Notification

×

Iklan

Iklan

Kasus Korupsi Tele, Kejari Samosir Tetapkan BP Sebagai Tersangka

9 Jun 2020 | 16:18 WIB Last Updated 2020-06-15T14:58:00Z
Kejaksaan Negeri Samosir di PangururAN
SAMOSIR,GREENBERITA.com- Kejaksaan Negeri Pangururan Kabupaten Samosir menetapkan tersangka seorang mantan anggota DPRD Samosir periode 2014-2019 dengan inisial BP sebagai tersangka pada Senin, 08 Juni 2020.

BP yang juga mantan Kepala Desa Partungkonaginjang diperiksa sejak pukul 09 Wib sampai 16 Wib dan setelahnya langsung ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus korupsi pengalihan status APL Tele menjadi milik pribadi dalam bentuk SHM (sertifikat hak milik,red).

Pernyataan itu disampaikan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Samosir Budi Herman kepada greenberita pada Selasa, 09 Juni 2020.

"Persoalan perkembangan kasus korupsi pengalihan status APL Tele menjadi milik pribadi dalam bentuk SHM sudah naik ketahapan penetapan tersangka yaitu saudara BP dalam kapasitasnya sebagai kepala desa Partungko Naginjang pada tahun 2003 silam," ujar Budi Herman.

Menurutnya, pihaknya menetapkan mantan kades Desa Partungko Naginjang itu sebagai tersangka atas dugaan penyalahgunaan wewenang yang saat kejadian masih aktif menjabat sebagai kepala desa. Keterlibatan beberapa oknum lainnya baik oknum pejabat BPN maupun oknum pejabat Pemkab Samosir yang diduga terlibat masih terus didalami Kejari Samosir.

"Karenanya kami meminta dukungan kepada seluruh warga Samosir dimanapun berada supaya kasus ini terang benderang, kami tidak punya kepentingan apapun disini tapi ini kami lakukan untuk penyelamatan lingkungan dan kerugian negara," harap Budi Herman.

Terpisah, Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Samosir, Paul M. Meliala, SH mengatakan akibat dugaan korupsi pengalihan status APL Tele menjadi milik pribadi dalam bentuk SHM ini, ditemukan  potensi kerugian negara sebesar lebih dari Rp 17,5 Miliar.

"Kerugian tersebut didasarkan pada nilai NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) di tahun 2003 silam untuk areal pertanian seluas 350 Hektar di APL-Tele di Desa Partungko Naginjang sebelum berganti nama menjadi Desa Hariara Pintu, Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir. Hitungan Rp 17,5 miliar itu masih untuk lahan pertanian, kalau ikut pemukimannya bisa lebih banyak kerugian negaranya," sebut Paul  M. Meliala, SH.

Menurutnya, tersangka BP diduga memindahtangankan beberapa bidang tanah di areal APL-Tele kepada orang lain serta meningkatkan hak menjadi SHM (sertifikat hak milik) yang bukan pemohon ijin membuka tanah tanpa ada ijin pejabat berwenang sesuai persyaratan dalam surat keputusan (SK) Bupati Tobasa nomor 281 tahun 2003.

Dalam berita acara pemeriksaan (BAP) diuraikan, tersangka BP yang selama 20 tahun aktif sebagai Kades Partungko Naginjang (1987-2007), menyebut banyak masyarakatnya saat itu menggarap tanah di APL tersebut. Kemudian masyarakat melalui BP selaku Kades aktif mengajukan permohonan ijin membuka tanah kepada Pemkab Taput (sebelum dimekarkan menjadi Kabupaten Tobasa) namun tak kunjung diproses hingga pemekaran Kabupaten Tobasa terjadi. 

Kemudian oleh Pemkab Tobasa, pada tanggal 26 Desember 2003, Bupati Tobasa yang kemudian menerbitkan SK 281 tahun 2003 tentang ijin membuka tanah untuk pemukiman dan pertanian pada kawasan APL tanah negara bebas yang terletak di Desa Partungkoan Naginjang, diserahkan langsung oleh Tito Siahaan (saat itu menjabat sebagai Kabag Hukum Pemkab Tobasa) kepada tersangka BP termasuk petikan putusan SK 281 berikut peta bidang tanah.

"Seharusnya ketika itu, BP menyampaikan pengelolaan dan pembagian tanah itu kepada Pemkab Samosir yang sudah terbentuk, jadi pengembangan kasus ini tidak semata pada SK 281, namun didalami pada penguasaan tanah negara termasuk pada kawasan APL Desa Partukko naginjang sampai desa Hariara Pintu seluas 4.500 hektar dengan tujuan menyelamatkan tanah negara, agar tidak menjadi objek jual beli oleh oknum tidak bertanggung jawab," pungkas Paul M.Meliala.


(gb-Ambros04)