Notification

×

Iklan

Iklan

Balita Ini Terpaksa Dilarikan ke RS Akibat Kebringasan Pegawai PT. TPL

17 Sep 2019 | 20:23 WIB Last Updated 2019-11-10T13:43:02Z
Balita Mario Ambarita Terpaksa Harus Dibawa Orangtuanya ke RS Akibat Kekerasan Pegawai PT. TPL
SIMALUNGUN,GREENBERITA.com -Tragis sekali nasib balita tiga tahun bernama Mario Ambarita ini. Balita warga Sihaporas Bolon Kecamatan Pamatang Sidamanik terkulai lemas di pangkuan ayahnya bermarga Ambarita ketika dilarikan menuju Puskesmas Sidamanik, Simalungun, Senin (16/9/2019). Mario ikut menjadi korban keberingasan pegawai PT Toba Pulp Lestari (TPL) di perladangan mereka hingga tak berdaya, tepatnya di Buttu Pangaturan.

Penetua Lamtoras, Judin Ambarita menceritakan kejadian bermula saat Lembaga Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras), semampu daya merebut kembali lahan mereka yang selama ini dirampas PT TPL. Mereka mendatangi lokasi dan bercocok tanam jagung di areal yang baru panen kayu eukalyptus itu. 

Melihat hal itu, pihak Humas dan sekuriti perusahaan PT TPL mendatangi warga. Kehadiran pihak PT TPL pada pukul 11.30 WIB dikomando Humas Sektor Aek Nauli, Bahara Sibuea.

Tiba di lokasi, Bahara langsung melarang warga yang menanam jagung. Dan miris, Bahara Sibuea pun bertindak kasar, merampas alat kerja berupa cangkul.

Setelah perampasan alat kerja, berlanjut juga melakukan pemukulan terhadap warga, dan mengenai Mario Ambarita (Balita usia 3 tahun), ayahnya, dan beberapa masyarakat adat Lamtoras Sihaporas. Pada Pukul 11.34 WIB kondisi semakin memanas. 

Melihat Mario Ambarita yang masih usia tiga tahun terkulai lemas di pelukan bapaknya, kaum ibu masyarakat  adat Lamtoras histeris. Dalam suasana panik, spontas masyarakat adat Lamtoras Sihaporas melakukan pembelaan diri dan perlawanan.

Seluruh warga-masyarakat adat Lamtoras pun pulang untuk mengutamakan pertolongan pertama, membawa berobat anak Mario Ambarita dan beberapa masyarakat adat Lamtoras yang terluka.

Judin Ambarita, membeberkan histori lokasi itu. Tanah moyang mereka yang dicaplok penjajah Belanda pada tahun 1910-an. Setelah penjajah pulang ke negerinya, tanah tersebut diambil alih pemerintah Republik Indonesia yang merdeka tahun 1945, kemudian diusahai PT Toba Pulp Lestari(TPL).

Humas PT TPL, Norma Hutajulu ketika dikonfirmasi tidak mengelak soal adanya bentrokan tersebut. Namun, Norma menuding warga yang melakukan tindakan penganiayan dan menyebabkan karuawn TPL terluka. 

Katnya, keadian ini bermula sekitar pukul 10.00 WIB. Personil keamanan yang berjaga di Compt B 068 dan B. 081 melaporkan bahwa warga Sihaporas melakukan penanaman jagung di Compt B 553.

 Menurutnya Humas TPL melakukan mediasi dan menyampaikan kepada warga agar kegiatan penanaman jagung diberhentikan dahulu dan diadakan musyawarah dan dibicarakan secara  baik-baik. 
Saat upaya dialog  damai  dilakukan Humas TPL, untuk dapat duduk berbicara bersama di salah satu tepian  lokasi, warga Sihaporas bersikeras melakukan penanaman 

Dijelaskannya, bahwa areal penanaman tersebut merupakan areal konsesi PT TPL yang telah memiliki izin dan telah memasuki rotasi tanam ekaliptus yang  ke-empat. Mulia Nauli, Direktur PT TPL mengatakan, “Izin  konsesi PT TPL berada di kawasan hutan negara, dengan izin pengelolaan yang terbatas dalam kurun waktu tertentu. Pada pelaksanaan operasionalnya, persero selalu menghormati hak-hak masyarakat dan komunitas adat yang berada dalam wilayah kerja persero dengan mengedepankan proses dialog yang  terbuka yang  dilandasi undang-undang dan peraturan yang berlaku dalam penyelesaian masalahnya,"sebutnya.

 Kapolres Simalungun, AKBP Liberty Panjaitan dikonfirmasi Tribun membenarkan kejadian tersebut. Pasca kejadian, katanya dia sudah mengirim personil untuk meredakan persoalan.

Sampai saat ini, Liberty masih mengumpulkan keterangan dari kedua belah pihak. "Kita masih mengumpulkam keterangan,"ujarnya. 

ARIST MERDEKA BERANG

Mendengar peristiwa tersebut, Ketua Komnas Perlindungan Anak Indonesia dikonfirmasi Tribun mengaku berang. Khusus perkara anak, Arist mendesak Polres Simalungun memproses secara khusus kasus tersebut yang terluka akibat ulah Pegawai PT TPL. 

"Saya kira itu adalah perbuatan melawan hukum ya karena apa, pihak TPL bisa dikenakan tindakan kekerasan terhadap anak,"ujarnya. 

Menurutnya, sekalipun terjadi pertikaian tidak sepantasnya mengakibatkan anak-anak terluka. TPL seharusnya menyelamatkan anak-anak, sekalipun anak tersebut bukan di pihak mereka. 

Dalam perkara ini, katanya pegawai PT TPL yang berada di sana bisa dituntut hukuman penjara di atas lima tahun. 

"Secara tegas Komnas Perlindungan Anak menyatakan pihak PT TPL telah melakukan tindak kekerasan dan penganiayaan terhadap anak,"sebutnya. 

Karena itu merupakan tindak pidana, dia meminta Polres Simalungun mengambil tindakan tegas terhadap pihak PT TPL yang melihat dab yamg melakukan. "Maka Komnas Perlindungan Anak mendesaj Polres Simalungun untuk melakukan pemeriksaan, bahkan kalau unsurnya terpenuhi polisi bisa menahan,"tuturnya. 

Arist melihat kasus ini tidak dapat ditoleransi. Alasannya, sudah ke arah bentuk kekarasan terhadap anak sesuai yang diatur pada UU nomor 35 tahun 2014.

(gb-rel)