Notification

×

Iklan

Iklan

Tembak Satwa Liar, Pelaku Dikenai Sanksi Adat Boto Cuku Nunga NTT

25 Feb 2021 | 12:41 WIB Last Updated 2021-02-25T05:41:59Z

Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA)
GREENBERITA.com - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Nusa Tenggara Timur (NTT), menjadi saksi berlangsungnya sanksi adat yang disebut dengan “Boto Cuku Nunga" kepada pelaku penembakan jenis Burung Sikep Madu Asia (Pernis ptilorhynchus). Upacara adat diselenggarakan di Mbaru Gendang (Rumah Adat) Bondo, Kampung Liang Leso, Desa Watu Mori, Kecamatan Ranamese, Kabupaten Manggarai Timur pada Sabtu (20/2).

  

Upacara “Boto Cuku Nunga” dipimpin oleh Tua Adat Gendang Bondo Bapak Narsianus Babur disaksikan oleh Kepala Bidang KSDA Wilayah II Heri Suheri, Camat Ranamese Maria Anjelina Teme), Kepala KPH Wilayah Manggarai Timur Marselus Ndeu, Danramil 04 Borong Zainuddin, Kanit Samapta Polsek Borong Silvester Jeradu, dan Ketua Dewan Paroki St. Albertus Sok Ignasius Geong.


Kepala Balai Besar KSDA NTT, Timbul Batubara pada keterangan tertulisnya (24/02/2021) mengungkapkan, ikhwal upacara adat ini dilakukan bermula dari terjadinya penembakan terhadap jenis Burung Sikep Madu Asia (Pernis ptilorhynchus) pada tanggal 11 Februari 2021 oleh pelaku berinisial “HS” dari Kampung Liang Leso. 


Penembakan yang mengakibatkan kematian terhadap Burung Sikep Asia ini menjadi perhatian pemerhati burung, sehingga menyita perhatian berbagai kalangan yang menuntut adanya pertanggungjawaban secara hukum kepada pelaku. Situasi ini mengakibatkan pelaku “shock” dan meminta perlindungan adat dan diputuskan untuk dilakukan upacara “Boto Cuku Nunga”. 


Burung Sikep Madu Asia (Pernis ptilorhynchus) merupakan jenis satwa liar yang terdaftar dalam Appendix II CITES dan termasuk satwa dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 106 Tahun 2018 tentang Perubahan kedua Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 20 Tahun 2018 tentang Tumbuhan dan Satwa Dilindungi.


Timbul dalam sambutannya melalui telekonferensi saat upacara “Boto Cuku Nunga”, menyampaikan apresiasi kepada Tua Adat Gendang Bondo Bapak Narsianus Babur bersama unsur adat Liang Leso, segenap unsur Pemerintah yang terdiri atas Camat Ranamese, Kapolsek Borong, Danramil Borong, Kepala KPH Wilayah Manggarai Timur, Ketua Dewan Paroki St Albertus Sok.


Lebih lanjut Timbul menerangkan bahwa sumberdaya alam merupakan “Saudara Tua” dalam proses penciptaan oleh Tuhan yang Maha Esa, oleh sebab itu penghormatan dan kepedulian kita terhadap saudara tua ini patut terus kita tumbuh kembangkan, marilah kita patuhi kodrat alam, kita dapat memanfaatkan alam sesuai dengan peraturan.  


Upacara “Boto Cuku Nunga” berlangsung dengan tertib dan lancar, diterima oleh pelaku dan diputuskan oleh Tua Adat serta disaksikan seluruh Forkompika Kecamatan Ranamese dan masyarakat, dengan Sanksi Untuk Upacara Adat yaitu: Menyerahkan 1 ekor ayam  kepada Tua Adat di Rumah Gendang sebagai penghormatan kepada leluhur; Menyerahkan 5 liter tuak putih di Rumah Gendang sebagai penghormatan kepada leluhur; Memotong 5 ekor ayam, menyiapkan 5 Bungkus Rokok, 20 Kg Beras, dan lauk pauk lainnya yang diperuntukkan makan bersama seluruh masyarakat Kampung Liang Leso yang dilaksanakan dengan protokol kesehatan Covid-19; dan Pelaku akan membuat dan memasang 5 unit spanduk terkait himbauan/larangan perburuan liar di wilayah Kampung Liang Leso.


Pada saat upacara adat ini juga, Kapolres Manggarai Timur melalui Kapolsek Borong juga menyampaikan Telegram dari Kapolri Tentang Peraturan Kapolri nomor 8 tahun 2012 tentang pengendalian Senjata Api untuk kepentingan Olahraga dimana pada (Pasal 20) pemilik Senjata Api Olahraga harus memiliki izin dari Kapolda Up. Dirintelkam, dan telah dilakukan serah terima Barang Bukti berupa senapan angin dari pelaku kepada BBKSDA NTT yang disaksikan oleh unsur pemerintah, tokoh agama dan masyarakat adat.


Timbul sekali lagi menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur, Kapolres Manggarai Timur, Dandim 1602 Manggarai, Paroki St. Albertus Sok, dan Tua Adat Manggarai Timur, yang sejak munculnya kasus ini terus menjadi bagian dalam konsultasi dan koordinasi, sehingga proses hukum adat dapat menjadi solusi dalam memberikan efek jera kepada pelaku pelanggaran bidang konservasi.


Timbul mengharapkan, peran Tiga Pilar yakni adat, agama dan pemerintah dalam pelaksanaan konservasi di Nusa Tenggara Timur dapat menjadi kekuatan yang efektif untuk mencegah terjadinya tindakan pelanggaran di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem

(gb-rizal/rel)