Notification

×

Iklan

Iklan

Masa Jabatan Kepala Daerah Pilkada 2020 Maksimal Hanya 4 Tahun

13 Sep 2019 | 21:07 WIB Last Updated 2019-11-10T13:26:20Z
Distribusi logistik pilkada (ilustrasi).
JAKARTA, GREENBERITA.com -- Plt Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Otda Kemendagri) Akmal Malik mengingatkan kepala daerah terpilih hasil Pilkada 2020 memiliki masa jabatan maksimal empat tahun. Periode ini sesuai regulasi yang berlaku sehingga lebih singkat dari biasanya lima tahun.


"Bahkan, ada juga yang kurang dari itu, yakni sekitar 3,5 tahun," ujar Akmal dalam siaran tertulisnya, Selasa (20/8).

Akmal menjelaskan, masa jabatan tak mencapai lima tahun terkait kebijakan pilkada serentak yang dilaksanakan pada 2024 mendatang. Penyelenggaraan pilkada serentak bersamaan dengan pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan legislatif (pileg).

Masa jabatan yang relatif singkat itu, kata Akmal, perlu disosialisasikan dengan berbagai antisipasi sehingga tidak timbul masalah di masa mendatang. Hal ini ia sampaikan pada forum grup diskusi tentang Regulasi Pilkada Serentak Tahun 2020 dan Pemilu Serentak 2024 di Surabaya.

Menurut dia, Kemendagri sudah harus mengantisipasi sejak awal tentang kemungkinan pengisian jabatan di masa transisi. Sedangkan untuk para kepala daerah yang masa jabatannya tidak penuh tersebut, Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 mengamanatkan untuk diberikan ganti rugi gaji.

Dilansir dari REPUBLIKA.CO.ID, Pilkada serentak pada 2020 direncanakan berlangsung pada 23 September. 

Sebanyak 270 daerah akan menyelenggarakan pemilihan. Terdiri dari sembilan pemilihan gubernur dan wakil gubernur, 224 pemilihan bupati dan wakil bupati, serta 37 pemilihan wali kota dan wakil wali kota.

Akmal mengaku, UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang pemilihan gubernur, bupati/wali kota secara langsung memang ada hal-hal yang belum sempurna. Akan tetapi, sampai sekarang pemerintah masih merujuk pada UU Nomor 10 Tahun 2016 untuk menyelenggarakan Pilkada 2020.

"Soal masa jabatan hanya empat tahun ataupun kurang dari empat tahun ini, merupakan konsekuensi yang harus ditanggung bersama karena regulasi yang berlaku memang seperti itu," kata dia.

Saat ini, kata Akmal, pihaknya sedang melakukan kajian di berbagai daerah demi perbaikan regulasi. Kemendagri menyiapkan berbagai langkah kebijakan terkait pilkada serentak dengan merujuk pada aturan yang berlaku.

Ia mengatakan, Kemendagri mencatat ada berbagai masalah aktual yang sering terjadi dalam Pilkada. Diantaranya mahalnya ongkos seorang kandidat, dana pilkada yang besar sehingga menggerus APBD, dan pecah kongsi antara kepala daerah dan wakil kepala daerah.

Selain itu, ada pula politisasi birokrasi, politik dinasti, calon tunggal yang memborong dukungan partai politik, sampai masalah mantan narapidana yang bisa ikut pilkada. Kemendagri sudah memiliki tujuh kebijakan yang akan dilakukan dalam mendukung pilkada serentak. 

Tiga di antaranya adalah penyiapan dukungan peningkatan partisipasi pemilih (DP4). Kemudian penguatan regulasi dan koordinasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN RB) serta Badan Kepegawaian Negara (BKN) dalam menegakkan netralitas ASN.

Untuk mendalami berbagai hal yang timbul, Akmal mengaku pihaknya terus menggelar FGD di berbagai daerah. Demi mendapatkan berbagai penyempurnaan pelaksanaan pilkada serentak dan kemungkinkan perubahan regulasi.
(rel-Angrosag)