Notification

×

Iklan

Iklan

Pemilu Bukan Hanya Prosedural Tapi Harus Sentuh Sisi Subtansial

21 Jan 2019 | 13:03 WIB Last Updated 2019-11-10T13:59:01Z
Zulham Dani Rambe | ist
GREENBERITA.com

Oleh : Zulham Dani Rambe

Jadwal dan Tahapan Pemilu sudah diatur dijabarkan dalam regulasi yang dibuat oleh KPU sebagai penyelenggara teknis Pemilu baik Peraturan Komisi Pemilihan Umum maupun pedoman teknis lainnya agar penyelenggaran Pemilu dilaksanakan sesuai dengan tahapan yang sudah dijadwalkan.

Setiap tahapan jelas unsur dan komponen mana secara runtut dieksekusi.

Prosedural itu memang penting, tetapi jauh lebih penting makna subtansial dari Pemilu 2019 itu sendiri.

Tujuan Pemilu bukan hanya pelaksanaan proses mekanisme yang syah sebagai peralihan kekuasaan dan jabatan tetapi juga merupakan sarana formal untuk memperoleh legitimasi kekuasaan sebagai harapan masyarakat pemilih sebagai penentu siapa yang punya kapasitas untuk duduk dan menjadi pemegang amanah rakyat.

Kita tidak sadar bahwa acap kali akibat fokus ke prosedural kita sering lupa subtansial Pemilu itu sendiri, misalkan saja pendataan Pemilu yang hanya proseduran yang acap kali mengenyampingkan makna subtansial.

Penyelenggara Pemilu hanya fokus pada tahapan pemuktahiran formal saja sebagai prosedur untuk menetapkan Daftar Pemilih tetapi terkesan tidak melakukan upaya yang sungguh-sungguh untuk mendata dengan maksimal serta terkesan hanya menunggu masukan dari pihak-pihak berkepentingan yang pada akhirnya banyak orang yang sesungguhnya sudah punya hak memilih tidak terakomodir dalam daftar pemilih. Padahal anggaran untuk pelaksanaan Pemilu yang disiapkan negara jumlahnya begitu besar.

Hal ini terjadi akibat penyelenggara hanya mengedepankan prosedural saja, misalnya dengan hanya berkutik pada Sistem Indormasi Data Pemilih (SIDALIH) yang tidak serta merta bisa menyelesaikan persoalan data pemilih.

Padahal data pemilih selalu bergerak dinamis setiap waktu. Padahal banyak upaya yang dilakukan bila penyelenggara serius untuk mendapatkan data yang berkualitas.

Hal subtansial Pemilu menjadi harapan semua menuju Pemilu yang berintegritas sebagai upaya mendapatkan pemimpin yang berkualitas berintegritas kedepan.

Seharusnya harapan ini bisa mendorong kita khususnya penyelenggara Pemilu untuk membuat terobosan, ide dan gagasan untuk membuat Pemilu lebih menciptakan sebuah konsep bahwa Pemilu itu adalah pendidikan, pengetahuan, pencerahan politik bagi seluruh warga negara.

Kita bisa melihat proses pelaksanaan kampanye yang masih sifatnya kebiasaan yang tidak mengesankan pendidikan politik yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat pemilih. Para kandidat hanya sibuk siapkan data pemilih dikertas dan membentuk tim sukses serta melakukan kalkulasi berapa orang per TPS yang akan memilihnya, pada kandidat tak paham membuat konsep, ide dan gagasan untuk meyakinkan pemilih bahwa dia punya ide dan solusi yang ditawarkan bila terpilih. Tetapi peserta Pemilu atau konstestan hanya berkutik pada pengadaan spanduk, baliho dan sebarkan pada zona yang dilarang bahkan tempelkan pada ruang yang tidak diperuntukkan untuk itu misalnya di lokasi-lokasi yang dilarang tempelkan, contoh pada pohon pinggir jalan yang tidak diperbolehkan yang hal ini telah melanggara undang-undang lingkungan hidup.

Penyelenggara Pemilu mempunyai kewenangan untuk membuat Pemilu menyentuh subtansial sehingga mencerdaskan semua pihak khususnya masyarakat sebagai pemegang mandat. Tidak hanya fokus kepada jadwal dan tahapan tetapi mengisi jadwal dan tahapan itu dengan pendidikan politik yang menjelaskan bahwa urgensi dalam Pemilu itu sendiri untuk mencapai tujuan nasional seperti yang diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945 aline ke empat yang berbunyi: "memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial".

Kita khawatir kebiasaan Pemilu yang kita laksanakan setiap lima tahun akan hanya rutinitas yang fokus pada prosedural. Sehingga Pemilu 2019 kita khawatir sampai nanti menjelang hari -H tanggal 17 April 2019, masyarakat hanya hanya diberikan pendidikan politik menyimpang dan dipaksa menunggu uang haram yang sampai saat ini sudah menjadi rahasia umum dimana suara pemilih dinodai dengan sejumlah uang yang dari peserta pemilu. Ditambah lagi penyelenggara pemilu yang mempunyai tupoksi  pengawas tidak mampu untuk menindak dengan dalih bahwa deliknya tidak masuk, unsur tidak terpenuhi akibat lemahnya regulasi pengawasan money politik.

Pada akhirnya, masyarakat hanya disuguhi Pemilu yang hanya mengedepankan prosedural belaka secara formal sehingga esensi untuk mendapatkan pemimpin atau wakil mereka yang mempunyai kemampuan dan berintegritas hanya isapan jempol belaka.

Seyogyanya, Penyelenggara Pemilu baik KPU maupun Bawaslu dan jajarannya ke bawah harus memaknai Pemilu itu bukan persoalan partisipasi meningkat atau Pemilu aman dan tenteram ataupun tidak banyak terjadi tuntutan hukum kepada penyelenggara untuk menjadikan Pemilu itu sukses akan tetapi jauh lebih penting Pemilu harus dianggap sebagai pendidikan politik kepada warga negara misalnya melalui banyak kegiatan-kegiatan pendidikan politik, sosialisasi berbasis pendidikan yang menarik bagi setiap kalangan seperti sosialisasi yang massif, debat kandidat, kursus kepemiluan yang mempunyai urgensi subtansial bukan prosedural saja yang dikemas menarik dan ditawarkan kepada seluruh pihak yang berkepentingan. Setelah pelaksanaan sosialisasi dan pendidikan politik tersebut dilakukan evaluasi untuk ditingkatkan lagi di kegiatan berikutnya.

Pemilu yang hanya mengedepankan prosedural tanpa menyentuh subtansial Pemilu hanya akan mendapatkan kesuksesan prosedural tetapi jauh dari subtabsial.
Pada akhirnya masyarakat kembali sedih, kecewa, mengupat akan orang-orang yang duduk sebagai pemegang kekuasaan dan sebaliknya bagi mereka yang duduk di kursi empuk itu akan beralibi bahwa uang adalah segalanya sehingga kapasitas tak perlu dipertimbangkan.

"Bukankah kami duduk di kursi mahal ini telah kami bayar lunas sebelum pemilih keluar dari TPS, So suka-suka kamilah?"

Sehingga Pemilu bukan lagi one man one vote akan tetapi some money one vote .!
(sejumlah uang untuk satu suara, red)