Ket Foto : Kedua terdakwa merupakan pasutri dihadirkan secara online di Pengadilan Tipikor Medan. |
MEDAN, GREENBERITA.com -- Pasangan suami istri Syafda Ridha Syukurillah alias Ridho dan Devi (berkas penuntutan terpisah), Rabu (2/2/2022) dalam persidangan online di ruang Cakra 8 Pengadilan Tipikor Medan dituntut bervariasi.
Terdakwa Ridho dituntut agar dipidana 5,5 tahun dan denda Rp50 juta subsidair (bola denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana) 3 bulan kurungan.
Selain itu JPU dari Kejati Sumut dimotori Ingan Malem Purba juga menuntut terdakwa agar dikenakan pidana tambahan membayar uang pengganti (UP) kerugian keuangan negara sebesar Rp2,26 miliar.
Dengan ketentuan sebulan setelah perkaranya berkekuatan hukum tetap maka JPU menyita harta bendanya kemudian dilelang. Bila nantinya juga tidak mencukupi menutupi UP kerugian keuangan negara tersebut maka diganti dengan pidana 3 tahun penjara.
Dari fakta-fakta terungkap di persidangan, terdakwa Syafda Ridha Syukurillah maupun istrinya, Devi selaku mantan Kepala PT Pegadaian (Persero) UPC Perdamaian, Kecamatan Langkat, Provinsi Sumatera Utara (Sumut), tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan primair penuntut umum.
"Untuk itu memohon kepada majelis hakim Yang Mulia agar membebaskan kedua terdakwa (berkas penuntutan terpisah) dari dakwaan primair dimaksud," urai Ingan Malem Purba.
Kedua terdakwa dinilai telah memenuhi unsur melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan subsidair, Pasal 3 juncto Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 K U H Pidana.
Yakni melakukan atau turut serta melakukan dengan tujuan memlerkaya diri sendiri atau orangan lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang ada padanya yang dapat mengakibatkan kerugian keuangan negara.
Dalam kurun waktu 2019 hingga 2020, sebanyak 303 kali transaksi menggunakan emas imitasi dan 3 transaksi tanpa boroh yang digadaikan terdakwa Ridho dengan menggunakan nama orang lain yang dibeli dari emperan di kawasan Pasar Sambu Medan kemudian ditaksir dan disetujui pencairannya oleh terdakwa Devi dengan nilai seolah emas asli.
Sedangkan terdakwa lainnya Devi ditintita agar dipidana 4,5 tahun dan denda Rp50 juta subsidair 3 bulan kurungan.
Mantan orang pertama do PT Pegadaian (Persero) UPC Perdamaian, Kecamatan Langkat tidak dikenakan pidana tambahan membayar UP kerugian keuangan negara.
Hal yang memberatkan terhadap diri kedua terdakwa, tidak sejalan dengan program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
Meringankan, kedua terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa Devi telah mengembalikan kerugian keuangan negara, mengakui dan menyesali perbuatannya dan masih memiliki tanggungan keluarga.
Akibat perbuatan mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp2,3 miliar lebih dipotong dengan pengembalian keuangan negara sebesar Rp127,8 juta menjadi Rp2,26 miliar lebih.
Usai pembacaan materi tuntutan, majelis hakim diketuai Immanuel Tarigan memberikan kesempatan kepada kedua terdakwa maupun penasihat hukumnya (PH) untuk menyampaikan nota pembelaan (pledoi), Senin (14/2/2022) mendatang kebetulan peringatan Hari Kasih Sayang Sedunia.
"Baik ya? Kalau bapak ibu juga mau menyampaikan nota pembelaan pribadi lewat monitor vicon silakan " pungkas Immanuel didampingi hakim anggota Eliwarti dan Rurita Ningrum.
Sementara usai persidangan JPU Ingan Malem Purba membenarkan, hanya terdakwa Ridho yang dikenakan pidana tambahan membayar UP kerugian keuangan negara.
"Enggak. Cuma suaminya (terdakwa Ridho. Karena fakta di persidangan dia yang menikmati uang hasil gadaian emas palsunya," tegasnya.
(GB--RAF)