Notification

×

Iklan

Iklan

Ditolak Warga karena Non-Muslim, Ini Pesan AHY untuk Politikus

5 Apr 2019 | 10:46 WIB Last Updated 2019-11-10T13:46:46Z
Agus Harimurti Yudhoyono
YOGYAKARTA, GREENBERITA.com - Ditolak warga mengontrak rumah di Pedukuhan Karet, Desa Pleret, Kecamatan Pleret, Bantul. Alasannya, Slamet Jumiarto (42) yang seniman pelukis itu, beragama non-muslim. Hal itu mendapat perhatian dari Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Pedukuhan Karet sudah mencabut aturan tertulis yang menyebut warga pendatang non-muslim dilarang berdomisili di wilayahnya. Aturan tersebut dianggap sudah tidak berlaku lagi.

Namun, Komandan Kogasma Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menggarisbawahi agar ke depan hal tersebut tidak berlaku lagi. Tidak hanya di Bantul, namun di seluruh wilayah Tanah Air.

"Negara kita adalah milik semuanya, warga negata punya hak dan kewajiban yang sama. Tidak boleh ada warga yang dirugikan secara konstitusional, apalagi karena perbedaan identitas; agama, suku, ras dan etnis," kata AHY usai orasi politik dalam rapat umum Partai Demokrat di Graha Sarina Vidi, Jalan Magelang Sleman, DIY, seperti yang dilansir dari tagar.id, Kamis (4/4).

AHY mengajak semua pihak agar ke depan, menjaga kehidupan yang toleran, harmonis bersatu dalam perbedaan.

"Negara kita sangat majemuk, jangan sampai kita bertentangan satu sama yang lainnya hanya perbedaan identitas," ungkapnya.

Menurut dia, kisah Slamet di Pedukuhan Karet ini menjadi pembelajaran bersama. Jangan sampai kembali terulang lagi di kemudian hari. Ini tidak boleh terjadi, tidak hanya di tahun politik seperti sekarang ini, tapi juga dalam kehidupan sehari-hari ke depannya.

"Para politisi juga harus menjadi contoh yang baik. Politisi jangan mudah sekali menggunakan isu untuk mendapatkan keuntungan politik," tegasnya.

AHY berpesan kepada semuanya untuk sama-sama menjaga kehidupan dengan bertenggang rasa, bertoleransi, menghargai perbedaan serta menghormati satu sama lain.

"Negara harus hadir untuk menjamin warga negaranya hidup aman, tenang dan nyaman di lingkungannya. Jangan sampai ada warga negara terusik kehidupan sehari harinya karena tidak nyaman," paparnya.

Seperti diketahui, Slamet Jumiarto (42) warga ber-KTP Notoprajan, Kota Yogyakarta ditolak tinggal di Dusun Karet RT 08, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul karena  non-muslim. Mayoritas warga setempat muslim.

Di pedukuhan tersebut ada aturan tertulis yang menyebutkan pendatang harus beragam Islam. Aturan lain wajib mengikuti adat yang berlaku seperti upacara adat, gotong royong, menjaga kebersihan dan keamanan. Selain itu, warga pendatang dikenai iuran Rp 1 juta untuk kas kampung atau RT setempat.

Aturan tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Nomor 03/POKGIAT/Krt/Plt/X/2015. Aturan tersebut merupakan kesepakatan warga setempat.

Kasus ini menjadi viral dan pemberitaan di media massa. Pengurus Pedukuhan Karet akhirnya mencabut aturan tertulis yang diskriminatif tersebut. Aturan tersebut secara resmi sudah tidak berlaku lagi. Pengurus pedukuhan akhirnya meminta maaf.

Memang aturan resmi sudah dicabut, warga pedukuhan Karet juga sudah tidak mempersoalkan Slamet Jumiarto mengontrak rumah di wilayahnya. Namun, Slamet memilih pergi, mencari kontrakan rumah yang baru di tempat lain. (rel-marsht)