Notification

×

Iklan

Iklan

Diperiksa Kejagung, Bupati Rugikan Negara Rp 91 Milyar Lebih

11 Jul 2019 | 20:00 WIB Last Updated 2019-11-10T13:22:20Z
SAROLANGUN, GREENBERITA.com- Terkait kasus korupsi Kejaksaan Agung terus membidik tersangka baru dalam pembelian lahan batubara seluas 400 hektar di Sarolangun, Jambi.

Senin (8/7), Tim penyidik tindak pidana khusus Kejagung memeriksa Bupati Sarolangun Cek Endra. Cek Endra diperiksa dalam kapasitasnya dalam pengeluaran ijin usaha pertambangan dan ekplorasi lahan batubara pada tahun 2010 yang telah dibeli PT Antam Tbk.

Jubir Kejagung Mukri mengatakan, pemeriksaan ini menjadi acuan Kejagung membidik tersangka baru dalam kasus yang merugikan negara hingga Rp91,5 miliar tersebut. “Penyidik menilai memerlukan keterangan dari yang bersangkutan,” katanya saat ditemui Fajar Indonesia Network di Gedung Bundar Kejagung Jakarta, kemarin.

Hingga berita ini diturunkan, pemeriksaan masih berlangsung. Sekedar diketahui, penyidik telah memeriksa empat orang saksi dalam kasus tersebut. Mereka diantaranya: Exploration Lead Specialist Unit Geomin PT Antam, Yoseph Herwindo, Staf Direktur Utama PT Antam, Dodi Martimbang, Karuan PT Antam, Izhar Ishak dan seorang pensiunan pegawai PT Antam, Debby Maulasa.



Dalam kasus ini penyidik telah menetapkan enam tersangka yakni enam orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus itu yakni BM selaku Direktur Utama PT Indonesia Coal Resources (ICR), MT selaku pemilik PT RGSR, Komisaris PT Citra Tobindo Sukses Perkasa, ATY selaku Direktur Operasi dan Pengembangan.

Selain itu, disebut pula AL selaku Direktur Utama PT Antam, HW selaku Senior Manager Corporate Strategic Development PT Antam, dan MH selaku Komisaris Utama PT Tamarona Mas International (TMI).


Kasus IUP Batu Bara dan jual beli saham di Kabupaten Sarolangun seluas 400 hektar ini, diduga merugikan negara lewat PT Indonesia Coal Resources (ICR), anak perusahaan BUMN PT Aneka Tambang Tbk (PT Antam).



Kasus ini berawal dari Direktur Utama PT ICR bekerjasama dengan PT TMI selaku Kontraktor dan Komisaris PT TMI Tamarona Mas International (PT. TMI) telah menerima penawaran penjualan/pengambilalihan izin usaha pertambangan operasi produksi (IUP OP) batubara atas nama PT TMI.

Lahan seluas 400 Ha yang terdiri dari IUP OP seluas 199 Ha dan IUP OP seluas 201 Ha. Kemudian diajukan permohonan persetujuan pengambilalihan IUP OP seluas 400 Ha (199 Ha dan 201 Ha) kepada Komisaris PT ICR melalui surat Nomor: 190/EXT-PD/XI/2010 tertanggal 18 November 2010.

Surat itu diajukan kepada Komisaris Utama PT ICR dengan perihal rencana akuisisi PT TMI dan disetujui dengan surat Nomor: 034/Komisaris/XI/2010 tanggal 18 November 2010 perihal Rencana Akuisisi PT TMI

Namun kenyataanya, PT TMI telah mengalihkan IUP OP seluas 199 Ha dan IUP Eksplorasi seluas 201 Ha sesuai surat Nomor: TMI-0035-01210 tanggal 16 Desember 2010. Surat itu memakai perihal Permohonan Perubahan Kepemilikan IUP Ekplorasi seluas 201 Ha dari PT. TMI kepada PT. Citra Tobindo Sukses Perkasa (PT CTSP).

Pengalihan ini merupakan tindakan yang bertentangan dengan persetujuan rencana akuisisi PT TMI yang diberikan oleh Komisaris Utama PT ICR adalah asset property PT. TMI yang menjadi objek akuisisi adalah IUP yang sudah ditingkatkan menjadi Operasi Produksi sesuai dengan surat Nomor: 034/Komisaris/XI/XI/2010 tanggal 18 November 2010 perihal Rencana Akuisisi PT.TMI.



Juga bertentangan dengan laporan penilaian properti/aset Nomor File: KJPP-PS/Val/XII/2010/057 tanggal 30 Desember 2010 serta laporan legal due deligence dalam rangka Akuisisi tanggal 21 Desember 2010.

Perbuatan para tersangka mengakibatkan kerugian keuangan negara senilai Rp 91,5 miliar. Keenam orang itu diganjar Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pembarantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 
dikutip dari bacalagi.net. (rel-marsht)