Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait |
Jika para predator kejahatan seksual telah dilakukan berulang-ulang dan masuk dalam kategori residivis maka predator kejahatan seksual AY (23) dan IR (32) dapat dikenakan hukuman tambahan kebiri (kastrasi) dengan cara suntik kimia, ter kecuali bagi RI (27) pelaku kekerasan seksual terhadap pacarnya di Solok karena pelaku masih tergolong usia anak, berdasarkan ketentuan UU RI Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak junto UU RI Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistim Peradilan Tindak Pidana Anak (SPPA), RI (16) hanya dapat diancam pida penjara maksimal 10 tahun penjara.
Namun demikian, atas kasus kejahatan seksual di tiga tempat berbeda ini harus segera diwaspadai bahwa telah terjadi kejahatan seksual terhadap anak yang serius dan berulang-ulang dan dilakukan secara bergerombol (geng RAPE) dengan menelan korban banyak anak, sehingga tidaklah berlebihan jika Sumatera Barat dapat digolongkan berada pada zona merah atau Darurat Kekerasan seksual terhadap anak.
Data yang dikumpulkan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Propinsi Sumbar dan LPA Kota Padang atas peristiwa kejahatan seksual di Sumatera Barat menunjukkan angka yang terus meningkat. Dari 229 kasus pelanggaran yang dilaporkan ke Unit PPA tahun 2018 menunjukkan kasus pelanggaran hak anak, 52% didominasi kasus kejahatan seksual. Dari laporan itu, ditemukan pelakunya adalah orang terdekat korban dan sebarannya merata antara di desa dan di kota di Sumbar.
Lingkungan rumah dan sekolah serta ruang telah menjadi ancaman dan tidak lagi menjadi tempat yang nyaman bagi anak.
Oleh sebab itu, dalam kesempatan ini Komnas Perlindungan Anak memberikan apreasi kepada Polres Pasaman dan Polres Koto Solok yang telah bekerja keras dan cepat mengungkap kasus kejahatan seksual terhadap puluhan anak-anak di tiga tempat kejadian.
"Oleh sebab itu, berdasarkan ketentuan pasal 78 UU RI.Nomor 35 Tahun 2014, Komnas Perlindungan Anak sebagai lembaga independen dibidang promosi, pemenuhan, pembelaan dan perlindungan Anak di Indonesia merekomendasikan agar pemerintah segera mencanangkan atau mendeklarasikan gerakan bersama memutus mata rantai Darurat kekerasan seksual terhadap Anak di Sumbar dengan melibatkan ulama, pegiat perlindungan anak, tokoh adat dan masyarakat, perguruan tinggi serta pekerja media. Pemerintahan Sumbar dan anggota dewan harus berperan dan bertanggungjawab untuk melindungi Anak," tambah Arist penuh harap. (Rel)