GEMPA: Peta gempa bumi yang menggoyang kawasan Pulau Samosir, Danau Toba. (sum: Sumutpos.co)
MEDAN, GREENBERITA.com|| Aktivitas gempa bumi di kawasan Samosir, Danau Toba, hingga saat ini masih terus terjadi. Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BBMKG) Wilayah I Medan mencatat, sejak 23 Januari 2021 hingga Rabu, 19 Mei 2021, terjadi 184 kali gempa bumi di wilayah tersebut.
“Berdasarkan analisa Pusat Gempa Regional (PGR) 1, sampai pukul 09.00 WIB tadi tercatat ada 184 kejadian gempa bumi di Samosir,” kata analis PGR I BBMKG Wilayah I Medan, Endah Puspita Sari kepada wartawan, Rabu (19/5).
Dia menjelaskan, untuk satu hari terakhir, terdapat 24 kejadian gempa bumi di Samosir. Variasi kejadian gempa bumi sendiri, kata Dian dikategorikan dalam gempa dangkal dan sangat lokal.
“Istilah ini kita sebut dengan swarm, yaitu frekuensi gempa yang sering terjadi dalam skala kecil,” jelasnya. Untuk itu menurutnya, diperlukan kajian lebih lanjut terkait kejadian gempa yang berlangsung tersebut. “Oleh karena itu masyarakat diimbau agar tetap tenang dan tidak perlu panik,” pungkasnya.
Informasi yang dilansir dari Sumutpos.co, Sebelumnya gempa bumi dengan magnitudo 3,5 terjadi di Kabupaten Samosir, Sumatera Utara pada Selasa (18/5) malam, pukul 19.14 WIB. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Samosir menginformasikan, guncangan kuat dirasakan oleh warganya.
“Warga Samosir merasakan guncangan selama 3 hingga 4 detik. Namun demikian, warga tidak panik saat gempa terjadi,” ujar Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Raditya Jati melalui keterangan tertulis, Rabu (19/5).
Hingga kini, BPBD setempat belum menginformasikan adanya laporan dampak akibat gempa tersebut. “Berselang hampir satu jam, gempa dengan magnitudo 2,2 kembali terjadi, tepatnya pukul 20.12 WIB,” ungkap Raditya.
Gempa dengan magnitudo 3,5 berpusat 5 km timur Samosir dan berkedalaman 3 km, sedangkan magnitudo 2,2 berpusat pada 2 km timur Samosir dan berkedalaman 1 km.
Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono menyampaikan, gempa di sekitar Samosir merupakan bagian rangkaian gempa swarm atau gempa kerumuman di sekitar Toba. Berdasarkan analisis kekuatan guncangan dengan skala MMI, gempa tersebut berada pada II MMI.
Gempa swarm adalah serangkaian aktivitas gempa bumi yang terjadi di kawasan sangat lokal, dengan magnitudo relatif kecil, memiliki karakteristik frekuensi kejadian sangat sering, dan berlangsung dalam periode waktu tertentu. Aktivitas gempa di Samosir saat ini layak disebut swarm, karena gempa yang terjadi sangat banyak tetapi tidak ada gempa yang magnitudonya menonjol sebagai gempa utama (mainshocks). Selain itu memang rata-rata magnitudo gempa relatif kecil, yaitu kurang dari Magnitudo 4,0.
Aktivitas gempa swarm merupakan cerminan berlangsungnya proses pelepasan tegangan pada batuan kulit Bumi yang berlangsung karena karakteristik batuan yang rapuh (brittle). Jika medan tegangan yang tersimpan di dalam sudah habis, maka aktivitas gempa swarm ini dengan sendirinya akan berakhir.
Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG, Tiar Prasetya mengatakan, gempa-gempa dengan kedalaman dangkal bahkan sangat dangkal disebut juga gempa swarm merupakan dampak dari sesar yang aktif. “Jadi setiap pergerakan sesar itu lalu patah, terjadi gempa maka energi yang dikeluarkan kecil,” katanya.
Ia menambahkan, pergerakan sesar sering terjadi dalam waktu-waktu tertentu bisa dalam sebulan atau dua bulan. Pada beberapa kasus gempa swarm, biasa juga terjadi di zona gunung api. Swarm dapat terjadi di bagian yang mengalami akumulasi medan tegangan berkaitan dengan aktivitas pergerakan magma.
Selain berkaitan dengan aktivitas vulkanisme, beberapa laporan menunjukkan bahwa gempa swarms juga dapat terjadi di kawasan non-vulkanik. Fenomena swarms memang dapat terjadi pada kawasan dengan karakteristik batuan rapuh dan mudah mengalami retakan-retakan (fractures).
Bagi kalangan ahli, gempa swarm merupakan fenomena alam biasa. Namun demikian karena fenomena semacam ini jarang terjadi dan masyarakat sebagian besar belum banyak memahaminya, maka wajar jika banyak yang merasa resah.
Wilayah Indonesia memang rawan terjadi gempa karena terletak di zona pertemuan tiga lempeng tektonik yaitu Lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik.
Sudah tentu ketika lempeng bergerak maka tanah di atasnya akan bergoyang yang disebut gempa. Karena hingga saat ini belum ada teknologi yang mampu menginformasikan kapan dan di mana gempa akan terjadi, maka bisa saja gempa terjadi sewaktu-waktu.
Sudah semestinya masyarakat yang tinggal di daerah rawan gempa lebih memahami mitigasi bencana dan cepat tanggap saat gempa terjadi. Paham apa yang harus dilakukan sebelum, saat dan sesudah gempa.
Masyarakat harus ‘melek’ terhadap kerawanan bencana di daerahnya masing-masing. Maka kesiapsiagaan bencana sangat penting. Masyarakat tidak perlu takut tinggal di daerah rawan bencana, yang terpenting informasi potensi gempa harus direspon dengan langkah nyata dengan memperkuat mitigasi.
(gb-ars/rel)