Notification

×

Iklan

Iklan

Hadirkan Dua Saksi Ahli, Pengacara Mangindar Simbolon: Klien Kami Harus Dibebaskan dari Segala Tuntutan

9 Mar 2024 | 14:39 WIB Last Updated 2024-03-11T03:04:16Z
 
Pengadilan Negeri Medan(4/5)
:(gb/doc/ist)

 
GREENBERITA.com- Pemeriksaan dua saksi ahli yang dihadirkan dalam lanjutan sidang perkara dugaan kasus korupsi hutan Tele Mangindar Simbolon di Pengadilan Negeri Medan pada Senin (4/5/2024) dinilai membuka tabir dengan terkuaknya bahwa penghunjukan Hutan Tele belum final.

Saksi pertama dari Ahli dari Kehutanan, Tumpak Siregar menyampaikan bahwa kawasan Hutan Tele memang pernah di tunjuk menjadi kawasan hutan melalui Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) pada Tahun 1982. 

"Penunjukannya dilakukan Menteri saat itu di atas meja tanpa terjun langsung ke lapangan," ujar Tumpak Siregar. 

Menurutnya, penunjukan itu belum final dikarenakan beberapa tahapan belum dipenuhi yakni setelah di tunjuk, maka seharusnya pelaksanaan tata batas, kemudian pembuatan Berita Acara Tata Batas Kawasan Hutan yang ditandatangani oleh Panitia dan terakhir penetapan dengan Keputusan Menteri.

"Ada tiga tahapan lagi yang harus dilakukan setelah dihunjuk oleh Menteri," kataTumpak Siregar.

Saat ditanya tentang peran Mangindar Simbolon saat mengusulkan kawasan itu untuk ditata dari para perambah liar, Tumpak tegas menyampaikan, sebagai Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Tobasa, surat usulan itu tidak ada masalah karena Mangindar diakuinya telah menjalankan pekerjaanya sesuai dengan tupoksinya.

Kemudian, saksi kedua Dr Berlian Simarmata, S.H, M.Hum saat dihadirkan sebagai saksi ahli pidana menyampaikan, kasus yang dituduhkan kepada Mangindar Simbolon sudah terlalu lama yakni sekitar 24 tahun lalu dan penyelidikannya dinilai belum lengkap sehingga belum layak diajukan ke penuntutan.

Belum lengkap diakuinya, kerugian negara yang dituduhkan belum dihitung oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). 

"Instansi yang berwenang menyatakan ada tidaknya kerugian keuangan Negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan yang memiliki kewenangan konstitusional, sedangkan instansi lainnya seperti Badan Pengawasan Keuangan tetapberwenang melakukan pemeriksaan dan audit pengelolaan keuangan Negara namun tidak berwenang menyatakan atau men-declare adanya kerugian keuangan Negara, itu tertuang dalam SEMA Nomor 4 Tahun 2016, butir 6," tegas Berlian Simarmata. 


Lebih lanjut, dalam Unsur-unsur UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yakni, yang menyebabkan kerugian secara langsung itulah yang seharusnya bertanggung jawab dihadapan hukum.

"Jadi perbuatan yang menimbulkan kerugian negara, itulah penyebab timbulnyakerugian negara, dan penyebab timbulnya kerugian negara itulah pelanggar yang melakukan. Dan, dalam Teori Hukum Pidana, penyebab dari suatu akibat adalah perbuatan yang secara langsung dapat menyebabkan kerugian negara itu," tegasnya.

Oleh karena itu, dalam kasus yang dijalani oleh Mangindar Simbolon, bagi Berlian masih belum jelas, perbuatan mana atau apa yang dilakukan Mangindar Simbolon yang menyebabkan timbulnya kerugian negara.

Menurutnya, peran seseorang itu harus jelas supaya bisa dilihat. Jika jelas perbuatan apa yang menimbulkan kerugian negara, maka dijelaskan, siapa yang melakukan perbuatan itu, dan itulah orang yang dapat dimintakan pertanggungjawaban pidananya.

Kuasa Hukum Mangindar Simbolon, Arlius Zebua S.H, M.H menyampaikan, kliennya Mangindar Simbolon harus dibebaskan dari segala tuntutan, sebab persidangan ini dengan terang benderang tidak bisa membuktikan dakwaan JPU terhadap Mangindar Simbolon.


(Gb-ferndt01)