Arist Merdeka Sirait | Ketua Umum | Komnas Perlindungan Anak. |
"Atas respon dan kerja cepat Polres Jakarta Utara dan khususnya Jajaran Satreskrimum Polres Jakarta Utara, atas kerja keras menangani kejahatan kemanusiaan, Komnas Perlindungan Anak juga memberikan apreasi dan ucapan terima kasih", ujar Arist Merdeka Sirait Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak dari Studio Komnas ANAK TV dibilangan Pasar Rebo, Jakarta Timur, Jumat (26/07/2019).
Dari pengakuan korban, sudah kurang lebih 6 bulan yang lalu korban dilecehkan dan mengalami kejahatan seksual 6 kali secara berulang.
Hal itu disampaikan Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Pol. Budhi Herdi Susianto saat memberikan keterangan pers di Mapolres Jakarta Utara Jumat, (20/7/2019).
Budi menyebutkan, pelaku melancarkan aksinya di saat jam-jam olahraga. Dalam melaksanakan nafsu bejatnya itu, modusnya JD selalu memisahkan ruangan antara laki-laki dan perempuan.
Siswa laki-laki melakukan praktik di luar ruangan sekolah, sedangkan JD memberikan teori terhadap siswa perempuan di ruang kelas.
"Distulah pelaku melancarkan aksi bejatnya itu. Dengan memisahkan antara murid laki dan perempuan. Kemudian pada saat pelaku memberikan pembelajaran berupa teori dan praktek, pada saat itulah JD menyetelkan atau mempertontonkan video dalam suatu ruangan. Pada saat itulah JD kemudian mendekati korban, kemudian membuka celananya dan membuka "ininya", sehingga pelaku mulai meraba-raba tubu korban, mulai dari meremas payudara sampai kemaluan korban," ujar Kombes Budi Herdi Susianto.
Pelaku menurut Budi juga memiliki sifat temperamen dan kerap memperlakukan kasar terhadap muridnya. Pelaku pun kerap mengancam korban dengan tidak memberi nilai bagus jika tidak menuruti keinginannya.
Begitu pula terhadap siswa lain yang mengetahui perbuatan bejatnya. Setelah kami melakukan proses pemeriksaan, modus operan di dilakukan pada saat jam olahraga. Pelaku ini temperamen dan sering kasar terhadap muridnya dan sering mengancam korban kalau tidak mau melayani kemauannya, maka JD tidak akan memberikan nilai bagus terhadap muridnya, inilah yang membuat muridnya menjadi tertekan, kemudian murid menuruti apa yang diinginkan oleh pelaku.
Budi dalam keterangan persnya menuturkan, sejumlah siswi sebetulnya mengetahui perbuatan zinah gurunya itu, namun mereka tidak berani melaporkan.
"Sudah ada 5 saksi diantaranya saksi ini juga melihat perbuatan yang dilakukan oleh pelaku tapi karena memang diancam tidak diberikan nilai yang bagus sehingga mereka tidak berani mengadu polisi. Saat ini masih mendalami ada korban lain atau tidak. Saat ini baru satu orang diketahui menjadi korban," tambahnya.
Atas kejadian ini Komisi Nasional Perlindungan Anak bersama dengan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi DKI Jakarta sebagai mitra strategis untuk gerakan perlindungan anak di DKI Jakarta menaruh perhatian khusus untuk melakukan pendampingan hukum kepada korban dan untuk mendapatkan pendanpingan berupa terapi psikososial yang dibutuhkan oleh korban.
Oleh karena itu dalam waktu dekat, Komnas Perlindungan Anak bersama pegiat- pegiat Perlindungan Anak khususnya LPA DKI Jakarta besutan Komnas Perlindungan Anak segera membentuk tim khusus untuk memberikan pertolongan advokasi dan pendampingan hukum bagi korban.
Arist masih menambahkan, mengingat DKI Jakarta adalah salah satu kota yang telah diberikan sertifikat dan penghargaan pemerintah sebagai Kota Layak anak, dengan demikian Komnas Perlindungan Anak bersama dengan LPA Provinsi DKI Jakarta untuk segera melakukan koordinasi dengan pemerintah DKI Jakarta khususnya Dinas Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak dan KB Provinsi DKI Jakarta dan Sudin PPPA dan KB di masing-masing Kota Administrasi DKI Jakarta
"Kasus ini tidak bisa didiamkan, namun harus dicari solusinya. Mengapa kasus-kasus kejahatan seksual justru terjadi di lingkungan sekolah, padahal semua kita tahu bahwa lingkungan sekolah seharusnya menjadi lingkungan yang steril atau zona atau area Anti Kekerasan terhadap anak baik yang dilakukan oleh sesama peserta didik, guru baik guru reguler non-reguler, pengelola sekolah, maupun pemimpin sekolah, penjaga dan keamanan sekolah.
Namun apa yang terjadi, setelah gencar-gencarnya pemerintah DKI Jakarta melalui program masing-mssing Sudin PPPA dan KB DKI Jakarta dengan melibatkan peran serta dari Komnas Perlindungan Anak terus-menerus dan berkedambungan dengan aksinya melakukan sosialisasi untuk membangun sebuah gerakan sekolah yang ramah anak, namun peristiwa yang dilakukan JD ini justru mencoreng apa yang telah menjadi niat baik pemerintah DKI Jakarta untuk mewujudkan sekolah di DKI Jakarta yang ramah dan bersahabat anak.
Bersesuaian dengan UU RI Nomor : 35 tahun 2014 mengenai perubahan atas UU RI Nomor : 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak junto UU RI Nomor : 17 Tahun 2016 tetang penerapan PERPU Nomor : 01 Tahun 2016 tentang Perubahan kedia atas UU RI Nomor : 23 Tahu 2002 tentang Perlindungan Anak, tindakan JD dikategorikan srbagai tindak pidana "luar biasa" karena telah merendahkan martabat anak, dengan demikian JD terancam pidana penjara dengan pidana pokoknya minimal 10 tahun dan maksimal 20 tahun.
Atas kejadian ini Komisi Nasional Perlindungan Anak bersama dengan Lembaga Perlindungan Anak Provinsi DKI Jakarta sebagai mitra strategis untuk perlindungan anak di DKI Jakarta menaruh perhatian khusus untuk melakukan pendampingan hukum kepada korban untuk mendapatkan keadilan hukum dan mendapat terapi Psikososial yang dibutuhkan oleh korban.
Oleh karena itu, dalam waktu dekat komnas perlindungan anak bersama pegiat-pegiat perlindungan anak khususnya LPA DKI Jakarta segera membentuk tim khusus untuk memberikan pertolongan advokasi dan pendampingan hukum bagi korban.
Mengingat DKI Jakarta adalah salah satu kota yang diberikan sertifikat dan penghargaan sebagai kota layak anak dari Kemen PPPA-RI, dengan demikian Komnas Anak bersama dengan LPA Provinsi DKI Jakarta untuk segera melakukan koordinasi dengan pemerintah DKI Jakarta khususnya Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan KB Provinsi DKI Jakarta.
Arist menambahkan, kasus ini tidak bisa didiamkan namun harus dicari solusinya mengapa kasus-kasus kejahatan seksual justru terjadi di lingkungan sekolah yang kita semua tahu bahwa lingkungan sekolah adalah seharusnya menjadi lingkungan yang steril atau dan menjadi zona anti kekerasan baik yang dilakukan oleh sesama peserta didik, guru baik guru regular non-reguler, pengelola sekolah maupun pemimpin sekolah, penjaga sekolah dan keamanan sekolah. Namun apa yang terjadi tindakan JD justru mencoret apa yang telah menjadi niat baik pemerintah DKI Jakarta untuk membangun DKI Jakarta yang ramah anak.
Bersesuaian dengan UU RI Nomor : 35 tahun 2014 mengenai perubahan atas UU RI nomor: 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak untuk UU RI Nomor : 17 tahun 2016 tentang penerapan PERPU Nomor: 02 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI Nomor : 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, JD terancam pidana kurungan minimal 5 tahun dan maksimal 20 tahun dan dapat pula diancam dengan kurungan seumur hidup dan bahkan dapat ditambahkan dengan hukuman pemberatan jika pelaku masuk dalam kategori residivis dapat dikenakan sanksi kebiri dengan cara disuntik kimia.
Sungguh bertambah berat yang akan diterima oleh JD, jika JD sebagai pelaku terbukti melakukan tindakan kejahatan seksual terhadap siswanya, pelaku akan menghadapi proses hukum yang luar biasa.
Dengan demikian, Komnas Perlindungan Anak mengajak komponen masyarakat, para pegiat perlindungan anak, stakeholder perlindungan anak, tokoh agama, alim ulama, media dan Wakil Rakyat untuk mendukung Gerakan Sekolah Layak Anak dan rumah bersahabat anak sebagai bagian integral yang tidak terpisahkan dari upaya perlindungan anak di DKI Jakarta dan di seluruh nusantara sebagai upaya Memutus Mata Rantai Kekerasan Terhadap Anak baik dalam lingkungan rumah, lingkungan sekolah, n lingkungan sosial anak serta tempat-tempat lain yang dapat mengancam keselamatan dan jiwa anak.
Ayo kita dukung program pemerintah DKI menjadikan sekolah ramah anak dan sekolah yang bersahabat pada anak. Marilah kita bangun budaya perlindungan anak dan gerakan perlindungan anak yang masif, berkesinambungan, dan agresif di setiap lingkungan sosial anak anak, dengan menempatkan anak adalah anak semua, "anakmu dan cucumu adalah anakku juga". Itulah yang harus didukung oleh semua komponen masyarakat khususnya di DKI Jakarta demikian ajakan Arist Merdeka Sirait.