Notification

×

Iklan

Iklan

Cegah Bencana, Warga Samosir Minta Bupati Ikuti Langkah Taput Hentikan Dukungan ke PKR PT TPL

27 Nov 2025 | 19:55 WIB Last Updated 2025-11-27T12:55:40Z

Bencana Banjir di Kawasan Tapanuli Raya (photo ist/gb)

GREENBERITA.com– Langkah tegas Bupati Tapanuli Utara (Taput) JTP Hutabarat yang menerbitkan surat edaran melarang para camat dan kepala desa di wilayahnya mengeluarkan surat rekomendasi atau dukungan terhadap pelaksanaan kegiatan perkebunan kayu rakyat (PKR) yang dikerjasamakan dengan PT Toba Pulp Lestari (TPL), memicu gelombang dukungan sekaligus harapan baru di daerah tetangga, Kabupaten Samosir.


Surat edaran tersebut menjadi sinyal kuat bahwa pemerintah daerah bisa mengambil sikap dalam menanggapi keresahan masyarakat mengenai aktivitas yang dinilai berpotensi merusak lingkungan. Respons cepat muncul dari salah satu Tokoh Masyarakat Kabupaten Samosir, Melani Butarbutar, yang menyampaikan apresiasi sekaligus dorongan keras kepada pemerintah daerahnya.


"Saya mengapresiasi dan salut, makanya kita dorong bupati Samosir juga merekomendasi penghentian perusakan hutan, legal atau tak legal, suruh tangkap oknum perusak lingkungan itu," tegas Melani Butarbutar ketika dikonfirmasi greenberita pada Kamis, (27/11/2025).


Melani, yang pernah menjabat sebagai Kepala Dinas Pariwisata dan Asisten Pemkab Samosir periode 2006–2013, menilai bahwa Samosir membutuhkan keberanian serupa. Baginya, kondisi geografis Samosir yang berbukit, berlembah, dan merupakan hasil erupsi Gunung Toba, menjadikan kawasan ini sangat rentan terhadap bencana apabila terjadi kerusakan lingkungan.


"Apalagi kita tahu secara topografi dan geologis geografis wilayah Samosir berbukit dan lembah, Samosir tinggalan erupsi dari Gunung Toba, yang tanahnya rawan bencana dan harus jadi zona putih, tanpa perlakuan merusak hutan dan bentang alam," ujarnya.


Dengan nada yang lebih keras, ia menegaskan bahwa Bupati Samosir wajib menunjukkan keberpihakan kepada rakyat, bukan tunduk pada kebijakan yang disebutnya merusak masa depan masyarakat.


"Ambil terobosan, hentikan dan tangkap perusak hutan, rakyat mu yang menderita, bukan rakyat menteri kehutanan," seru Melani.


Ia juga mengungkapkan pengalaman pribadi dan warga sekitar yang merasakan dampak langsung kerusakan lingkungan, khususnya di Kenegerian Ambarita dan kawasan Lontung.


"Sejak 2019 sampai 2024, tanah longsor, banjir dari bukit Sitiotio, Sihotang dan sebagainya terlihat galian batu dan tebangan kayu adalah penyebab utama," ungkapnya.


Akibatnya, kata Melani, mata air hilang dan sungai kering, lahan kering.


Di sisi lain, Pemerintah Kabupaten Samosir melalui Kepala Pelaksana BPBD Samosir, Sarimpol Manihuruk, menyatakan bahwa pihaknya terus melakukan langkah kesiapsiagaan menghadapi potensi bencana.


"Kita sudah himbau kepada Camat dan Kepala Desa khususnya untuk wilayah titik rawan bencana di Samosir, agar memberikan sosialisasi kepada warganya agar berhati-hati atas terhadap cuaca ekstrem sekarang," jelasnya.


Meski demikian, BPBD belum mengeluarkan himbauan untuk pengungsian sementara bagi warga di daerah rawan.


"Tidak bisa, kalau analisa bencana itu kan nggak bisa kita suruh ngungsi (sebelum bencana, red), walaupun itu dititip rawan bencana," pungkasnya.


Sikap berbeda antara dua kabupaten bertetangga ini menunjukkan adanya dinamika kebijakan lingkungan yang kini menjadi sorotan masyarakat. Dorongan agar Samosir meniru langkah Taput semakin menguat, terutama dari warga yang telah merasakan akibat buruk eksploitasi alam.**(Gb-Ferndt01)