Notification

×

Iklan

Iklan

Kejahatan Seksual Terhadap Anak Terulang Lagi di Tobasa

9 Apr 2019 | 11:02 WIB Last Updated 2019-09-19T07:07:47Z
Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait memberikan keterangan Pers  sehubungan  Kejahatan Seksual Anak dan Anak terpapar HIV/AIDS di Balige.

JAKARTA, GREENBERITA.com - Belum lupa dari ingatan masyarakat Kecamatan Silaen tentang kasus kejahatan seksual terhadap anak yang pernah terjadi yang  dilakukan ayah dan paman kandung korban secara bersama hingga korban melahirkan anak, dan masih juga belum saja selesai perkara kejahatan seksual yang dilakukan N (70) terhadap 5 anak yang terjadi di Sosor Ladang Porsea, demikian juga dengan kasus kejahatan seksual yang dilakukan NN (45) ayah kandung baru-baru ini terhadap seorang putri malang SN (9) di Balige.

Kemudian Juardi Panjaitan ayah dari korban  seorang putri bernisial TD (6), Rabu, 02 April 2019  melaporkan DP (48) tetangga semarga warga  Desa Pintu Batu, Mual Ganjang Kecamatan Silaen ke  Polres Tobasa sehubungan dengan kasus kejahatan seksual yang dilakukan terhadap putrinya.

Kasus ini bermula saat korban pulang dari sekolah bersama temannya berpapasan dengan DP (48) tetangganya, enta apa yang membuat prilaku DP menjadi beringas dan bejat itu menarik korban ke kebon kopi Mual Ganjang  di Desa  Pintu Batu, Kecamatan Silaen. Sementara teman korban diminta pelaku DP menunggu korban.

Usai melampiaskan prilaku bejat dan terkutuknya, pelaku mengancam korban untuk tidak memberitahukan kepada siapapun termasuk kepada orangtua korban, kemudian pelaku memberikan uang Rp. 4.000  kepada korban.

Mengetahui kejadian ini dari korban, kemudian orangtua korban dan warga masyatakat melaporkan ke Polsek Silaen, lalu bersama masyarakat bergegas cepat mengejar pelaku ke Laguboti, kemudian menangkapnya di persembunyiannya  di desa Pintu Bosi Laguboti dan menyerahkan pelaku ke Polres Tobasa.  Saat ini DP sudah diamankan di Polres Tobasa untuk dimintai pertanggungjawaban hukumnya.

Arist mengatakan kepada media di Tobasa, atas marak dan meningkatnya kasus kejahatan seksual tethadap anak yang dilakukan oleh orang terdekat korban di Tobasa, adalah menjadi pertanyaan besar,  sedang ada apa terjadi di Tobasa?, Sudah  sebejat itukah prilaku para orangtua terhadap anaknya di Tobasa.

Lebih lanjut Arist memberikan pendapatnya, sementara ini, kita tahu bahhwa masyarakat Batak di Tobasa sangat menjunjung nilai-nilai yang menyatakan dan mengedepankan Anakkonhi Do Hamoraon di Ahu (anakku adalah hartaku), budaya "dalihan natolu" yakni respek terhadap hubungan keluarga, serta sangat religius.

Namun semua ini telah roboh dan anaklah yang menjadi korban. Saat ini fakta dan data telah menunjukkan bahwa kejahatan moralitas dan kemanusiaan sedang mengancam anak di Tobasa, jika tidak ditangani dengan segera kasus-kasus serupa yang lebih bejat dan terkutuk akan terjadi lagi.

Demikian disampaikan Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait menjawab pertanyaan para pekerja jurnalistik di Tobasa yang semakin geram atas maraknya kejahatan seksual terhadap anak di Tobasa melalui video call conference yang dilakukan Senin 08/04 dari Studio Komnas Anak TV dibilangan Padar Rebo Jakarta Timur.

Demi keadilan hukum bagi korban dan membuat efek jera bagi para predator kejahatan seksual di Tobasa, Komnas Perlindungan Anak sebagai Lembaga independen yang diberikan mandat, tugas dan fungsi memberikan pembelaan dan perlindungan anak di Indonesia mendorong Polres Kabupaten Tobasa untuk menerapkan sebagaimana diatur dalam ketentuan UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penerapan PERPU No. 01 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak dengan ancaman hukuman minimal 10 tahun maksimal 20 tahun pidana penjara dan dapat ditambahkan 1/3 dari pidana pokoknya menjadi hukuman seumur hidup dan atau hukuman mati.

Penerapan UU RI No.17 Tahun 2016  ini sangat penting dilakukan penyidik dalam sangkaannya sehingga Jaksa Penuntut Umum (JPU) dapat melakukan tuntutannya secara maksimal.

Disamping itu  sudah saatnya Pemerintah Kabupaten Tobasa melalui Dinas PPPA dan PMD untuk bertugas dan segera mendeklarasikan Gerakan Perlindungan Anak Berbasis Kampung (huta) dengan melibatkan tokoh masyarakat dan adat di desa,  alim ulama, gereja dan para pegiat perlindungan Anak, penegak hukum (Polisi, Jaksa dan Hakim), guru maupun pamong desa.

Untuk efektivitasnya gerakan ini dapat diintegrasikan dengan program pemberdayaan masyarakat rentan di  pedesaan menggunakan dana desa,  demikian ditambahkan Arist. (*/G5)