Notification

×

Iklan

Iklan

Kembangkan Kasus Pidana Lingkungan di Desa Marlumba, Polres Samosir Tetapkan PS Tersangka

5 Sep 2019 | 21:08 WIB Last Updated 2019-11-10T13:35:28Z
Tipiter Polres Samosir Lakukan Konfrontir Kedua Belah Pihak dengan Cek Lapangan bersama di Huta Simardampian, Desa Simanindo pada Senin, (2/9/2019) lalu.
SAMOSIR,GREENBERITA.com- Maraknya penebangan kayu di area Hutan Lindung diwilayah Pulau Samosir mulai terbukti dengan penangkapan yang dilakukan Polres Samosir terhadap pelaku penebangan hutan negara yang merupakan Hutan Lindung di Desa Marlumba, Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir pada Rabu, (13/3/2019) lalu sekira pukul 19 Wib.

Hal itu dibenarkan Kapolres Samosir melalui Kanit Tipiternya, Aiptu. Darmono Samosir ketika dikonfirmasi greenberita.com diruang kerjanya pada Kamis,(5/9/2019).

"Benar, kita telah melakukan penyelidikan atas dugaan terjadinya penebangan kayu diwilayah Hutan Negara yang merupakan hutan lindung di Desa Marlumba, Kecamatan Simanindo. Setelah melalui penyelidikan intensif sebanyak dua kali dengan menyertakan ahli pemetaan dari Dinas Kehutanan, KPH XIII Dolok Sanggul, diperoleh bahwa area penebangan tersebut adalah hutan lindung, sehingga karenanya kami pada sekitar Juli lalu menetapkan TS alias PB sebagai tersangka," ujar Darmono Samosir.

Dan setelah melakukan pengembangan penyidikan, ditemukan fakta – fakta bahwa ada tersangka lain atas nama PS dan untuk saat ini perkara masih dalam tahap penyidikan.

Menurut Kanit Tipter Polres Samosir, Aiptu Darmono Samosir, penetapan PS sebagai tersangka adalah berdasarkan keterangan tersangka sebelumnya yaitu TS alias PB. TS alias PB mengaku telah memperoleh ijin melakukan peneangan di Hutan Lindung tersebut atas seijin PS dengan imbalan sebesar Rp. 50.000.000,- (Lima Puluh Juta Rupaih) seperti yang tertera dalam Surat Perjanjian Jual Beli Pohon Pinus yang ditandatangani kedua belah pihak pada 11 Maret 2019 lalu.

"Sesuai keterangan tersangka TS, bahwa dia melakukan penebangan pohon dilokasi tersebut berdasarkan kesepakatan yang tertera dalam Surat Perjanjian Jual Beli Pohon Pinus yang ditandatangani kedua belah pihak pada 11 Maret 2019 lalu dengan sejumlah imbalan, sehingga TS alias PB segera melakukan penebangan di area jual beli tersebut. Dan berdasarkan ahli dari Dinas Kehutanan, KPH XIII Dolok Sanggul diperoleh bahwa area penebangan tersebut adalah hutan lindung, sehingga karenanya kami pada sekitar Juli lalu menetapkan TS alias PB sebagai tersangka," ujar Darmono Simamora.


Tambahnya, berdasarkan keterangan tersangka TS alias PB bahwa pohon yang ditebang sesuai dengan persetujuan PS yang ternyata adalah area hutan lindung tersebut masih merupakan area didalam tanah seluas 20 hektar milik PS yang dibeli pohon pinusnya oleh tersangka TS berdasarkan Surat Perjanjian Jual Beli Pohon Pinus yang ditandatangani kedua belah pihak.

"Dan bila ada penyangkalan dari saudara PS, kami juga telah melakukan konfrontir bersama kedua belah pihak dengan cek lapangan. Dan penetapan tersangka tersebut juga berdasarkan fakta yang kami dapatkan dilapangan," tegas Darmono.


Sambil menunjukkan dokumen terkait tanahnya, PS menyangkal keterangan TS alias PB terkait Penetapannya Sebagai Kasus Penebangan Hutan Lindung di Desa Marlumba, Kecamatan Simanindo, Kamis, (5/9/2019).
Ketika greenberita.com melakukan konfirmasi kepada tersangka PS terkait pernyataan TS bahwa TS telah melakukan penebangan diarea hutan lindung atas persetujuannya, PS menyangkal  dan mengaku itu diluar perjanjian yang telah ditandatanganinya.

"Mulanya saya hendak membersihkan lahan untuk perladangan jagung dan tidak ada niat saya untuk bermain kayu. Entah dari mana TS tau saya hendak bersihkan lahan, dia mendatangi saya untuk membeli pohon pinus dari tanah saya dan saya tidak pernah menawarkan-nawarkan kepada TS. Yang saya perjanjikan kepada saudara TS adalah menebang kayu diarea saya yang 20 hektar tersebut. Dan area sekitar 20 hektar tersebut bukan merupakan kawasan hutan lindung seperti hasil pemetaan Kantor Jasa Surveyor Kadaster Berlisensi Rizky Erlangga dan Rekan yang telah saya mintakan untuk dipetakan," ujar PS sambil menunjukkan seluruh dokumen tanahnya kepada greenberita.com pada Kamis, (5/9/2019) disekitaran Pantai Ancol, Pangururan, Kabupaten Samosir.


Menurutnya, bila dalam pelaksanaan pekerjaannya saudara TS melakukan penebangan diarea 579 yang merupakan Hutan Lindung, itu adalah kehendak TS sendiri dan bukan perintah PS sesuai surat perjanjian yang telah disepakati. "Tanah saya seluas 20 Ha bukan area 579 dan bila dia menebangi Hutan Lindung, bukan merupakan salah saya. Saya adalah pendatang yang membeli tanah disana, jadi tidak mungkin saya menyuruh dia menebang tanah orang lain," tegas PS kepada media.

Sebelumnya diberitakan, menurut kronologis dari Polres Samosir, kejadian terjadi pada Rabu, (13/9/2019) ketika Polres Samosir memperoleh informasi dari masyarakat bahwa di Desa Marlumba Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir ada diduga kegiatan penebangan pohon di dalam kawasan Register 579 alias hutan lindung.

Berbekal laporan warga tersebut, selanjutnya petugas berangkat kelokasi kejadian dan menemukan di sekitar jalan menuju Simardopian Dusun I Desa Marlumba, petugas menemukan ada 1 (satu) unit truk Fuso yang bermuatan kayu Log jenis pinus.
Petugas lalu menanyakan kepada supir truk Fuso yang mengaku bernama Sabungan Sigalingging asal usul kayu dan pemiliknya. Sang supiri menjelaskan bahwa kayu – kayu yang diangkutnya tersebut adalah milik TS alias PB (41) penduduk desa Pardomuan I, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir.


Petugas pun lalu mengamankan truk Puso tersebut dengan membawa truk tersebut ke Polres Samosir guna dilakukan penyelidikan lebih lanjut. Menindaklanjutinya, Tipiter Reskrim Polres Samosir pada Kamis, (14/3/2019) serta pada Selasa (3/9/2019) melakukan pengecekan sebanyak dua kali kelokasi penebangan pohon kayu pinus tersebut dengan menyertakan ahli pemetaan dari Dinas Kehutanan, KPH XIII Dolok Sanggul. Hasil penelitian diketahui lokasi penebangan berada di dalam kawasan hutan Lindung atau kawasan hijau. Berbekal pendapat ahli tersebut, selanjutnya Polisi meningkatkan penyelidikan menjadi penyidikan dan menetapkan status tersangka kepada TS alias PB, guna dilakukan Proses hukum yang berlaku di Indonesia.




Akibat perbuatannya, Polisi Samosir menjerat tersangka dengan pasal 12 huruf b Yo Pasal 82 ayat (1) huruf b dari UU Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2013 dengan ancaman hukuman minimal 1 (satu) tahun dan maksimal 5 (lima) tahun.



Polres Samosir juga mengaku telah melakukan pengiriman berkas perkara kepada Kejaksaan Negeri Samosir sekira bulan Juli 2019 lalu. 

Ketika hal itu dikonfirmasi kepada Kajari Samosir melalui Kasi Pidumnya, Jhon Keynes Siagian, SH.,MH mengaku telah menerima berkas pelimpahan kasus tindakan pidana lingkungan yang dilakukan TS alias PB seminggu yang lalu.

"Kita sudah menerimanya seminggu lalu dan sedang melakukan penelitian sesuai dengan waktu yang ditentukan selama 14 hari ini, dan setelahnya apakah langsung kami P21 atau P19 (dikembalikan) kita lihat nanti hasil penelitian tim kami," ujar Jhon K.Siagian.

Tambahnya, bahwa kasus pidana lingkungan sudah menjadi atensi dari Kejaksaan Agung untuk dilakukan penuntutan bila sudah terpenuhi alat bukti berdasarkan penelitian kejaksaan. "Buktinya pada berkas terdahulu terkait pidana lingkungan sebanyak 3 tersangka yang dilimpahkan Polres Samosir sudah P21 dan langsung dilakukan penahanan dan sudah kami limpahkan ke Pengadilan dan sedang menunggu jadwal sidang," tegas Jhon Siagian.

(gb-fet)