Notification

×

Iklan

Iklan

Bagian II: Perjalanan Menilik Wisata Tetangga, Nyamankah?

12 Jan 2019 | 10:46 WIB Last Updated 2019-11-10T13:59:01Z

Oleh: Sebastian Hutabarat 

GREENBERITA.com - Perjalanan ke Penang Malaysia ini sudah kami lakukan sejak 20 tahun lalu.

Teringat ketika Almarhum Bapakku dulu, Oscar Hutabarat sakit tenggorokan dan suaranya tidak bisa keluar. 

Hampir semua dokter yang kami temui di Balige,  Siantar hingga Medan memberi jawaban yang berbeda yang intinya tidak menjawab kebutuhan kami.

Hingga suatu waktu kami makan bubur ayam di Siantar dan saya bertanya kepada tukang bubur kenapa tutup bulan lalu?

"Oh kami berobat ke Penang," ujarnya.

Dalam hati saya bergumam, Bapak tukang bubur ini bisa berobat hingga ke Penang, sementara Bapak kami, anak Tauke, sejak zaman baheula, Heheheh..

Dan sudah kerja di perusahaan beken Belanda, jadi tauke minyak, belum bisa dapat pelayanan kesehatan yang bagus di Negerinya.?

Di Rumah Sakit HKBP Balige yang seratus tahun lalu sudah maju dan dikunjungi banyak orang dari berbagai daerah, Bapak mengeluh ketika itu, "Disini mungkin cuma dokter hewan yang ada," kata bapakku dulu ketika marah dan kesal.

Beberapa saat kemudian kakak saya, yang lagi tugas di Malaysia membantu mengupayakan pengobatan Almarhum Bapak di Island Hospital Penang.

Bapakku pun kembali sehat hingga 15 tahun kemudian.

Hari ini, 20 tahun setelah kejadian itu, saya bertemu banyak sekali orang Indonesia yang hampir semua punya tujuan sama, berobat atau sekedar cek up rutin.

Seorang Ibu Boru Manurung yang berasal dari Janji Maria Sigaol, Tobasa, datang bersama Eda dan menantunya.

Entah berapa juta orang yang sudah datang dan masih terus berdatangan.

Dari Medan kabarnya, bisa 5 penerbangan sehari,  belum lagi dari Jakarta, Surabaya, Kalimantan,  Sulaweis dan lainnya.

Saya sendiri setelah mungkin lebih dari sepuluh kali kemari, tapi baru pertama kali datang lewat Silangit, Danau Toba.

Mencoba menikmati penerbangan murah promosi gencar Air Asia, Silangit-KL.

Tapi belum banyak yang menggunakan kesempatan itu.

Kemarin, sambil menunggu hasil laboratorium, saya jalan kaki dari sekitar rumah sakit melewati trotoar, memasuki pasar rakyat, pemukiman sederhana dan berbagai toko di sepanjang jalan.

Tiga jam lebih saya menghabiskan waktu dan tidak terasa.

Trotoar disini begitu lebar dan nyaman serta sangat bersih dan rindang oleh pepohonan.


Sementara, dikampungku, hak pejalan kaki begitu di anak tirikan, bahkan ada trotoar dijadikan taman. Sehingga tidak jarang pejalan kaki mengalami celaka tertabrak kendaraan.

"Gimana mau nyaman wisatawan berjalan kaki di negeri indah itu," pikir ku.

Setiap perjalanan kemari, setiap saat itu juga saya mengingat RS HKBP Balige yang sudah dikunjungi ribuan orang yang ingin sembuh dari berbagai daerah di Indonesia.

Tapi itu cerita itu hanya puluhan tahun lalu.

Cerita 2 Minggu yang lalu, lain lagi.

Sebuah berita duka, menambah berita duka lainnya, tentang Ibu yang meninggal karena proses melahirkan.

Seorang Ibu dari Balige harus dibawa ke Tarutung,  45 km jauhnya setelah pecah ketuban, karena ketiadaan dokter kandungan.

Beberapa jam setelah melahirkan, Ibu itu menggigil kedinginan, ia genggam erat tangan suaminya, dan ia pun pergi selamanya.

Namun kita mungkin akan berkilah, "sudah waktunya," atau aneka kata kata penghiburan lainnnya.

Tapi seorang teman berkata, proses Ibu meninggal karena melahirkan itu, hanya terjadi di zaman batu,  sudah hampir tidak ada lagi sekarang.

Masih di jaman batukah pelayanan kesehatan di TOBA kita?

Sambil terus berjalan di trotoar di Rumah Sakit,  sayapun tersadar ketika suster memanggil harus membayar sekitar 800 RM atau sekitar 2.800.000 rupiah untuk biaya cek-up, rontgen, konseling dokter dan beberapa obat yang saya perlukan.

Uang yang tidak sedikit dikalikan ribuan orang setiap hari, mestinya tidak harus kita antar ke Nnegeri orang ini, kalau saja di Negeri kita ada pelayanan yang sebanding.

Tapi tak ape lah.., kata orang Malaysia.

Kita usahakan pengembalian uang kita di Malaysia ini dalam bentuk wisata mereka saja ke Danau Toba.

Mari layani dan sajikan aneka tempat dan  perbelanjaan  yang enak untuk tamu tamu kita ini di sekitaran Danau Toba, seperti dilakukan kawan kawan kita di Bandung yang hingga kini penerbangan Malaysia Bandung bisa 5 x per hari, mayoritas untuk belanja dan berwisata di Bandung.

Mari, jadikan diri kita menjadi sebagai tuan rumah yang baik dan bijaksana.

(Penang Malaysia, 12 January 2019)