas, belanja kantor dan belanja modal lain. Dikecualian dana desa, belanja modal untuk infrastruktur desa-kecamatan, anggaran pertanian dan anggaran kerakyatan lainnya.

Bukan menakut-nakuti, seyogianya diantisipasi secara objektif oleh semua pihak apa saja akibat terburuk jika PSBB diperpanjang dan diperluas terhadap kehidupan sosial ekonomi warga. 

Sangat setuju agar kita jangan anggap remeh terhadap akibat dari pandemi Covid 19. Tetapi jangan pula anggap remeh terhadap akibat PSBB pada kehidupan puluhan juta warga negara yang makin tidak mampu mencukupi kebutuhan dasar sehari-hari. Jika kebijakan yang diambil tidak mememperhitungkan keduanya secara seimbang maka korban meninggal akan lebih banyak (akibat terinfeksi Covid 19 plus akibat kelaparan dan penyakit lainnya). Tentu saja, pertumbuhan ekonomi akan kena dampak lebih dalam lagi dan akhirnya stabilitas politik dan keamanan bisa terganggu, semua ini tidak kita inginkan.

Apa solusi yang harus kita lakukan? 

Menurut saya, kembali pada dasar negara Pancasila. Bangsa ini harus segera bersatu padu dan bersama-sama bergotong royong mencari jalan tengah yang lebih bijak dan arif. Pemerintahan di pusat hingga di desa harus menyatukan langkah. Usaha menengah besar (UMB) harus aktif berbagi ikut menanggung beban masyarakat dengan manahan diri dari PHK dan tidak ikut mencari kesempatan dalam kesempitan. 

Beban terbesar sudah dirasakan sebagian terbesar ekonomi rakyat dan UMKM, jumlah keluarga miskin melonjak, dan jumlah korban meninggal akibat penyakit macam-macam semakin besar. 

Presiden Jokowi hampir setiap hari tampil di media massa untuk menunjukkan negara tetap hadir dan sekaligus memberikan motivasi dan semangat kepada para petugas dan seluruh warga agar Indonesia bisa berhasil segera melawan pandemi Covid 19. 

Kita tidak bisa lagi saling menyalahkan. Perbedaan pilihan dan haluan politik seharusnya kita tinggalkan, setidaknya sampai wabah ini terselesaikan. Kerusakan ekonomi secara struktural akan terjadi dan akan membutuhkan waktu yg cukup lama untuk recovery.

Tidak salah jika kita belajar dari pengalaman Taiwan. Lebih awal Taiwan telah melakukan banyak hal untuk menangani pandemi Covid 19. Penerbangan Wuhan-Taiwan segera dihentikan. Social distancing dan penggunaan masker dilakukan secara disiplin. Tidak ada lockdown atau semacam PSBB. Semua bisnis berjalan normal tapi protokol kesehatan termasuk jaga jarak dan pakai masker slalu ditegakkan. 

Politik liberal Taiwan dengan sistim oposisi yang keras dapat bersatu solid ketika negara memanggil untuk bersama-sama menangani pandemi Covid 19. Akibatnya korban sangat minimal dan pertumbuhan ekonomi tetap terjaga, ditopang oleh bisnis UMKM yang kuat. Saat ini Taiwan banyak memberikan bantuan ke negara-negara terinfeksi pandemi Covid 19.

Semoga Indonesia menang melawan pandemi Covid 19.

(Penulis adalah mantan Ketua KPPU RI 2007-2013 dan Ketua Banggar DPR RI 1999-2004 serta pemrakarsa berdirinya Kabupaten Samosir)